Kamis, 10 Februari 2011

BAB I
PNDAHULUAN
A. LAtar Belakang
Imunisasi adalah satu hal yang tidak dapat ditinggalkan dari kehidupan seseorang. Sebgaimana yang kita ketahui bahwa dengan adanya imunisasi maka ia akan lebih peka terhadap bakteri atau virus yang sejenisnya tersebut di dalam tubuhnya. Oleh sebab itu pemerintah mewajibkan kepada setiap orang tua agar dapat membawa anaknya berimunisasi. Bagi orang tua yang bersedia membawa anaknya pergi imunisasi bukan hanya telah melindungi anaknya dari awal tetapi juga telah membantu program pemerintah yaitu menyehatkan seluruh anak – anak Indonesia.
Polio merupakan salah satu imunisasi yang diberikan kepada anak yang baru lahir dan setelah itu disusul dengan jarak 6 – 8 minggu. Imunisasi polio ini diberikan dengan tujuan agar anak – anak terhindar dari virus polio dan dapat tumbuh selayaknya anka normal. Virus polio ini sangat mudah menyerang kepada anak – anak terutama lewat makanan dan dari mulut ke mulut oleh sebab itu untuk pencegahannya perlu diberikan imunisasi polio agar tubuh si anak ini lebih dahulu mengenal virus polio ini dan ketika virus ini menyerang tubuh si anak maka virus yang telah di lemahkan ini dapat melemahakan virus polio yang baru masuk.

B. Permasahan
Adapun yang menjadi permasalahan oleh penulis dalam menyelesaika makalah ini yaitu ada beberapa hal :
1. Apa pengertian dari Polio itu sendiri.
2. Bagaimana dosis, cara pemberian dan lama pemberian.
3. Stabilitas penyimpanan yang baik untuk imunisasi polio ini.
4. Kontraindikasi dari penggunaan imunisasi polio ini.
5. Interaksi imunisasi polio ini dengan yang lainnya.

C. Tujuan
Sedangkan yang ingin di capai oleh penulis dengan pembuatan makalah ini yaitu penulis ingi mengetahui tentang polio ini baik penyakit ataupun imunisasinya, dan juga dosis imunisasi yang dapat diberikan serta tempat penyimpanan imunisasi ini yang baik dan juga penulis ingin mengetahaui bagaimana interaksi imunisasai polio ini dengan makanan, ibu hami dan yang lainnya.









BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penyakit poliomielitis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus polio. Virus polio sangat menular, disebarkan melalui makanan atau dari mulut ke mulut. Penyakit polio menimbulkan kelumpuhan anggota badan bagian bawah pada anak. Polio juga bisa menyebabkan peradangan pada selaput otak.Imunisasi polio dapat mencegah penyakti poliomyelitis.
Imunisasi polio diwajibkan di Indonesia, yaitu saat anak lahir, dan selanjutnya diberikan tiga dosis berturut-turut dengan jarak 6-8 minggu. Jenis vaksinasi polio dibagi menjadi 2 polio hidup yang diberikan lewat mulut (OPV) dan vaksin polio mati yang disuntikan (IPV). Di Indonesia, vaksin polio yang dianjurkan adalah polio hidup yang diberikan melalui mulut, dengan dosis 2 tetes (0,1 ml), bila dalam 10 menit dimuntahkan, maka dosis tersebut pelu diulang. Imunisasi polio yang disuntikan diberikan 0,5 ml subkutan dalam tiga kali pemberian berturut-turut dalam jarak 2 bulan masing-masing dosis. Perlindungan mukosa (selaput usus) yang ditimbulkan IPV lebih rendah daripada OPV.
Vaksin polio oral tidak boleh diberikan dalam keadaan :
1. Infeksi HIV atau kontak dengan HIV serumah
2. Keadaan kekebalan tubuh yang rendah atau tinggal serumah dengan pasien yang memiliki kekekebalan tubuh yang rendah seperti : terapi steroid jangka panjang, penyakit kanker, dalam kemoterapi.
3. Muntah atau diare berat, pemberian vaksin ditunda
Vaksin polio suntik tidak boleh diberikan dalam keadaan : Adanya alergi terhadap neomisin, streptomisin, polimiksin-B. Dan pada kehamilan tidak dianjurkan untuk ibu hamil kurang dari 4 bulan.kemudian pemberian polio juga tidak boleh diberikan pada keadaan demam >38.5 C, jika mengalami suhu setinggi ini maka pemberian vaksin harus ditunda.
Risiko dari pemberian vaksin polio :
1. Seperti sediaan obat lainnya, vaksin polio berisiko menimbulkan efek samping baik ringan maupun berat, namun risiko ini sangat kecil dibandingkan dengan jika menderita poliomielitis.
2. Setelah pemberian vaksin dapat mengalami gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot, namun ini sangat jarang.
3. Kasus poliomyelitis yang berkaitan dengan vaksin pernah dilaporkan 1 dari 2,5 juta vaksin. Lumpuh layu setelah vaksin ini terjadi 4-30 hari setelah pemberian OPV dan 4-75 hari setelah kontak dengan penerima OPV.
4. Hubungi dokter anda jika ada keluhan yang berat seperti demam tinggi dan gangguan perilaku atau tanda reaksi berat seperti sesak nafas, mengi, urtikaria, pusing sampai pingsan.

B. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
OPV : Tiap dosis (2 tetes = 0.1 mL)
- Tipe 1 : 10 / 20 dosis = 10 CCID
- Tipe 2 : 10 / 20 dosis = 10 CCID
- Tipe 3 : 10 dosis = 105,5 CCID50, 20 dosis = 10 CCID
Dosis oral : 2 tetes langsung ke dalam mulut melalui pipet atau dispenser. Harus dijaga jangan sampai vaksin dalam dropper multi dose terkontaminasi oleh air liur. Bayi harus menerima minimal 3 dosis dengan interval minimum 4 minggu. Di daerah non endemi, dosis pertama diberikan mulai usia 6 minggu bersamaan dengan dosis pertama vaksin DTP (Difteri, Tetanus, Pertussis). Di daerah endemi, diperlukan dosis ekstra yang diberikan segera setelah bayi dilahirkan. Vaksin ini tetap aman dan efektif jika diberikan pada waktu yang bersamaan dengan pemberian vaksin campak, DTP, DT, Td, TT, BCG, Hepatitis B dan Yellow fever.

C. Stabilitas Penyimpanan
Disimpan pada suhu 2-8°C, tidak boleh dibekukan dan terlindung dari cahaya.Bila vaksin sudah dibuka dan disimpan pada suhu 2-8°C, potensi bertahan selama 7 hari. Tidak boleh disimpan lebih dari 6 bulan. Jika disimpan pada suhu -20°C atau lebih rendah, maka potensi vaksin sampai masa daluwarsa sesuai yang tertera pada vial. Daluwarsa tergantung pada penyimpanan : suhu -20°C, daluwarsa 2 tahun; suhu 2-8°C, daluwarsa 6 bulan.

D. Kontraindikasi
Bayi yang mengidap HIV (Human Immunodeficiency Virus) : imunisasi dilakukan berdasarkan jadwal standar tertentu pada bayi pengidap virus HIV baik yang tanpa gejala maupun dengan gejala. Pasien immune deficiency : tidak ada efek berbahaya yang timbul akibat pemberian pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh. Individu dengan riwayat anafilaktik terhadap vaksin. Perlu diperhatikan adanya kemungkinan reaksi alergi terhadap anti-infeksi yang digunakan pada produksi OPV (Neomycin, Streptomycin).
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0.17 : 1.000.000).

E. Interaksi
- Dengan Obat Lain : Obat-obat imunosupresan (antineoplastics atau therapeutic doses of corticosteroids) menurunkan respon vaksin dan disarankan untuk menunda imunisasi. OPV dilaporkan menekan tuberculin skin sensitivity untuk sementara waktu, oleh karena itu jika diperlukan, dilakukan tuberculin tests sebelum atau secara bersamaan atau 4-6 minggu setelah pemberian vaksin. OPV dapat diberikan bersamaan dengan vaksin campak, mumps, rubella, DTP.
- Dengan Makanan : tidak memiliki efek samping terhadap makan apapun.
- Terhadap Kehamilan : Meskipun belum ada penelitian yang cukup tentang efek OPV terhadap perkembangan fetus atau belum tersedia bukti-bukti mengenai efek samping OPV pada wanita hamil atau perkembangan fetus, vaksinasi selama kehamilan sebaiknya dihindari kecuali jika berisiko tinggi terpapar infeksi atau diperlukan proteksi yang segera terhadap poliomyelitis (misalnya melakukan perjalanan ke daerah endemi).
- Terhadap Ibu Menyusui : Organisme yang terdapat pada OPV melakukan multiplikasi di dalam tubuh dan beberapa mungkin ddistribusikan ke dalam ASI setelah pemberian imunisasi pada ibu menyusui. Meskipun demikian, tidak ada bukti terhadap pengaruhnya pada bayi.
Bentuk Sediaan : Kemasan 10 dosis dan 20 dosis, Masing-masing Dilengkapi 1 Buah Dropper
Peringatan : OPV harus diberikan secara oral, tidak boleh diberikan secara parenteral. OPV tidak boleh diberikan pada pasien yang diare atau muntah, vaksin boleh diberikan setelah diarenya berhenti. Oleh karena OPV dieksresikan melalui feses sampai 6 bulan, higiene personal harus ditingkatkan. Vaksin poliomyelitis mungkin mengandung sejumlah kecil antibakteri seperti Neomycin, Polymyxin B dan Streptomycin. Oleh karena itu sebaiknya hati-hati digunakan pada pasien yang hipersensitif terhadap antibakteri tersebut. OPV tidak boleh diberikan kepada pasien immunocompro-mised karena berisiko tinggi terhadap terjadinya vaccine-associated paralytic poliomyelitis.Pasien asymptomatic HIV-positive dapat diberikan OPV tetapi eksresi melalui feses lebih lama dibandingkan pasien yang tidak terinfeksi. Sedangkan untuk pasien symptomatic HIV-positive diberikan inactivated poliomyelitis vaccine. Pemberian injeksi intramuskular IPV setelah OPV tidak boleh dilakukan karena berisiko tinggi terhadap terjadinya vaccine-associated paralytic poliomyelitis
Mekanisme Aksi : OPV : menstimulasi pembentukan antibodi dalam darah maupun jaringan mukosa saluran pencernaan, dengan demikian mencegah penyebaran infeksi ke sistem saraf pusat dan multiplikasi virus dalam saluran pencernaan. IPV memberikan imunitas yang sangat kecil dalam saluran pencernaan, oleh karena itu jika pasien yang mendapat imunisasi IPV terinfeksi oleh wild poliovirus, maka virus masih dapat berkembang biak dalam usus sehingga meningkatkan risiko transmisi lanjut. IPV tidak berisiko terhadap terjadinya vaccine-associated paralytic poliomyelitis.



BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Virus polio sangat menular, disebarkan melalui makanan atau dari mulut ke mulut. Penyakit polio menimbulkan kelumpuhan anggota badan bagian bawah pada anak.
2. Dosis oral untuk imunisasi polio yaitu 2 tetes langsung ke dalam mulut melalui pipet atau dispenser.
3. Imunisasi polio dapat berintekrasi dengan obat lain, dengan makanan dan ibu menyusui.

B. Saran
Hendaknya orang tua membawa anaknya untuk imunisasi polio agar si anak dapat jaug dari virus polio karena penyakit polio dapat merusak alat gerak anak dan masa depan anak. Dan lagi pula pemerintah mengadakan pecan imunisasi nasional dan minggu campak dan polio gunanya untuk menyehatkan seluruh anak – anak di Indonesia.





DAFTAR PUSTAKA
http://imunisasipolio.com
http://penyakitpolio+imunisasipolio.com
Martindale, 35th edition, 2007
Vademecum, 2002
AHFS, 2006
Pedoman Imunisasi di Indonesia.2006.Indonesia sehat 2007

Tidak ada komentar: