A. Defenisi Diare
Diare menurut definisinya adalah, keluarnya tinja yang lunak atau cair sebanyak tiga kali atau lebih dalam satu hari. Tetapi definisi tidak bisa dipakai pada bayi umur beberapa minggu, ini dikarenakan bayi yang hanya minum air susu ibu (ASI), berak atau buang air besarnya bisa 6-8 kali sehari, dengan kondisi tinja yang lunak atau agak cair. Pada bayi, ini sesuatu yang normal. Berdasarkan hal tersebut, secara praktis diare pada anak bisa didefinisikan sebagai meningkatnya frekuensi tinja atau konsistensinya menjadi lebih lunak dari biasanya, sehingga hal itu dianggap tidak normal oleh ibunya.
Secara klinik, diare bisa dibedakan menjadi 3 macam yaitu, diare cair akut, disentri, dan diare persisten.
1. Diare cair akut.
Adalah diare yang terjadi secara akut, dan berlangsung kurang dari 14 hari (bahkan kebanyakan kurang dari 7 hari), dengan tinja yang lunak atau cair yang sering dan tanpa darah, terkadang bisa disertai muntah dan panas. Diare ini sering disebabkan karena rotavirus. Kuman yang lain misalnya E. Coli, V. Cholera, dan lain - lain.
2. Disentri.
Adalah diare yang disertai darah dalam tinja. Hal ini disebabkan karena adanya kerusakan dinding bagian dalam usus karena adanya bakteri yang mampu menembus dinding usus. Disentri ini sering disebabkan karena adanya bakteri Sigella, Amoeba, E.Coli.
3. Diare Persisten.
Adalah diare yang mula-mula bersifat akut, namun berlangsung lebih dari 14 hari. Dapat dimulai sebagai diare cair akut atau disentri. Diare persisten sering disebabkan oleh beberapa bakteri/ kuman yang masuk dalam tubuh seorang anak.
B. Penularan Diare
Kuman diare biasanya menular melalui mulut, bisa melalui makanan/ minuman yang tercemar tinja, atau kontak langsung dengan tinja penderita. Pada saat musim buah (mangga, durian, rambutan) dan musim hujan seperti saat ini, maka lalat biasanya juga menjadi banyak, sehingga sangat berperan dalam penularan penyakit diare. Apabila lalat hinggap di tinja kemudian hinggap di makanan/ alat makan, maka akan bisa menularkan pada anak yang memakan makanan tadi. Untuk mencegah atau agar makanan tidak dihinggapi lalat, maka lebih baik menutup setiap makanan yang ada. Sedangkan untuk mencegah penularan, hendaknya setiap kali member-sihkan tinja anak yang menderita diare, harus segera cuci tangan. Selain itu jangan menganggap bahwa tinja bayi yang diare itu tidak berbahaya, karena sesungguhnya tinja bayi tadi kenyataannya mengandung virus atau bakteri.
C. Pencegahan Diare
Untuk menghindari supaya tidak tertular diare, berikut cara pencegahan yang bisa dilakukan :
1. Pemberian air susu ibu (ASI) secara eksklusif, sampai umur 4 - 6 bulan.
Pemberian ASI mempunyai banyak keuntungan bagi bayi atau ibunya. Bayi yang mendapat ASI lebih sedikit dan lebih ringan episode diarenya dan lebih rendah risiko kematiannya jika dibanding bayi yang tidak mendapat ASI. Dalam 6 bulan pertama, kehidupan risiko mendapat diare yang membutuhkan perawatan dirumah sakit dapat mencapai 30 kali lebih besar pada bayi yang tidak disusui daripada bayi yang mendapat ASI penuh. Hal ini disebabkan karena ASI tidak membutuhkan botol, dot, dan air, yang mudah terkontaminasi dengan bakteri yang mungkin menyebabkan diare. ASI juga mengandung antibodi yang melindungi bayi terhadap infeksi terutama diare, yang tidak terdapat pada susu sapi atau formula. Saat usia bayi mencapai 4 - 6 bulan, bayi harus menerima buah-buahan dan makanan lain untuk memenuhi kebutuhan gizi yang meningkat, tetapi ASI harus tetap terus diberikan paling tidak sampai umur 2 tahun.
2. Hindarkan penggunaan susu botol. Seringkali para ibu membuat susu yang tidak langsung habis sekali minum, sehingga memungkinkan tumbuhnya bakteri. Juga dot yang jatuh, langsung diberikan bayi, tanpa dicuci. Botol juga harus dicuci dan direbus untuk mencegah pertumbuhan kuman.
3. Penyimpanan dan penyiapan makanan pendamping ASI dengan baik, untuk mengurangi paparan dan perkembangan bakteri.
4. Penggunaan air bersih untuk minum. Pasokan air yang cukup, bisa membantu membiasakan hidup bersih seperti cuci tangan, mencuci peralatan makan, membersihkan WC dan kamar mandi. Mencuci tangan (sesudah buang air besar dan membuang tinja bayi, sebelum menyiapkan makanan atau makan).
5. Membuang tinja, termasuk tinja bayi secara benar. Tinja merupakan sumber infeksi bagi orang lain. Keadaan ini terjadi baik pada yang diare maupun yang terinfeksi tanpa gejala. Oleh karena itu pembuangan tinja anak merupakan aspek penting pencegahan diare.
6. Imunisasi Campak. Anak-anak yang menderita campak mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjangkit diare atau disentri yang berat dan fatal. Karena kuatnya hubungan antara campak dan diare, imunisasi campak yang diberikan dapat mencegah sampai 25 % kematian balita.
D. Yang Perlu Diwaspadai dan Dilakukan
Akibat diare pada anak yang sering kali bersifat fatal adalah, keadaan yang disebut dengan dehidrasi, yaitu hilangnya cairan dan elektrolit dari tubuh akibat diare yang tidak bisa diimbangi dengan pemasukkan cairan lewat mulut (minum). Hal ini disebabkan karena jumlah cairan yang keluar lebih banyak dibanding yang bisa masuk, sebagai akibat adanya muntah atau memang terlalu berat diarenya. Terapi dirumah adalah bagian yang penting dari tatalaksana dari diare agar anak tidak dehidrasi. Bila anak mengalami diare, beri cairan lebih banyak dari biasanya, untuk mencegah dehidrasi.
Bermacam-macam cairan bisa diberikan sebagai pengobatan dini untuk mencegah dehidrasi. Beberapa macam cairan keluarga bisa berupa air tajin, sup, atau yoghurt. Tetapi bila ada, berilah oralit yang sudah banyak tersedia di apotik/toko obat. Apabila anak masih minum ASI, tetap harus diberikan tanpa batas, semau anak. Bila sudah mendapat makanan pendamping ASI (yang berumur lebih dari 4 -6 bulan), makanan tetap harus diberikan, untuk mencegah kekurangan gizi, sedikitnya 6 kali sehari. Sebaiknya menghindari teh yang sangat manis, kopi, soft drink dan minuman buah komersial yang manis, karena akan memperparah diarenya. Apabila tinja yang keluar cair dan amat sering, muntah berulang, anak tidak dapat makan/minum seperti biasanya, harus diwaspadai; sebaiknya segera dibawa ke rumah sakit. Apalagi bila sudah tampak tanda-tanda dehidrasi (anak rewel,gelisah,nampak kehausan, mata cekung, bibir kering, kencing berkurang, badan panas, nafas yang cepat) anak sudah memerlukan cairan infus untuk mengejar kehilangan cairan akibat diare/muntah.
Sebaiknya jangan sampai terlambat membawa ke rumah sakit. Karena apabila sudah jatuh ke dalam keadaan dehidrasi berat, akan lebih sulit untuk mengatasinya. Ini disebabkan karena semua pembuluh darahnya mengempis, sel-sel tubuh akan rusak/ mati, sehingga sangat besar kemungkinan untuk terjadi kematian. Tentunya kita tidak ingin kehilangan anak- anak kita akibat diare. Diare sebetulnya tidak akan berakibat fatal apabila tidak terlambat dalam pemberian cairan untuk mengatasi dehidrasi. Karena kematian pada diare adalah disebabkan karena dehidrasi ini. Jadi yang penting dilakukan pada anak yang diare adalah mencegah jangan sampai mengalami dehidrasi. Tetapi hal yang paling baik adalah mencegah jangan sampai mengalami diare.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://majalahkasih.pantiwilasa.com/index.php?option=com_content&task=view&id=26&Itemid=74
2. http://www.kimpraswil.go.id/balitbang/puskim
3. http://syehaceh.wordpress.com/2008/05/12/penyakit-diare-dan-perilaku-pencegahannya/
4. http://www.pu.go.id/ditjen_mukim/ensiklopedia/kumuh_miskin.
Yang membuat dirimu kuat adalah dirimu sendiri dan tuhanMU..... (http://harnita-novia.blogspot.com)
Kamis, 10 Februari 2011
Menentukan usia kehamilan dan Menentukan Periode Kehamilan
A. Menentukan Usia Kehamilan
Usia kehamilan, misalnya usia kehamilannya telah 25 minggu, 28 minggu atau 40 minggu adalah hitungan lamanya janin yang telah tumbuh dalam rahim ibu, biasa dalam ilmu kebidanan dihitung dalam minggu. Untuk menghitung usia kehamilan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. Dengan menghitung HPHT [Hari Pertama Haid Terakhir]. Disini bidan Dituntut untuk mengetahui HPHT pasien agar juga dapat menentukan taksir melahirkan nya. Pertumbuhan janin dalam rahim itu sebanarnya dapat mulai dari hari ke 14 dari 28 hari siklus lain dihitung pada HPHT .
2. Dengn meraba [Palpasi]
Tingginya fundus uteri ibu dapat menentukan usia kehamilan.Maksudnya dengan kita melakukan palpasi pada pasien akan didapatkan berapa tinggi fundus uterinya dan itu akan menunjukkan usia kehamilan dengan sendirinya.
Sebelum minggu 11 fundus belum teraba dari luar.
Minggu 12, 1-2 jari diatas sympisis.
Minggu 16, pertengahan antara sym-pst
Minggu 20, tiga jari dibawah pusat
Minggu 24, setinggi pusat
minggu 28, tiga jari diatas pusat
Minggu 32, pertengahan proc xymphoideus – pusat
Minggu 36, tiga jari dibawah proc.xypoideus
Minggu 40pertengahan antara proc xyphoideus-pusat.
3. Dengan rumus tinggi fundus uteri.
Rumus disini maksudnya yaitu dengan mengukur tinggi fundus uteri(cm). Adapun rumusnya:
Tinggi fundus (cm) : 3,5 = usia kehamilan
B. Menentukan Periode Kehamilan
Periode kehamilan disini kita kenal juga dengan istilah trimester kehamilan. Trimester I,II,dan III. Untuk menentukan periode kehamilan, dapat digunakan cara berikut:
• Seperti yang telah di jelaskan terlebih dahulu hasil Palpasi dengan Usia kehamilan :
• Periode ini dapat ditentukan dengan melihat minggu kehamilannya :
• Kehamilan < 12 minggu ----àTrimester I
• Kehamilan 13 – 24 minggu à Trimester II
• Kehamilan 25 – 40 minggu à Trimester III
Usia kehamilan, misalnya usia kehamilannya telah 25 minggu, 28 minggu atau 40 minggu adalah hitungan lamanya janin yang telah tumbuh dalam rahim ibu, biasa dalam ilmu kebidanan dihitung dalam minggu. Untuk menghitung usia kehamilan tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara :
1. Dengan menghitung HPHT [Hari Pertama Haid Terakhir]. Disini bidan Dituntut untuk mengetahui HPHT pasien agar juga dapat menentukan taksir melahirkan nya. Pertumbuhan janin dalam rahim itu sebanarnya dapat mulai dari hari ke 14 dari 28 hari siklus lain dihitung pada HPHT .
2. Dengn meraba [Palpasi]
Tingginya fundus uteri ibu dapat menentukan usia kehamilan.Maksudnya dengan kita melakukan palpasi pada pasien akan didapatkan berapa tinggi fundus uterinya dan itu akan menunjukkan usia kehamilan dengan sendirinya.
Sebelum minggu 11 fundus belum teraba dari luar.
Minggu 12, 1-2 jari diatas sympisis.
Minggu 16, pertengahan antara sym-pst
Minggu 20, tiga jari dibawah pusat
Minggu 24, setinggi pusat
minggu 28, tiga jari diatas pusat
Minggu 32, pertengahan proc xymphoideus – pusat
Minggu 36, tiga jari dibawah proc.xypoideus
Minggu 40pertengahan antara proc xyphoideus-pusat.
3. Dengan rumus tinggi fundus uteri.
Rumus disini maksudnya yaitu dengan mengukur tinggi fundus uteri(cm). Adapun rumusnya:
Tinggi fundus (cm) : 3,5 = usia kehamilan
B. Menentukan Periode Kehamilan
Periode kehamilan disini kita kenal juga dengan istilah trimester kehamilan. Trimester I,II,dan III. Untuk menentukan periode kehamilan, dapat digunakan cara berikut:
• Seperti yang telah di jelaskan terlebih dahulu hasil Palpasi dengan Usia kehamilan :
• Periode ini dapat ditentukan dengan melihat minggu kehamilannya :
• Kehamilan < 12 minggu ----àTrimester I
• Kehamilan 13 – 24 minggu à Trimester II
• Kehamilan 25 – 40 minggu à Trimester III
Pemeriksaan Fisik Pada Ibu Hamil
A. Tujuan
Tujuan dalam pemeriksaan fisik ini yaitu untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan bayinya serta tingkat kenyamanan fisik ibu bersalin informasi dari hasil pemerksaan fisik dan anamnesa untuk membuat keputusan klinik, menegakkan diagnosis, dan mengembangkan rencana asuhan yang paling sesuai dengan kondisi ibu.
Langkah – langkah melakukan Pemeriksaan Fisik :
1. Cuci tangan
2. Tunjukan sikap ramah
3. Minta ibu mengosongkan kandung kemih
4. Nilai kesehatan dan tingkat kenyaman ibu.
5. Nilai TTV ibu.
6. Lakukan pemeriksaan abdomen
7. Lakukan pemeriksaan dalam
8. Cuci tangan
Pemeriksaan Abdomen, tujuannya yaitu :
• Menentukan tinggi fundus uteri
• Menentau kontraksi uterus
• Memantau DJJ
• Menentukan presentasi
• Menentukan penurunan bagian terbawah janin
B. Yang Perlu di Perhatikan Dalam Pemeriksaan Fisik Kala 1
1. Menentukan Tinggi Fundus
Pastikan pengukuran dilakukan pada saat uterus tidak sedang berkontraksi. Ukur tinggi fundus dengan menggunakan pita pengukur. Mulai dari tepi atas simpisis pubis kemudian rentangkan pita pengukur hingga ke puncak fundus mengikuti aksis atau linea medialis dinding abdomen. Lebar pita harus menempel pada dinding abdomebn ibu. Jarak antara tepi atas simpisis pubis dan puncak fundus uteri adalah tinggi fundus. Ini sesuai dengan teori Mc. Donald.
2. Memantau Kontraksi Uterus
Gunakan jarum detik yang ada pada jam untuk memantau kontraksi uterus letakkan tangan penolong pada atas uterus dan palpasi jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit. Tentukan durasi setiap kontrkasi yang terjadi. Pada fase aktif minimal terjadi 2 kontraksi dalam 10 menit dan lama kontraksi adalah 40 detik atau lebih. Diantara 2 kontrkasi akan terjadi relaksasi dinding uterus.
3. Memantau DJJ
Gunakan dopler untuk mendengarkan DJJ dan menghitung DJJ per menit. Lakukan penilaian DJJ pada lebih dari 1 kontraksi. Gunakan jarum detik (jam) nilai DJJ selama dan segera setelah kontraksi uterus. Dengar DJJ min 60 detik, dengarkan sampai sedikitnya 30 kontraksi. Gangguan kondisi kesehatan janin dicerminkan dari DJJ yang kurang dari 120 atau lebih dari 160 kali per menit.
Kegawatan janin ditunjukan dari DJJ yang kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali per menit. Bila demikian baringkan ibu ke sisi kiri dan anjurkan ibu untuk relaksasi. Nilai kembali DJJ setelah 5 menit dari pemeriksaan sebelumnya, kemudian simpulkan perubahan yang terjadi. Jika DJJ tidak mengalami perbaikan maka siapkan ibu untuk segera di rujuk.
4. Menentukan Presentasi
Untuk menentukan presentasi bayi :
a. Berdiri disamping dan menghadap ke kepala ibu.
b. Dengan ibu jari dan jari tengah dari 1 tangan pegang bagian terbawah janin.
c. Jika bagian terbawah janin belum masuk maka bagian tersebut masih dapat digerakan.
d. Untukkan presentasi kepala atau bokong maka berhatikan bentuk, ukuran dan kepadatannya.
5. Menentukan Penurunan Bagian Terbawah Janin
Penilaian penurunan kepala janin dilakukan dengan menghitung proporsi bagian terbawah janin yang masih berada diatas tepi atas simpisis dan dapat diukur dengan 5 jari tangan pemeriksa. Bagian diatas simpisis adalah proporsi yang belum masuk PAP dan sisanya menunjukkan sejauh mana bagian terbawah janin telah masuk kedalam rongga panggul.
Penurunan bagian terbawah dengan metode 5 jari adalah :
1. 5/5 jk bagian terbawah seluruh teraba diatas simpisis pubis.
2. 4/5 jk sebagian terbawah janin telah masuk PAP
3. 3/5 jk sbgn tlh memasuki rongga panggul
4. 2/5 jk hy sbgn terbawah janin masih berada diatas simpisis
5. 1/5 jk hy 1 dr 5 jr msh dpt mrb bagian bwh janinyg berada diatas simpisis.
6. 0/5 jk bagian terbawah janin tdk dpt teraba dr pemeriksaan luar.
C. Periksa Dalam
Sebelum melakukan periksa dalam cuci tangan dengan sabun dan air bersih, kemudian keringkan dengan handuk kering dan bersih. Minta ibu untuk berkemih dan mencuci area genitalia dengan sabun dan air. Jelaskan pada ibu setiap langkah yang akan dilakukan selama pemeriksaan. Tentramkan hati dan anjurkan ibu untuk rileks. Pastikan privasi ibu terjaga selama pemeriksaan dilakukan.
Langkah – langkah dalam melakukan pemeriksaan dalam :
1. Tutupi badan ibu dg selimut
2. Minta ibu berbaring telentang dg lutut ditekuk
3. Gunakan handscoon
4. Gunakan kasa yang di celupkan ke larutan anti septik
5. Periksa genetalian ekterna
6. Nilai cairan vagina
7. Pisahkan labia mayora dg jari manis dan ibu jari
8. Nilai vagina
9. Nilai pembukaan dan penipisan servik
10. Pastikan tali pusat tidak teraba
11. Nilai penurunan bagian terbawah janin
12. Jika bagian terbawah adlh kepala pastikan penunjuknya.
13. Jika pemeriksaan sudah lengkap keluarkan kedua jari pemeriksa
14. Cuci tangan
15. Bantu ibu untuk mengambil posisi yg nyaman
16. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu.
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Bidan Indonesia. 2008. Asuhan Persalinan norman dan Inisiasi menyusui Dini. Buku acuan dan Panduan.JNPK-KR;Jakarta
www.pemeriksaan+fisik+pada+kala+1.com
www.pemeriksaan=pada=ibu=hamil.com
Tujuan dalam pemeriksaan fisik ini yaitu untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan bayinya serta tingkat kenyamanan fisik ibu bersalin informasi dari hasil pemerksaan fisik dan anamnesa untuk membuat keputusan klinik, menegakkan diagnosis, dan mengembangkan rencana asuhan yang paling sesuai dengan kondisi ibu.
Langkah – langkah melakukan Pemeriksaan Fisik :
1. Cuci tangan
2. Tunjukan sikap ramah
3. Minta ibu mengosongkan kandung kemih
4. Nilai kesehatan dan tingkat kenyaman ibu.
5. Nilai TTV ibu.
6. Lakukan pemeriksaan abdomen
7. Lakukan pemeriksaan dalam
8. Cuci tangan
Pemeriksaan Abdomen, tujuannya yaitu :
• Menentukan tinggi fundus uteri
• Menentau kontraksi uterus
• Memantau DJJ
• Menentukan presentasi
• Menentukan penurunan bagian terbawah janin
B. Yang Perlu di Perhatikan Dalam Pemeriksaan Fisik Kala 1
1. Menentukan Tinggi Fundus
Pastikan pengukuran dilakukan pada saat uterus tidak sedang berkontraksi. Ukur tinggi fundus dengan menggunakan pita pengukur. Mulai dari tepi atas simpisis pubis kemudian rentangkan pita pengukur hingga ke puncak fundus mengikuti aksis atau linea medialis dinding abdomen. Lebar pita harus menempel pada dinding abdomebn ibu. Jarak antara tepi atas simpisis pubis dan puncak fundus uteri adalah tinggi fundus. Ini sesuai dengan teori Mc. Donald.
2. Memantau Kontraksi Uterus
Gunakan jarum detik yang ada pada jam untuk memantau kontraksi uterus letakkan tangan penolong pada atas uterus dan palpasi jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit. Tentukan durasi setiap kontrkasi yang terjadi. Pada fase aktif minimal terjadi 2 kontraksi dalam 10 menit dan lama kontraksi adalah 40 detik atau lebih. Diantara 2 kontrkasi akan terjadi relaksasi dinding uterus.
3. Memantau DJJ
Gunakan dopler untuk mendengarkan DJJ dan menghitung DJJ per menit. Lakukan penilaian DJJ pada lebih dari 1 kontraksi. Gunakan jarum detik (jam) nilai DJJ selama dan segera setelah kontraksi uterus. Dengar DJJ min 60 detik, dengarkan sampai sedikitnya 30 kontraksi. Gangguan kondisi kesehatan janin dicerminkan dari DJJ yang kurang dari 120 atau lebih dari 160 kali per menit.
Kegawatan janin ditunjukan dari DJJ yang kurang dari 100 atau lebih dari 180 kali per menit. Bila demikian baringkan ibu ke sisi kiri dan anjurkan ibu untuk relaksasi. Nilai kembali DJJ setelah 5 menit dari pemeriksaan sebelumnya, kemudian simpulkan perubahan yang terjadi. Jika DJJ tidak mengalami perbaikan maka siapkan ibu untuk segera di rujuk.
4. Menentukan Presentasi
Untuk menentukan presentasi bayi :
a. Berdiri disamping dan menghadap ke kepala ibu.
b. Dengan ibu jari dan jari tengah dari 1 tangan pegang bagian terbawah janin.
c. Jika bagian terbawah janin belum masuk maka bagian tersebut masih dapat digerakan.
d. Untukkan presentasi kepala atau bokong maka berhatikan bentuk, ukuran dan kepadatannya.
5. Menentukan Penurunan Bagian Terbawah Janin
Penilaian penurunan kepala janin dilakukan dengan menghitung proporsi bagian terbawah janin yang masih berada diatas tepi atas simpisis dan dapat diukur dengan 5 jari tangan pemeriksa. Bagian diatas simpisis adalah proporsi yang belum masuk PAP dan sisanya menunjukkan sejauh mana bagian terbawah janin telah masuk kedalam rongga panggul.
Penurunan bagian terbawah dengan metode 5 jari adalah :
1. 5/5 jk bagian terbawah seluruh teraba diatas simpisis pubis.
2. 4/5 jk sebagian terbawah janin telah masuk PAP
3. 3/5 jk sbgn tlh memasuki rongga panggul
4. 2/5 jk hy sbgn terbawah janin masih berada diatas simpisis
5. 1/5 jk hy 1 dr 5 jr msh dpt mrb bagian bwh janinyg berada diatas simpisis.
6. 0/5 jk bagian terbawah janin tdk dpt teraba dr pemeriksaan luar.
C. Periksa Dalam
Sebelum melakukan periksa dalam cuci tangan dengan sabun dan air bersih, kemudian keringkan dengan handuk kering dan bersih. Minta ibu untuk berkemih dan mencuci area genitalia dengan sabun dan air. Jelaskan pada ibu setiap langkah yang akan dilakukan selama pemeriksaan. Tentramkan hati dan anjurkan ibu untuk rileks. Pastikan privasi ibu terjaga selama pemeriksaan dilakukan.
Langkah – langkah dalam melakukan pemeriksaan dalam :
1. Tutupi badan ibu dg selimut
2. Minta ibu berbaring telentang dg lutut ditekuk
3. Gunakan handscoon
4. Gunakan kasa yang di celupkan ke larutan anti septik
5. Periksa genetalian ekterna
6. Nilai cairan vagina
7. Pisahkan labia mayora dg jari manis dan ibu jari
8. Nilai vagina
9. Nilai pembukaan dan penipisan servik
10. Pastikan tali pusat tidak teraba
11. Nilai penurunan bagian terbawah janin
12. Jika bagian terbawah adlh kepala pastikan penunjuknya.
13. Jika pemeriksaan sudah lengkap keluarkan kedua jari pemeriksa
14. Cuci tangan
15. Bantu ibu untuk mengambil posisi yg nyaman
16. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu.
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Bidan Indonesia. 2008. Asuhan Persalinan norman dan Inisiasi menyusui Dini. Buku acuan dan Panduan.JNPK-KR;Jakarta
www.pemeriksaan+fisik+pada+kala+1.com
www.pemeriksaan=pada=ibu=hamil.com
BAB II
PEMBAHASAN
Dukungan Bidan Dalam Pemberian ASI
Bidan mempunyai peranan yang sangat istimewa dalam menunjang pemberian ASI. Peran bidan dapat membantu ibu untuk memberikan ASI dengan baik dan mencegah masalah-masalah umum terjadi.
Peranan awal bidan dalam mendukung pemberian ASI adalah :
1. Meyakinkan bahwa bayi memperoleh makanan yang mencukupi dari payudara ibunya.
2. Membantu ibu sedemikian rupa sehingga ia mampu menyusui bayinya sendiri.
Bidan dapat memberikan dukungan dalam pemberian ASI, dengan :
1. Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama beberapa jam pertama.
2. Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum yang timbul.
3. Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.
4. Menempatkan bayi didekat ibu pada kamar yang sama (rawat gabung).
5. Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin.
6. Memberikan kolustrum dan ASI saja.
7. Menghindari susu botol dan “dot empeng”.
Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama beberapa jam pertama.
Bayi mulai meyusu sendiri segera setelah lahir sering disebut dengan inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini. Hal ini merupakan peristiwa penting, dimana bayi dapat melakukan kontak kulit langsung dengan ibunya dengan tujuan dapat memberikan kehangatan. Selain itu, dapat membangkitkan hubungan/ ikatan antara ibu dan bayi. Pemberian ASI seawal mungkin lebih baik, jika memungkinkan paling sedikit 30 menit setelah lahir.
Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum yang timbul.
Tujuan dari perawatan payudara untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu, sehingga pengeluaran ASI lancar. Perawatan payudara dilakukan sedini mungkin, bahkan tidak menutup kemungkinan perawatan payudara sebelum hamil sudah mulai dilakukan. Sebelum menyentuh puting susu, pastikan tangan ibu selalu bersih dan cuci tangan sebelum menyusui. Kebersihan payudara paling tidak dilakukan minimal satu kali dalam sehari, dan tidak diperkenankan mengoleskan krim, minyak, alkohol ataupun sabun pada puting susunya.
Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.
Membantu ibu segera untuk menyusui bayinya setelah lahir sangatlah penting. Semakin sering bayi menghisap puting susu ibu, maka pengeluaran ASI juga semakin lancar. Hal ini disebabkan, isapan bayi akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk segera mengeluarkan hormon oksitosin yang bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI. Pemberian ASI tidak terlepas dengan teknik atau posisi ibu dalam menyusui.
Posisi menyusui dapat dilakukan dengan :
Posisi berbaring miring
Posisi duduk
Posisi ibu tidur telentang
Posisi berbaring miring
Posisi ini baik dilakukan pada saat pertama kali atau ibu dalam keadaan lelah atau nyeri.
Posisi duduk
Pada saat pemberian ASI dengan posisi duduk dimaksudkan untuk memberikan topangan pada/ sandaran pada punggung ibu dalam posisi tegak lurus (90 derajat) terhadap pangkuannya. Posisi ini dapat dilakukan dengan bersila di atas tempat tidur atau lantai, ataupun duduk di kursi.
Tidur telentang
Seperti halnya pada saat dilakukan inisiasi menyusu dini, maka posisi ini juga dapat dilakukan oleh ibu. Posisi bayi berada di atas dada ibu diantara payudara ibu.
Tanda-tanda bayi bahwa telah berada pada posisi yang baik pada payudara antara lain: a) Seluruh tubuhnya berdekatan dan terarah pada ibu; b) Mulut dan dagu bayi berdekatan dengan payudara; c) Areola tidak akan tampak jelas; d) Bayi akan melakukan hisapan lamban dan dalam, dan menelan ASInya; e) Bayi terlihat senang dan tenang; f) Ibu tidak akan merasa nyeri pada daerah payudaranya.
Menempatkan bayi didekat ibu pada kamar yang sama (rawat gabung).
Rawat gabung adalah merupakan salah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan bersama dalam ruangan selama 24 jam penuh. Manfaat rawat gabung dalam proses laktasi dapat dilihat dari aspek fisik, fisiologis, psikologis, edukatif, ekonomi maupun medis.
Aspek fisik
Kedekatan ibu dengan bayinya dapat mempermudah bayi menyusu setiap saat, tanpa terjadwal (nir-jadwal). Dengan demikian, semakin sering bayi menyusu maka ASI segera keluar.
Aspek fisiologis
Bila ibu selalu dekat dengan bayinya, maka bayi lebih sering disusui. Sehingga bayi mendapat nutrisi alami dan kecukupan ASI. Refleks oksitosin yang ditimbulkan dari proses menyusui akan membantu involusio uteri dan produksi ASI akan dipacu oleh refleks prolaktin. Selain itu, berbagai penelitian menyatakan bahwa dengan ASI eksklusif dapat menjarangkan kehamilan atau dapat digunakan sebagai KB alami.
Aspek psikologis
Rawat gabung dapat menjalin hubungan batin antara ibu dan bayi atau proses lekat (early infant mother bounding). Hal ini disebabkan oleh adanya sentuhan badaniah ibu dan bayi. Kehangatan tubuh ibu memberikan stimulasi mental yang diperlukan bayi, sehingga mempengaruhi kelanjutan perkembangan psikologis bayi. Ibu yang dapat memberikan ASI secara eksklusif, merupakan kepuasan tersendiri.
Aspek edukatif
Rawat gabung memberikan pengalaman bagi ibu dalam hal cara merawat bayi dan merawat dirinya sendiri pasca melahirkan. Pada saat inilah, dorongan suami dan keluarga sangat dibutuhkan oleh ibu.
Aspek ekonomi
Rawat gabung tidak hanya memberikan manfaat pada ibu maupun keluarga, tetapi juga untuk rumah sakit maupun pemerintah. Hal ini merupakan suatu penghematan dalam pembelian susu buatan dan peralatan lain yang dibutuhkan.
Aspek medis
Pelaksanaan rawat gabung dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Selain itu, ibu dapat melihat perubahan fisik atau perilaku bayinya yang menyimpang dengan cepat. Sehingga dapat segera menanyakan kepada petugas kesehatan sekiranya ada hal-hal yang dianggap tidak wajar.
Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin.
Pemberian ASI sebaiknya sesering mungkin tidak perlu dijadwal, bayi disusui sesuai dengan keinginannya (on demand). Bayi dapat menentukan sendiri kebutuhannya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung akan kosong dalam 2 jam. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi berikutnya.
Memberikan kolustrum dan ASI saja.
ASI dan kolustrum merupakan makanan yang terbaik untuk bayi. Kandungan dan komposisi ASI sangat sesuai dengan kebutuhan bayi pada keadaan masing-masing. ASI dari ibu yang melahirkan prematur sesuai dengan kebutuhan prematur dan juga sebaliknya ASI dari ibu yang melahirkan bayi cukup bulan maka sesuai dengan kebutuhan bayi cukup bulan juga.
Menghindari susu botol dan “dot empeng”.
Pemberian susu dengan botol dan kempengan dapat membuat bayi bingung puting dan menolak menyusu atau hisapan bayi kurang baik. Hal ini disebabkan, mekanisme menghisap dari puting susu ibu dengan botol jauh berbeda.
1. Biarkan bayi bersama ibunya segera sesudah dilahirkan selama beberapa jam pertama.
a. Membina hubungan / ikatan disamping bagi pemberian ASI.
b. Memberikan rasa hangat dengan membaringkan dan menempelkan pada kulit ibunya dan menyelimutinya.
Segera susui bayi maksimal setengah jam pertama setelah persalinan. Hal ini sangat penting apakah bayi akan mendapat cukup ASI atau tidak. Ini didasari oleh peran hormon pembuat ASI, antara lain hormon prolaktin dalam peredaran darah ibu akan menurun setelah satu jam persalinan yang disebabkan oleh lepasnya plasenta.
Sebagai upaya untuk tetap mempertahankan prolaktin, isapan bayi akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon oksitosin bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI yang ada pada alveoli, lobus serta duktus yang berisi ASI yang dikeluarkan melalui putting susu.
Apabila bayi tidak menghisap putting susu pada setengah jam setelah persalinan, hormon prolaktin akan turun dan sulit merangsang prolaktin sehingga ASI baru akan keluar pada hari ke tiga atau lebih.
2. Ajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum yang timbul.
Perawatan yang dilakukan bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI. Pelaksanaan perawatan payudara hendaknya dimulai sedini mungkin, yaitu 1 – 2 hari setelah bayi dilahirkan dan dilakukan 2 kali sehari. Agar tujuan perawatan ini dapat tercapai, bidan melakukan perawatan payudara. Mengupayakan tangan dan putting susu tetap bersih, jangan mengoleskan krim, minyak, alkohol atau sabun pada putting susu.
3. Bantu ibu pada waktu pertama kali menyusui.
Segera susui bayi maksimal setengah jam pertama setelah persalinan. Hal ini sangat penting apakah bayi akan mendapat cukup ASI atau tidak. Ini didasari oleh peran hormon pembuat ASI, antara lain hormon prolaktin dalam peredaran darah ibu akan menurun setelah satu jam persalinan yang disebabkan oleh lepasnya plasenta.
Sebagai upaya untuk tetap mempertahankan prolaktin, isapan bayi akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon oksitosin bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI yang ada pada alveoli, lobus serta duktus yang berisi ASI yang dikeluarkan melalui putting susu.
Apabila bayi tidak menghisap putting susu pada setengah jam setelah persalinan, hormon prolaktin akan turun dan sulit merangsang prolaktin sehingga ASI baru akan keluar pada hari ke tiga atau lebih. Hal ini memaksa bidan memberikan makanan pengganti ASI karena bayi yang tidak mendapat ASI cukup dan akan membuat bayi rewel.
Posisi menyusui yang benar disini adalah penting :
a. Berbaring miring
Ini merupakan posisi yang amat baik untuk pemberian ASI yang pertama kali atau bila ibu merasa lelah atau nyeri.
b. Duduk
Penting untuk memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu dalam posisinya tegak lurus (90 derajat) terhadap pangkuannya. Ini mungkin dapat dilakukan dengan duduk bersila di tempat tidur atau dilantai atau duduk dikursi.
4. Bayi harus ditempatkan dekat dengan ibunya dikamar yang sama (rawat gabung/roming in).
Tujuan rawat gabung atau roming in adalah :
a. Agar ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin, kapan saja dan dimana saja dan dapat menunjukkan tanda-tanda yang menunjukkan bayi lapar.
b. Ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi secara benar yang dilakukan oleh bidan, serta mempunyai bekal keterampilan merawat bayi setelah ibu pulang kerumahnya.
c. Dapat melibatkan suami/keluarga klien secara aktif untuk membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya.
5. Hanya berikan kolostrum dan ASI saja.
ASI dan kolostrum adalah makanan terbaik bagi bayi. Kolostrum merupakan cairan kental kekuning-kuningan yang dihasilkan oleh alveoli payudara ibu pada periode akhir atau trimester ketiga kehamilan. Kolostrum dikeluarkan pada hari pertama setelah persalinan, jumlah kolostrum akan bertambah dan mencapai komposisi ASI biasa/matur sekitar 3-14 hari. Dibandingkan ASI matang, kolostrum mengandung laktosa, lemak, dan vitamin larut dalam air (vitamin B dan C) lebih rendah, tetapi memiliki kandungan protein, mineral dan vitamin larut dalam lemak (vitamin A,D,E,K), dan beberapa mineral (seperti seng dan sodium) yang lebih tinggi. Kolostrum juga merupakan pencahar untuk mengeluarkan meconium dari usus bayi dan mempersiapkan saluran pencernaan bayi bagi makanan yang akan datang.
ASI mampu memberi perlindungan baik secara aktif maupun pasif, ASI juga mengandung zat anti-infeksi bayi akan terlindung dari berbagai macam infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit. Pemberian ASI sangat dianjurkan, terlebih saat 4 bulan pertama, tetapi bila memungkinkan sampai 6 bulan yang dilanjutkan sampai usia 2 tahun dengan makanan padat.
Banyak keunggulan dari ASI yang penting disampaikan oleh bidan pada ibu menyusui, untuk memacu agar ibu menyusui lebih bersemangat dalam memberikan ASI pada bayinya.
Makanan lain termasuk air dapat membuat bayi sakit dan menurunkan persediaan ASI ibunya karena ibu memproduksi ASI tergantung pada seberapa banyak ASInya dihisap oleh bayi. Bila minuman lain atau air diberikan, bayi tak akan merasa lapar sehingga ia tak akan menghisap.
6. Hindari susu botol dan “dot empeng “
Secara psikologis, bayi yang disusui oleh ibunya sejak dini sudah terlatih bahwa untuk mendapatkan sesuatu harus ada usaha yang dilakukan, semakin kuat usaha yang dilaksanakan maka semakin banyak yang diperoleh. Berbeda dengan bayi yang menggunakan susu botol dan kempengan, dari awal sudah membiasakan bayi dengan menyuapi. Kebiasaan ini akan membentuk pribadi anak menjadi malas dan kurang berusaha, sehingga sangat merugikan bayi yang akhirnya bayi akan mengalami bingung puting, ini terjadi bila bayi pada saat menyusui bersikap pasif (menunggu tetesan ASI), sedangkan ASI tidak akan keluar. Pada akhirnya bayi kecewa dan menyusu dengan berkali-kali melepas isapan atau terputus-putus seperti menyusu pada botol sedangkan mekanisme menghisap botol atau kempengan berbeda dari mekanisme menghisap putting susu pada payudara ibu.
1. Tujuan pemberian ASI sedini mungkin atau early initiation adalah ..
1. Menjaga kehangatan bayi
2. Bayi diletakkan di antara payudara ibu
3. Mulai menyusu pada payudara kanan
4. Rangsangan ikatan batin yang sakit
5. Menyenangkan hati suami
SUMBER :
http://www.lusa.web.id/dukungan-bidan-dalam-pemberian-asi/
http://enyretnaambarwati.blogspot.com/2010/09/dukungan-bidan-dalam-pemberian-asi.html
http://www.lusa.web.id/latihan-soal-asuhan-kebidanan-iii-askeb-nifas-bagian-iii/#more-917
PEMBAHASAN
Dukungan Bidan Dalam Pemberian ASI
Bidan mempunyai peranan yang sangat istimewa dalam menunjang pemberian ASI. Peran bidan dapat membantu ibu untuk memberikan ASI dengan baik dan mencegah masalah-masalah umum terjadi.
Peranan awal bidan dalam mendukung pemberian ASI adalah :
1. Meyakinkan bahwa bayi memperoleh makanan yang mencukupi dari payudara ibunya.
2. Membantu ibu sedemikian rupa sehingga ia mampu menyusui bayinya sendiri.
Bidan dapat memberikan dukungan dalam pemberian ASI, dengan :
1. Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama beberapa jam pertama.
2. Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum yang timbul.
3. Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.
4. Menempatkan bayi didekat ibu pada kamar yang sama (rawat gabung).
5. Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin.
6. Memberikan kolustrum dan ASI saja.
7. Menghindari susu botol dan “dot empeng”.
Membiarkan bayi bersama ibunya segera sesudah lahir selama beberapa jam pertama.
Bayi mulai meyusu sendiri segera setelah lahir sering disebut dengan inisiasi menyusu dini (early initiation) atau permulaan menyusu dini. Hal ini merupakan peristiwa penting, dimana bayi dapat melakukan kontak kulit langsung dengan ibunya dengan tujuan dapat memberikan kehangatan. Selain itu, dapat membangkitkan hubungan/ ikatan antara ibu dan bayi. Pemberian ASI seawal mungkin lebih baik, jika memungkinkan paling sedikit 30 menit setelah lahir.
Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum yang timbul.
Tujuan dari perawatan payudara untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu, sehingga pengeluaran ASI lancar. Perawatan payudara dilakukan sedini mungkin, bahkan tidak menutup kemungkinan perawatan payudara sebelum hamil sudah mulai dilakukan. Sebelum menyentuh puting susu, pastikan tangan ibu selalu bersih dan cuci tangan sebelum menyusui. Kebersihan payudara paling tidak dilakukan minimal satu kali dalam sehari, dan tidak diperkenankan mengoleskan krim, minyak, alkohol ataupun sabun pada puting susunya.
Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.
Membantu ibu segera untuk menyusui bayinya setelah lahir sangatlah penting. Semakin sering bayi menghisap puting susu ibu, maka pengeluaran ASI juga semakin lancar. Hal ini disebabkan, isapan bayi akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk segera mengeluarkan hormon oksitosin yang bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI. Pemberian ASI tidak terlepas dengan teknik atau posisi ibu dalam menyusui.
Posisi menyusui dapat dilakukan dengan :
Posisi berbaring miring
Posisi duduk
Posisi ibu tidur telentang
Posisi berbaring miring
Posisi ini baik dilakukan pada saat pertama kali atau ibu dalam keadaan lelah atau nyeri.
Posisi duduk
Pada saat pemberian ASI dengan posisi duduk dimaksudkan untuk memberikan topangan pada/ sandaran pada punggung ibu dalam posisi tegak lurus (90 derajat) terhadap pangkuannya. Posisi ini dapat dilakukan dengan bersila di atas tempat tidur atau lantai, ataupun duduk di kursi.
Tidur telentang
Seperti halnya pada saat dilakukan inisiasi menyusu dini, maka posisi ini juga dapat dilakukan oleh ibu. Posisi bayi berada di atas dada ibu diantara payudara ibu.
Tanda-tanda bayi bahwa telah berada pada posisi yang baik pada payudara antara lain: a) Seluruh tubuhnya berdekatan dan terarah pada ibu; b) Mulut dan dagu bayi berdekatan dengan payudara; c) Areola tidak akan tampak jelas; d) Bayi akan melakukan hisapan lamban dan dalam, dan menelan ASInya; e) Bayi terlihat senang dan tenang; f) Ibu tidak akan merasa nyeri pada daerah payudaranya.
Menempatkan bayi didekat ibu pada kamar yang sama (rawat gabung).
Rawat gabung adalah merupakan salah satu cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan bersama dalam ruangan selama 24 jam penuh. Manfaat rawat gabung dalam proses laktasi dapat dilihat dari aspek fisik, fisiologis, psikologis, edukatif, ekonomi maupun medis.
Aspek fisik
Kedekatan ibu dengan bayinya dapat mempermudah bayi menyusu setiap saat, tanpa terjadwal (nir-jadwal). Dengan demikian, semakin sering bayi menyusu maka ASI segera keluar.
Aspek fisiologis
Bila ibu selalu dekat dengan bayinya, maka bayi lebih sering disusui. Sehingga bayi mendapat nutrisi alami dan kecukupan ASI. Refleks oksitosin yang ditimbulkan dari proses menyusui akan membantu involusio uteri dan produksi ASI akan dipacu oleh refleks prolaktin. Selain itu, berbagai penelitian menyatakan bahwa dengan ASI eksklusif dapat menjarangkan kehamilan atau dapat digunakan sebagai KB alami.
Aspek psikologis
Rawat gabung dapat menjalin hubungan batin antara ibu dan bayi atau proses lekat (early infant mother bounding). Hal ini disebabkan oleh adanya sentuhan badaniah ibu dan bayi. Kehangatan tubuh ibu memberikan stimulasi mental yang diperlukan bayi, sehingga mempengaruhi kelanjutan perkembangan psikologis bayi. Ibu yang dapat memberikan ASI secara eksklusif, merupakan kepuasan tersendiri.
Aspek edukatif
Rawat gabung memberikan pengalaman bagi ibu dalam hal cara merawat bayi dan merawat dirinya sendiri pasca melahirkan. Pada saat inilah, dorongan suami dan keluarga sangat dibutuhkan oleh ibu.
Aspek ekonomi
Rawat gabung tidak hanya memberikan manfaat pada ibu maupun keluarga, tetapi juga untuk rumah sakit maupun pemerintah. Hal ini merupakan suatu penghematan dalam pembelian susu buatan dan peralatan lain yang dibutuhkan.
Aspek medis
Pelaksanaan rawat gabung dapat mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Selain itu, ibu dapat melihat perubahan fisik atau perilaku bayinya yang menyimpang dengan cepat. Sehingga dapat segera menanyakan kepada petugas kesehatan sekiranya ada hal-hal yang dianggap tidak wajar.
Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin.
Pemberian ASI sebaiknya sesering mungkin tidak perlu dijadwal, bayi disusui sesuai dengan keinginannya (on demand). Bayi dapat menentukan sendiri kebutuhannya. Bayi yang sehat dapat mengosongkan satu payudara sekitar 5-7 menit dan ASI dalam lambung akan kosong dalam 2 jam. Menyusui yang dijadwalkan akan berakibat kurang baik, karena isapan bayi sangat berpengaruh pada rangsangan produksi berikutnya.
Memberikan kolustrum dan ASI saja.
ASI dan kolustrum merupakan makanan yang terbaik untuk bayi. Kandungan dan komposisi ASI sangat sesuai dengan kebutuhan bayi pada keadaan masing-masing. ASI dari ibu yang melahirkan prematur sesuai dengan kebutuhan prematur dan juga sebaliknya ASI dari ibu yang melahirkan bayi cukup bulan maka sesuai dengan kebutuhan bayi cukup bulan juga.
Menghindari susu botol dan “dot empeng”.
Pemberian susu dengan botol dan kempengan dapat membuat bayi bingung puting dan menolak menyusu atau hisapan bayi kurang baik. Hal ini disebabkan, mekanisme menghisap dari puting susu ibu dengan botol jauh berbeda.
1. Biarkan bayi bersama ibunya segera sesudah dilahirkan selama beberapa jam pertama.
a. Membina hubungan / ikatan disamping bagi pemberian ASI.
b. Memberikan rasa hangat dengan membaringkan dan menempelkan pada kulit ibunya dan menyelimutinya.
Segera susui bayi maksimal setengah jam pertama setelah persalinan. Hal ini sangat penting apakah bayi akan mendapat cukup ASI atau tidak. Ini didasari oleh peran hormon pembuat ASI, antara lain hormon prolaktin dalam peredaran darah ibu akan menurun setelah satu jam persalinan yang disebabkan oleh lepasnya plasenta.
Sebagai upaya untuk tetap mempertahankan prolaktin, isapan bayi akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon oksitosin bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI yang ada pada alveoli, lobus serta duktus yang berisi ASI yang dikeluarkan melalui putting susu.
Apabila bayi tidak menghisap putting susu pada setengah jam setelah persalinan, hormon prolaktin akan turun dan sulit merangsang prolaktin sehingga ASI baru akan keluar pada hari ke tiga atau lebih.
2. Ajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu untuk mencegah masalah umum yang timbul.
Perawatan yang dilakukan bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran susu sehingga memperlancar pengeluaran ASI. Pelaksanaan perawatan payudara hendaknya dimulai sedini mungkin, yaitu 1 – 2 hari setelah bayi dilahirkan dan dilakukan 2 kali sehari. Agar tujuan perawatan ini dapat tercapai, bidan melakukan perawatan payudara. Mengupayakan tangan dan putting susu tetap bersih, jangan mengoleskan krim, minyak, alkohol atau sabun pada putting susu.
3. Bantu ibu pada waktu pertama kali menyusui.
Segera susui bayi maksimal setengah jam pertama setelah persalinan. Hal ini sangat penting apakah bayi akan mendapat cukup ASI atau tidak. Ini didasari oleh peran hormon pembuat ASI, antara lain hormon prolaktin dalam peredaran darah ibu akan menurun setelah satu jam persalinan yang disebabkan oleh lepasnya plasenta.
Sebagai upaya untuk tetap mempertahankan prolaktin, isapan bayi akan memberikan rangsangan pada hipofisis untuk mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon oksitosin bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI yang ada pada alveoli, lobus serta duktus yang berisi ASI yang dikeluarkan melalui putting susu.
Apabila bayi tidak menghisap putting susu pada setengah jam setelah persalinan, hormon prolaktin akan turun dan sulit merangsang prolaktin sehingga ASI baru akan keluar pada hari ke tiga atau lebih. Hal ini memaksa bidan memberikan makanan pengganti ASI karena bayi yang tidak mendapat ASI cukup dan akan membuat bayi rewel.
Posisi menyusui yang benar disini adalah penting :
a. Berbaring miring
Ini merupakan posisi yang amat baik untuk pemberian ASI yang pertama kali atau bila ibu merasa lelah atau nyeri.
b. Duduk
Penting untuk memberikan topangan atau sandaran pada punggung ibu dalam posisinya tegak lurus (90 derajat) terhadap pangkuannya. Ini mungkin dapat dilakukan dengan duduk bersila di tempat tidur atau dilantai atau duduk dikursi.
4. Bayi harus ditempatkan dekat dengan ibunya dikamar yang sama (rawat gabung/roming in).
Tujuan rawat gabung atau roming in adalah :
a. Agar ibu dapat menyusui bayinya sedini mungkin, kapan saja dan dimana saja dan dapat menunjukkan tanda-tanda yang menunjukkan bayi lapar.
b. Ibu dapat melihat dan memahami cara perawatan bayi secara benar yang dilakukan oleh bidan, serta mempunyai bekal keterampilan merawat bayi setelah ibu pulang kerumahnya.
c. Dapat melibatkan suami/keluarga klien secara aktif untuk membantu ibu dalam menyusui dan merawat bayinya.
5. Hanya berikan kolostrum dan ASI saja.
ASI dan kolostrum adalah makanan terbaik bagi bayi. Kolostrum merupakan cairan kental kekuning-kuningan yang dihasilkan oleh alveoli payudara ibu pada periode akhir atau trimester ketiga kehamilan. Kolostrum dikeluarkan pada hari pertama setelah persalinan, jumlah kolostrum akan bertambah dan mencapai komposisi ASI biasa/matur sekitar 3-14 hari. Dibandingkan ASI matang, kolostrum mengandung laktosa, lemak, dan vitamin larut dalam air (vitamin B dan C) lebih rendah, tetapi memiliki kandungan protein, mineral dan vitamin larut dalam lemak (vitamin A,D,E,K), dan beberapa mineral (seperti seng dan sodium) yang lebih tinggi. Kolostrum juga merupakan pencahar untuk mengeluarkan meconium dari usus bayi dan mempersiapkan saluran pencernaan bayi bagi makanan yang akan datang.
ASI mampu memberi perlindungan baik secara aktif maupun pasif, ASI juga mengandung zat anti-infeksi bayi akan terlindung dari berbagai macam infeksi, baik yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur atau parasit. Pemberian ASI sangat dianjurkan, terlebih saat 4 bulan pertama, tetapi bila memungkinkan sampai 6 bulan yang dilanjutkan sampai usia 2 tahun dengan makanan padat.
Banyak keunggulan dari ASI yang penting disampaikan oleh bidan pada ibu menyusui, untuk memacu agar ibu menyusui lebih bersemangat dalam memberikan ASI pada bayinya.
Makanan lain termasuk air dapat membuat bayi sakit dan menurunkan persediaan ASI ibunya karena ibu memproduksi ASI tergantung pada seberapa banyak ASInya dihisap oleh bayi. Bila minuman lain atau air diberikan, bayi tak akan merasa lapar sehingga ia tak akan menghisap.
6. Hindari susu botol dan “dot empeng “
Secara psikologis, bayi yang disusui oleh ibunya sejak dini sudah terlatih bahwa untuk mendapatkan sesuatu harus ada usaha yang dilakukan, semakin kuat usaha yang dilaksanakan maka semakin banyak yang diperoleh. Berbeda dengan bayi yang menggunakan susu botol dan kempengan, dari awal sudah membiasakan bayi dengan menyuapi. Kebiasaan ini akan membentuk pribadi anak menjadi malas dan kurang berusaha, sehingga sangat merugikan bayi yang akhirnya bayi akan mengalami bingung puting, ini terjadi bila bayi pada saat menyusui bersikap pasif (menunggu tetesan ASI), sedangkan ASI tidak akan keluar. Pada akhirnya bayi kecewa dan menyusu dengan berkali-kali melepas isapan atau terputus-putus seperti menyusu pada botol sedangkan mekanisme menghisap botol atau kempengan berbeda dari mekanisme menghisap putting susu pada payudara ibu.
1. Tujuan pemberian ASI sedini mungkin atau early initiation adalah ..
1. Menjaga kehangatan bayi
2. Bayi diletakkan di antara payudara ibu
3. Mulai menyusu pada payudara kanan
4. Rangsangan ikatan batin yang sakit
5. Menyenangkan hati suami
SUMBER :
http://www.lusa.web.id/dukungan-bidan-dalam-pemberian-asi/
http://enyretnaambarwati.blogspot.com/2010/09/dukungan-bidan-dalam-pemberian-asi.html
http://www.lusa.web.id/latihan-soal-asuhan-kebidanan-iii-askeb-nifas-bagian-iii/#more-917
BAB I
PNDAHULUAN
A. LAtar Belakang
Imunisasi adalah satu hal yang tidak dapat ditinggalkan dari kehidupan seseorang. Sebgaimana yang kita ketahui bahwa dengan adanya imunisasi maka ia akan lebih peka terhadap bakteri atau virus yang sejenisnya tersebut di dalam tubuhnya. Oleh sebab itu pemerintah mewajibkan kepada setiap orang tua agar dapat membawa anaknya berimunisasi. Bagi orang tua yang bersedia membawa anaknya pergi imunisasi bukan hanya telah melindungi anaknya dari awal tetapi juga telah membantu program pemerintah yaitu menyehatkan seluruh anak – anak Indonesia.
Polio merupakan salah satu imunisasi yang diberikan kepada anak yang baru lahir dan setelah itu disusul dengan jarak 6 – 8 minggu. Imunisasi polio ini diberikan dengan tujuan agar anak – anak terhindar dari virus polio dan dapat tumbuh selayaknya anka normal. Virus polio ini sangat mudah menyerang kepada anak – anak terutama lewat makanan dan dari mulut ke mulut oleh sebab itu untuk pencegahannya perlu diberikan imunisasi polio agar tubuh si anak ini lebih dahulu mengenal virus polio ini dan ketika virus ini menyerang tubuh si anak maka virus yang telah di lemahkan ini dapat melemahakan virus polio yang baru masuk.
B. Permasahan
Adapun yang menjadi permasalahan oleh penulis dalam menyelesaika makalah ini yaitu ada beberapa hal :
1. Apa pengertian dari Polio itu sendiri.
2. Bagaimana dosis, cara pemberian dan lama pemberian.
3. Stabilitas penyimpanan yang baik untuk imunisasi polio ini.
4. Kontraindikasi dari penggunaan imunisasi polio ini.
5. Interaksi imunisasi polio ini dengan yang lainnya.
C. Tujuan
Sedangkan yang ingin di capai oleh penulis dengan pembuatan makalah ini yaitu penulis ingi mengetahui tentang polio ini baik penyakit ataupun imunisasinya, dan juga dosis imunisasi yang dapat diberikan serta tempat penyimpanan imunisasi ini yang baik dan juga penulis ingin mengetahaui bagaimana interaksi imunisasai polio ini dengan makanan, ibu hami dan yang lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penyakit poliomielitis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus polio. Virus polio sangat menular, disebarkan melalui makanan atau dari mulut ke mulut. Penyakit polio menimbulkan kelumpuhan anggota badan bagian bawah pada anak. Polio juga bisa menyebabkan peradangan pada selaput otak.Imunisasi polio dapat mencegah penyakti poliomyelitis.
Imunisasi polio diwajibkan di Indonesia, yaitu saat anak lahir, dan selanjutnya diberikan tiga dosis berturut-turut dengan jarak 6-8 minggu. Jenis vaksinasi polio dibagi menjadi 2 polio hidup yang diberikan lewat mulut (OPV) dan vaksin polio mati yang disuntikan (IPV). Di Indonesia, vaksin polio yang dianjurkan adalah polio hidup yang diberikan melalui mulut, dengan dosis 2 tetes (0,1 ml), bila dalam 10 menit dimuntahkan, maka dosis tersebut pelu diulang. Imunisasi polio yang disuntikan diberikan 0,5 ml subkutan dalam tiga kali pemberian berturut-turut dalam jarak 2 bulan masing-masing dosis. Perlindungan mukosa (selaput usus) yang ditimbulkan IPV lebih rendah daripada OPV.
Vaksin polio oral tidak boleh diberikan dalam keadaan :
1. Infeksi HIV atau kontak dengan HIV serumah
2. Keadaan kekebalan tubuh yang rendah atau tinggal serumah dengan pasien yang memiliki kekekebalan tubuh yang rendah seperti : terapi steroid jangka panjang, penyakit kanker, dalam kemoterapi.
3. Muntah atau diare berat, pemberian vaksin ditunda
Vaksin polio suntik tidak boleh diberikan dalam keadaan : Adanya alergi terhadap neomisin, streptomisin, polimiksin-B. Dan pada kehamilan tidak dianjurkan untuk ibu hamil kurang dari 4 bulan.kemudian pemberian polio juga tidak boleh diberikan pada keadaan demam >38.5 C, jika mengalami suhu setinggi ini maka pemberian vaksin harus ditunda.
Risiko dari pemberian vaksin polio :
1. Seperti sediaan obat lainnya, vaksin polio berisiko menimbulkan efek samping baik ringan maupun berat, namun risiko ini sangat kecil dibandingkan dengan jika menderita poliomielitis.
2. Setelah pemberian vaksin dapat mengalami gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot, namun ini sangat jarang.
3. Kasus poliomyelitis yang berkaitan dengan vaksin pernah dilaporkan 1 dari 2,5 juta vaksin. Lumpuh layu setelah vaksin ini terjadi 4-30 hari setelah pemberian OPV dan 4-75 hari setelah kontak dengan penerima OPV.
4. Hubungi dokter anda jika ada keluhan yang berat seperti demam tinggi dan gangguan perilaku atau tanda reaksi berat seperti sesak nafas, mengi, urtikaria, pusing sampai pingsan.
B. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
OPV : Tiap dosis (2 tetes = 0.1 mL)
- Tipe 1 : 10 / 20 dosis = 10 CCID
- Tipe 2 : 10 / 20 dosis = 10 CCID
- Tipe 3 : 10 dosis = 105,5 CCID50, 20 dosis = 10 CCID
Dosis oral : 2 tetes langsung ke dalam mulut melalui pipet atau dispenser. Harus dijaga jangan sampai vaksin dalam dropper multi dose terkontaminasi oleh air liur. Bayi harus menerima minimal 3 dosis dengan interval minimum 4 minggu. Di daerah non endemi, dosis pertama diberikan mulai usia 6 minggu bersamaan dengan dosis pertama vaksin DTP (Difteri, Tetanus, Pertussis). Di daerah endemi, diperlukan dosis ekstra yang diberikan segera setelah bayi dilahirkan. Vaksin ini tetap aman dan efektif jika diberikan pada waktu yang bersamaan dengan pemberian vaksin campak, DTP, DT, Td, TT, BCG, Hepatitis B dan Yellow fever.
C. Stabilitas Penyimpanan
Disimpan pada suhu 2-8°C, tidak boleh dibekukan dan terlindung dari cahaya.Bila vaksin sudah dibuka dan disimpan pada suhu 2-8°C, potensi bertahan selama 7 hari. Tidak boleh disimpan lebih dari 6 bulan. Jika disimpan pada suhu -20°C atau lebih rendah, maka potensi vaksin sampai masa daluwarsa sesuai yang tertera pada vial. Daluwarsa tergantung pada penyimpanan : suhu -20°C, daluwarsa 2 tahun; suhu 2-8°C, daluwarsa 6 bulan.
D. Kontraindikasi
Bayi yang mengidap HIV (Human Immunodeficiency Virus) : imunisasi dilakukan berdasarkan jadwal standar tertentu pada bayi pengidap virus HIV baik yang tanpa gejala maupun dengan gejala. Pasien immune deficiency : tidak ada efek berbahaya yang timbul akibat pemberian pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh. Individu dengan riwayat anafilaktik terhadap vaksin. Perlu diperhatikan adanya kemungkinan reaksi alergi terhadap anti-infeksi yang digunakan pada produksi OPV (Neomycin, Streptomycin).
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0.17 : 1.000.000).
E. Interaksi
- Dengan Obat Lain : Obat-obat imunosupresan (antineoplastics atau therapeutic doses of corticosteroids) menurunkan respon vaksin dan disarankan untuk menunda imunisasi. OPV dilaporkan menekan tuberculin skin sensitivity untuk sementara waktu, oleh karena itu jika diperlukan, dilakukan tuberculin tests sebelum atau secara bersamaan atau 4-6 minggu setelah pemberian vaksin. OPV dapat diberikan bersamaan dengan vaksin campak, mumps, rubella, DTP.
- Dengan Makanan : tidak memiliki efek samping terhadap makan apapun.
- Terhadap Kehamilan : Meskipun belum ada penelitian yang cukup tentang efek OPV terhadap perkembangan fetus atau belum tersedia bukti-bukti mengenai efek samping OPV pada wanita hamil atau perkembangan fetus, vaksinasi selama kehamilan sebaiknya dihindari kecuali jika berisiko tinggi terpapar infeksi atau diperlukan proteksi yang segera terhadap poliomyelitis (misalnya melakukan perjalanan ke daerah endemi).
- Terhadap Ibu Menyusui : Organisme yang terdapat pada OPV melakukan multiplikasi di dalam tubuh dan beberapa mungkin ddistribusikan ke dalam ASI setelah pemberian imunisasi pada ibu menyusui. Meskipun demikian, tidak ada bukti terhadap pengaruhnya pada bayi.
Bentuk Sediaan : Kemasan 10 dosis dan 20 dosis, Masing-masing Dilengkapi 1 Buah Dropper
Peringatan : OPV harus diberikan secara oral, tidak boleh diberikan secara parenteral. OPV tidak boleh diberikan pada pasien yang diare atau muntah, vaksin boleh diberikan setelah diarenya berhenti. Oleh karena OPV dieksresikan melalui feses sampai 6 bulan, higiene personal harus ditingkatkan. Vaksin poliomyelitis mungkin mengandung sejumlah kecil antibakteri seperti Neomycin, Polymyxin B dan Streptomycin. Oleh karena itu sebaiknya hati-hati digunakan pada pasien yang hipersensitif terhadap antibakteri tersebut. OPV tidak boleh diberikan kepada pasien immunocompro-mised karena berisiko tinggi terhadap terjadinya vaccine-associated paralytic poliomyelitis.Pasien asymptomatic HIV-positive dapat diberikan OPV tetapi eksresi melalui feses lebih lama dibandingkan pasien yang tidak terinfeksi. Sedangkan untuk pasien symptomatic HIV-positive diberikan inactivated poliomyelitis vaccine. Pemberian injeksi intramuskular IPV setelah OPV tidak boleh dilakukan karena berisiko tinggi terhadap terjadinya vaccine-associated paralytic poliomyelitis
Mekanisme Aksi : OPV : menstimulasi pembentukan antibodi dalam darah maupun jaringan mukosa saluran pencernaan, dengan demikian mencegah penyebaran infeksi ke sistem saraf pusat dan multiplikasi virus dalam saluran pencernaan. IPV memberikan imunitas yang sangat kecil dalam saluran pencernaan, oleh karena itu jika pasien yang mendapat imunisasi IPV terinfeksi oleh wild poliovirus, maka virus masih dapat berkembang biak dalam usus sehingga meningkatkan risiko transmisi lanjut. IPV tidak berisiko terhadap terjadinya vaccine-associated paralytic poliomyelitis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Virus polio sangat menular, disebarkan melalui makanan atau dari mulut ke mulut. Penyakit polio menimbulkan kelumpuhan anggota badan bagian bawah pada anak.
2. Dosis oral untuk imunisasi polio yaitu 2 tetes langsung ke dalam mulut melalui pipet atau dispenser.
3. Imunisasi polio dapat berintekrasi dengan obat lain, dengan makanan dan ibu menyusui.
B. Saran
Hendaknya orang tua membawa anaknya untuk imunisasi polio agar si anak dapat jaug dari virus polio karena penyakit polio dapat merusak alat gerak anak dan masa depan anak. Dan lagi pula pemerintah mengadakan pecan imunisasi nasional dan minggu campak dan polio gunanya untuk menyehatkan seluruh anak – anak di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://imunisasipolio.com
http://penyakitpolio+imunisasipolio.com
Martindale, 35th edition, 2007
Vademecum, 2002
AHFS, 2006
Pedoman Imunisasi di Indonesia.2006.Indonesia sehat 2007
PNDAHULUAN
A. LAtar Belakang
Imunisasi adalah satu hal yang tidak dapat ditinggalkan dari kehidupan seseorang. Sebgaimana yang kita ketahui bahwa dengan adanya imunisasi maka ia akan lebih peka terhadap bakteri atau virus yang sejenisnya tersebut di dalam tubuhnya. Oleh sebab itu pemerintah mewajibkan kepada setiap orang tua agar dapat membawa anaknya berimunisasi. Bagi orang tua yang bersedia membawa anaknya pergi imunisasi bukan hanya telah melindungi anaknya dari awal tetapi juga telah membantu program pemerintah yaitu menyehatkan seluruh anak – anak Indonesia.
Polio merupakan salah satu imunisasi yang diberikan kepada anak yang baru lahir dan setelah itu disusul dengan jarak 6 – 8 minggu. Imunisasi polio ini diberikan dengan tujuan agar anak – anak terhindar dari virus polio dan dapat tumbuh selayaknya anka normal. Virus polio ini sangat mudah menyerang kepada anak – anak terutama lewat makanan dan dari mulut ke mulut oleh sebab itu untuk pencegahannya perlu diberikan imunisasi polio agar tubuh si anak ini lebih dahulu mengenal virus polio ini dan ketika virus ini menyerang tubuh si anak maka virus yang telah di lemahkan ini dapat melemahakan virus polio yang baru masuk.
B. Permasahan
Adapun yang menjadi permasalahan oleh penulis dalam menyelesaika makalah ini yaitu ada beberapa hal :
1. Apa pengertian dari Polio itu sendiri.
2. Bagaimana dosis, cara pemberian dan lama pemberian.
3. Stabilitas penyimpanan yang baik untuk imunisasi polio ini.
4. Kontraindikasi dari penggunaan imunisasi polio ini.
5. Interaksi imunisasi polio ini dengan yang lainnya.
C. Tujuan
Sedangkan yang ingin di capai oleh penulis dengan pembuatan makalah ini yaitu penulis ingi mengetahui tentang polio ini baik penyakit ataupun imunisasinya, dan juga dosis imunisasi yang dapat diberikan serta tempat penyimpanan imunisasi ini yang baik dan juga penulis ingin mengetahaui bagaimana interaksi imunisasai polio ini dengan makanan, ibu hami dan yang lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Penyakit poliomielitis adalah penyakit yang disebabkan oleh virus polio. Virus polio sangat menular, disebarkan melalui makanan atau dari mulut ke mulut. Penyakit polio menimbulkan kelumpuhan anggota badan bagian bawah pada anak. Polio juga bisa menyebabkan peradangan pada selaput otak.Imunisasi polio dapat mencegah penyakti poliomyelitis.
Imunisasi polio diwajibkan di Indonesia, yaitu saat anak lahir, dan selanjutnya diberikan tiga dosis berturut-turut dengan jarak 6-8 minggu. Jenis vaksinasi polio dibagi menjadi 2 polio hidup yang diberikan lewat mulut (OPV) dan vaksin polio mati yang disuntikan (IPV). Di Indonesia, vaksin polio yang dianjurkan adalah polio hidup yang diberikan melalui mulut, dengan dosis 2 tetes (0,1 ml), bila dalam 10 menit dimuntahkan, maka dosis tersebut pelu diulang. Imunisasi polio yang disuntikan diberikan 0,5 ml subkutan dalam tiga kali pemberian berturut-turut dalam jarak 2 bulan masing-masing dosis. Perlindungan mukosa (selaput usus) yang ditimbulkan IPV lebih rendah daripada OPV.
Vaksin polio oral tidak boleh diberikan dalam keadaan :
1. Infeksi HIV atau kontak dengan HIV serumah
2. Keadaan kekebalan tubuh yang rendah atau tinggal serumah dengan pasien yang memiliki kekekebalan tubuh yang rendah seperti : terapi steroid jangka panjang, penyakit kanker, dalam kemoterapi.
3. Muntah atau diare berat, pemberian vaksin ditunda
Vaksin polio suntik tidak boleh diberikan dalam keadaan : Adanya alergi terhadap neomisin, streptomisin, polimiksin-B. Dan pada kehamilan tidak dianjurkan untuk ibu hamil kurang dari 4 bulan.kemudian pemberian polio juga tidak boleh diberikan pada keadaan demam >38.5 C, jika mengalami suhu setinggi ini maka pemberian vaksin harus ditunda.
Risiko dari pemberian vaksin polio :
1. Seperti sediaan obat lainnya, vaksin polio berisiko menimbulkan efek samping baik ringan maupun berat, namun risiko ini sangat kecil dibandingkan dengan jika menderita poliomielitis.
2. Setelah pemberian vaksin dapat mengalami gejala pusing, diare ringan, dan nyeri otot, namun ini sangat jarang.
3. Kasus poliomyelitis yang berkaitan dengan vaksin pernah dilaporkan 1 dari 2,5 juta vaksin. Lumpuh layu setelah vaksin ini terjadi 4-30 hari setelah pemberian OPV dan 4-75 hari setelah kontak dengan penerima OPV.
4. Hubungi dokter anda jika ada keluhan yang berat seperti demam tinggi dan gangguan perilaku atau tanda reaksi berat seperti sesak nafas, mengi, urtikaria, pusing sampai pingsan.
B. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
OPV : Tiap dosis (2 tetes = 0.1 mL)
- Tipe 1 : 10 / 20 dosis = 10 CCID
- Tipe 2 : 10 / 20 dosis = 10 CCID
- Tipe 3 : 10 dosis = 105,5 CCID50, 20 dosis = 10 CCID
Dosis oral : 2 tetes langsung ke dalam mulut melalui pipet atau dispenser. Harus dijaga jangan sampai vaksin dalam dropper multi dose terkontaminasi oleh air liur. Bayi harus menerima minimal 3 dosis dengan interval minimum 4 minggu. Di daerah non endemi, dosis pertama diberikan mulai usia 6 minggu bersamaan dengan dosis pertama vaksin DTP (Difteri, Tetanus, Pertussis). Di daerah endemi, diperlukan dosis ekstra yang diberikan segera setelah bayi dilahirkan. Vaksin ini tetap aman dan efektif jika diberikan pada waktu yang bersamaan dengan pemberian vaksin campak, DTP, DT, Td, TT, BCG, Hepatitis B dan Yellow fever.
C. Stabilitas Penyimpanan
Disimpan pada suhu 2-8°C, tidak boleh dibekukan dan terlindung dari cahaya.Bila vaksin sudah dibuka dan disimpan pada suhu 2-8°C, potensi bertahan selama 7 hari. Tidak boleh disimpan lebih dari 6 bulan. Jika disimpan pada suhu -20°C atau lebih rendah, maka potensi vaksin sampai masa daluwarsa sesuai yang tertera pada vial. Daluwarsa tergantung pada penyimpanan : suhu -20°C, daluwarsa 2 tahun; suhu 2-8°C, daluwarsa 6 bulan.
D. Kontraindikasi
Bayi yang mengidap HIV (Human Immunodeficiency Virus) : imunisasi dilakukan berdasarkan jadwal standar tertentu pada bayi pengidap virus HIV baik yang tanpa gejala maupun dengan gejala. Pasien immune deficiency : tidak ada efek berbahaya yang timbul akibat pemberian pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh. Individu dengan riwayat anafilaktik terhadap vaksin. Perlu diperhatikan adanya kemungkinan reaksi alergi terhadap anti-infeksi yang digunakan pada produksi OPV (Neomycin, Streptomycin).
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0.17 : 1.000.000).
E. Interaksi
- Dengan Obat Lain : Obat-obat imunosupresan (antineoplastics atau therapeutic doses of corticosteroids) menurunkan respon vaksin dan disarankan untuk menunda imunisasi. OPV dilaporkan menekan tuberculin skin sensitivity untuk sementara waktu, oleh karena itu jika diperlukan, dilakukan tuberculin tests sebelum atau secara bersamaan atau 4-6 minggu setelah pemberian vaksin. OPV dapat diberikan bersamaan dengan vaksin campak, mumps, rubella, DTP.
- Dengan Makanan : tidak memiliki efek samping terhadap makan apapun.
- Terhadap Kehamilan : Meskipun belum ada penelitian yang cukup tentang efek OPV terhadap perkembangan fetus atau belum tersedia bukti-bukti mengenai efek samping OPV pada wanita hamil atau perkembangan fetus, vaksinasi selama kehamilan sebaiknya dihindari kecuali jika berisiko tinggi terpapar infeksi atau diperlukan proteksi yang segera terhadap poliomyelitis (misalnya melakukan perjalanan ke daerah endemi).
- Terhadap Ibu Menyusui : Organisme yang terdapat pada OPV melakukan multiplikasi di dalam tubuh dan beberapa mungkin ddistribusikan ke dalam ASI setelah pemberian imunisasi pada ibu menyusui. Meskipun demikian, tidak ada bukti terhadap pengaruhnya pada bayi.
Bentuk Sediaan : Kemasan 10 dosis dan 20 dosis, Masing-masing Dilengkapi 1 Buah Dropper
Peringatan : OPV harus diberikan secara oral, tidak boleh diberikan secara parenteral. OPV tidak boleh diberikan pada pasien yang diare atau muntah, vaksin boleh diberikan setelah diarenya berhenti. Oleh karena OPV dieksresikan melalui feses sampai 6 bulan, higiene personal harus ditingkatkan. Vaksin poliomyelitis mungkin mengandung sejumlah kecil antibakteri seperti Neomycin, Polymyxin B dan Streptomycin. Oleh karena itu sebaiknya hati-hati digunakan pada pasien yang hipersensitif terhadap antibakteri tersebut. OPV tidak boleh diberikan kepada pasien immunocompro-mised karena berisiko tinggi terhadap terjadinya vaccine-associated paralytic poliomyelitis.Pasien asymptomatic HIV-positive dapat diberikan OPV tetapi eksresi melalui feses lebih lama dibandingkan pasien yang tidak terinfeksi. Sedangkan untuk pasien symptomatic HIV-positive diberikan inactivated poliomyelitis vaccine. Pemberian injeksi intramuskular IPV setelah OPV tidak boleh dilakukan karena berisiko tinggi terhadap terjadinya vaccine-associated paralytic poliomyelitis
Mekanisme Aksi : OPV : menstimulasi pembentukan antibodi dalam darah maupun jaringan mukosa saluran pencernaan, dengan demikian mencegah penyebaran infeksi ke sistem saraf pusat dan multiplikasi virus dalam saluran pencernaan. IPV memberikan imunitas yang sangat kecil dalam saluran pencernaan, oleh karena itu jika pasien yang mendapat imunisasi IPV terinfeksi oleh wild poliovirus, maka virus masih dapat berkembang biak dalam usus sehingga meningkatkan risiko transmisi lanjut. IPV tidak berisiko terhadap terjadinya vaccine-associated paralytic poliomyelitis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Virus polio sangat menular, disebarkan melalui makanan atau dari mulut ke mulut. Penyakit polio menimbulkan kelumpuhan anggota badan bagian bawah pada anak.
2. Dosis oral untuk imunisasi polio yaitu 2 tetes langsung ke dalam mulut melalui pipet atau dispenser.
3. Imunisasi polio dapat berintekrasi dengan obat lain, dengan makanan dan ibu menyusui.
B. Saran
Hendaknya orang tua membawa anaknya untuk imunisasi polio agar si anak dapat jaug dari virus polio karena penyakit polio dapat merusak alat gerak anak dan masa depan anak. Dan lagi pula pemerintah mengadakan pecan imunisasi nasional dan minggu campak dan polio gunanya untuk menyehatkan seluruh anak – anak di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://imunisasipolio.com
http://penyakitpolio+imunisasipolio.com
Martindale, 35th edition, 2007
Vademecum, 2002
AHFS, 2006
Pedoman Imunisasi di Indonesia.2006.Indonesia sehat 2007
Meningitis
Meningitis adalah infeksi pada meningen, yaitu selaput tipis yang membungkus otak dan jaringan saraf tulang belakang. Bermacam macam bakteri, virus, dan juga protozoa bisa meyebabkan terjadinya meningitis ini.
Meningitis karena infeksi bakteri biasanya berlangsung secara akut dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, otot leher yang kaku ( lebih dari 90% menunjukan gejala ini), rasa mual, muntah dan photophobia (sekitar 75%).Dari Gejala awal ini bisa di ikuti oleh rasa pusing yang berat sampai terjadinya koma.
Meningitis akut bisa berlanjut tanpa disadari ke meningitis kronis dan juga radang otak (ensefalitis). Secara klinis definisi “kronis” dalam hal ini berarti berlangsung lebih dari 4 minggu. Meningitis kronis bisa berlangsung selama beberapa minggu sampai bulanan yang selalu di ikuti dengan peradangan otak.Terjadinya peradangan otak ( Ensefalitis) bisa di liat dari gejala pasien yang tidak berorientasi, Stupor, kejang-kejang, dan koma.
Metode untuk mengetahui kekakuan otot leher adalah bisa di uji dengan tanda kernig (kernig´s sign) atau tanda brudzinski ( brudzinski´s sign). Metode yang paling gampang buat anak-anak dengan cara meyuruh mencoba mencium lututnya sendiri dalam keadaan duduk.
Menguji tanda Kernig : Pasien berbaring menghadap keatas. Salah satu paha di lekuk kearah perut/abdomen.Tanda kernig positif bila lutut di coba di luruskan dan pasien merasa kesakitan.( gambar kiri)
Menguji tanda Brudzinski : Jika pasien dalam keadaan berbaring di bungkukkan lehernya ke arah dada, pasien akan ssecara spontan melekukkan lututnya juga ke atas.(gambar kanan)
Kuman penyebab meningitis yang paling sering adalah bakteri dan virus.
Bakteri :
• Neisseria meningitidis (Anak dan remaja),
• Streptococcus pneumoniae ( Orang dewasa ),
• Haemophilus influenzae (Anak di bawah 4 tahun, karena ada vaksin Hib meningitis tipe ini menjadi jarang),
• Streptococcus agalactiae (Bayi yang baru lahir),
• Listeria monocytogenes (Pada bayi ato dewasa dgn Umur > 50),
• Mycobacterium tuberculosis (Tuberkulosa),
• Borrelia burgdorferi (Neuroborreliosis).
Virus :
• Enterovirus, terutama Virus Echo dan Coxsacki
• Virus penyebab benguk ( mumps virus)
• Virus Herpes
• HIV
Untuk diagnosa sebaiknya terlebih dahulu membedakan kuman penyebab infeksi antara bakteri, virus atau protozoa. Karena protozoa sebagai penyebab jarang terjadi ada baiknya cuma membedakan antara bakteri dan virus karena berpengaruh atas tingkat akutnya penyakit dan komplikasi yang bisa muncul.
Bacterial meningitis
Faktor predisposisi untuk jenis bakteri tertentu bisa digolongkan dalam umur pasien, dan fakto2 lainnya sbb:
• Bayi dibawah umur < 6 minggu : E. coli, Streptokokkus agalactiae (streptokokkus Grup B) , Listeria monocytogenes
• Bayi dgn umur > 6 minggu, Anak, -anak, Remaja, Dewasa : Neisseria meningitidis, Streptokokkus pneumoniae, (hemofilus influenzae).
• Dewasa > 50 thn atau pasien yang mempunyai sakit bawaan tertentu spt diabates : Streptokokkus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Listeria monocytogenes.
• Post-trauma(setelah kecelakaan) , sesudah operasi, shunt : Stafilokokkus aureus, Stafilokokkus epidermidis, dan basil gram negatif lainnya.
Klinis
Pada awalnya muncul demam, sakit kepala, pening, myalgia(otot2 terasa pegal), dan muntah-muntah(sekitar30%). Setelah itu diikuti dengan kekakuan otot leher. Untuk bayi di bawah satu tahun tidak menunjukan gejala kaku otot ini jadi bisa memperlambat atau bahkan salah mengdiagnosa.Mayoritas pasien menunjukkan tanda tanda terjadinya sepsis, yang dalam waktu singkat bisa meningkat menjadi shock anapilaktik atau edema otak. Dalam tahap ini angka letalitas meningkat menjadi 40%, sekitar 30% dari pasien yang lewat dari tahapan ini meninggalkan gangguan permanen seperti kerusakan syaraf dan penurunan inteligensi.
Prognosis
Meningitis yang disebabkan oleh neisseria lebih mudah diterapi dan bisa sembuh total tanpa meninggalkan gangguan tambahan, sementara oleh pneumokokkus atau streptokokkus grup b pada bayi lebih sulit dan ganguan yang fatal seperti kelumpujan
Diagnosis
Dalam mendiagnosa Meningitis hasil lumbal puncture (LP, pungsi lumbal) sangat menentukan. Hal ini bukan saja bisa ditentukan apakah infeksi terjadi karena bakteri atau virus tetapi juga prognosis infeksi bisa terlihat.
Hasil LP
Secara makroskopis hasil LP sedikit memberikan gambaran akan infeksi..Liquor yang keruh menunjukkan infeksi bakteri,sedangkan jernih karena virus.
Liquor Bakteri Virus
• Leukosit(sel darah putih) 1000 – 5000 sel/ul 25 – 500 sel/ul
• Protein 100 – 500 mg/dl 20 – 80 mg/dl
• Glukosa < 40 mg/dl > 40 mg/dl
• Laktat >35 mg/dl 10 – 20 mg/dl
Jika jumlah leukosit tetap rendah ( < 20/ul ) dibanndingkan dengan jumlah bakteri, maka prognosis infeksi tergolong buruk. Dalam banyak kasus, yaitu sekitar 60 sampai 90% hasil pemeriksaan mikroskop hasil LP sudah bisa menjelaskan/mendiagnosis penyebab meningitis. Oleh karena itu, pemeriksaan ini sangat penting di lakukan.
Selain pemeriksaan mikroskopis, hasil liquor di gunakan untuk membuat kultur bakteri. Dengan demikian bisa terdeteksi dengan jelas tipe bakteri dan pembuatan antibiogram.
Terapi
Setelah LP dan pemeriksaan di bawah mikroskop, terapi harus sesegera mungkin dilakukan karena proses keterlambatan akan semakin memperburuk keadaan pasien dan prognosisnya serta komplikasi yang mungkin timbul semakin besar.Pemberian antibiotik dengan spektrum luas atau kombinasi beberapa antibiotik yang bertujuan untuk mematikan hampir semua macam2 bakteri penyebab meningitis sangatlah di anjurkan. Terapi bisa berorientasi dengan umur dan status immun pasien.
Skema terapi untuk meningitis akut sbb:
• Generasi ke-3 Cephalosporine ( Cefotaxim atau Ceftriaxon) +
• Ampisilin ( karena Listeria monocytogenes resisten terhadap Cephalosporine) +
• Aminoglikosida ( untuk menekan sintesis protein dari bakteri, dengan demikian terapi sinergis) +
• ( Deksametason, bertujuan untuk menekan proses infeksi dan menghindari komplikasi tambahan,seperti kelumpuhan) +
• ( Asiklovir, bila Dokter curiga meningitis di sebabkan virus herpes simplex)
Pengobatan dengan antibiotik beta laktam seperti penisilin tidak di anjurkan karena seringnya antibiotik jenis ini di resepkan sangat mempenagruhi tingkat senstifnya bakteri terhadap obat bahkan bisa terjadi resisten obat.Dalam keadaan sehat, konsentrasi obat yang masuk ke liquor ( cairan otak dan sumsum tulang belakang) sangatlah rendah, berkisar 0,5 – 2 % dari konsentrasi obat di serum. Pada saat terjadi infeksi terjadi peningkatan hingga 30 – 40 % , tetapi segara turun kembali setelah proses infeski berakhir. Karena itu; Setiap terapi bacterial meningitis harus diikuti dengan pengobatan antibiotik dalam dosis yang maksimal.
Meningitis adalah infeksi pada meningen, yaitu selaput tipis yang membungkus otak dan jaringan saraf tulang belakang. Bermacam macam bakteri, virus, dan juga protozoa bisa meyebabkan terjadinya meningitis ini.
Meningitis karena infeksi bakteri biasanya berlangsung secara akut dengan gejala-gejala seperti sakit kepala, otot leher yang kaku ( lebih dari 90% menunjukan gejala ini), rasa mual, muntah dan photophobia (sekitar 75%).Dari Gejala awal ini bisa di ikuti oleh rasa pusing yang berat sampai terjadinya koma.
Meningitis akut bisa berlanjut tanpa disadari ke meningitis kronis dan juga radang otak (ensefalitis). Secara klinis definisi “kronis” dalam hal ini berarti berlangsung lebih dari 4 minggu. Meningitis kronis bisa berlangsung selama beberapa minggu sampai bulanan yang selalu di ikuti dengan peradangan otak.Terjadinya peradangan otak ( Ensefalitis) bisa di liat dari gejala pasien yang tidak berorientasi, Stupor, kejang-kejang, dan koma.
Metode untuk mengetahui kekakuan otot leher adalah bisa di uji dengan tanda kernig (kernig´s sign) atau tanda brudzinski ( brudzinski´s sign). Metode yang paling gampang buat anak-anak dengan cara meyuruh mencoba mencium lututnya sendiri dalam keadaan duduk.
Menguji tanda Kernig : Pasien berbaring menghadap keatas. Salah satu paha di lekuk kearah perut/abdomen.Tanda kernig positif bila lutut di coba di luruskan dan pasien merasa kesakitan.( gambar kiri)
Menguji tanda Brudzinski : Jika pasien dalam keadaan berbaring di bungkukkan lehernya ke arah dada, pasien akan ssecara spontan melekukkan lututnya juga ke atas.(gambar kanan)
Kuman penyebab meningitis yang paling sering adalah bakteri dan virus.
Bakteri :
• Neisseria meningitidis (Anak dan remaja),
• Streptococcus pneumoniae ( Orang dewasa ),
• Haemophilus influenzae (Anak di bawah 4 tahun, karena ada vaksin Hib meningitis tipe ini menjadi jarang),
• Streptococcus agalactiae (Bayi yang baru lahir),
• Listeria monocytogenes (Pada bayi ato dewasa dgn Umur > 50),
• Mycobacterium tuberculosis (Tuberkulosa),
• Borrelia burgdorferi (Neuroborreliosis).
Virus :
• Enterovirus, terutama Virus Echo dan Coxsacki
• Virus penyebab benguk ( mumps virus)
• Virus Herpes
• HIV
Untuk diagnosa sebaiknya terlebih dahulu membedakan kuman penyebab infeksi antara bakteri, virus atau protozoa. Karena protozoa sebagai penyebab jarang terjadi ada baiknya cuma membedakan antara bakteri dan virus karena berpengaruh atas tingkat akutnya penyakit dan komplikasi yang bisa muncul.
Bacterial meningitis
Faktor predisposisi untuk jenis bakteri tertentu bisa digolongkan dalam umur pasien, dan fakto2 lainnya sbb:
• Bayi dibawah umur < 6 minggu : E. coli, Streptokokkus agalactiae (streptokokkus Grup B) , Listeria monocytogenes
• Bayi dgn umur > 6 minggu, Anak, -anak, Remaja, Dewasa : Neisseria meningitidis, Streptokokkus pneumoniae, (hemofilus influenzae).
• Dewasa > 50 thn atau pasien yang mempunyai sakit bawaan tertentu spt diabates : Streptokokkus pneumoniae, Neisseria meningitidis, Listeria monocytogenes.
• Post-trauma(setelah kecelakaan) , sesudah operasi, shunt : Stafilokokkus aureus, Stafilokokkus epidermidis, dan basil gram negatif lainnya.
Klinis
Pada awalnya muncul demam, sakit kepala, pening, myalgia(otot2 terasa pegal), dan muntah-muntah(sekitar30%). Setelah itu diikuti dengan kekakuan otot leher. Untuk bayi di bawah satu tahun tidak menunjukan gejala kaku otot ini jadi bisa memperlambat atau bahkan salah mengdiagnosa.Mayoritas pasien menunjukkan tanda tanda terjadinya sepsis, yang dalam waktu singkat bisa meningkat menjadi shock anapilaktik atau edema otak. Dalam tahap ini angka letalitas meningkat menjadi 40%, sekitar 30% dari pasien yang lewat dari tahapan ini meninggalkan gangguan permanen seperti kerusakan syaraf dan penurunan inteligensi.
Prognosis
Meningitis yang disebabkan oleh neisseria lebih mudah diterapi dan bisa sembuh total tanpa meninggalkan gangguan tambahan, sementara oleh pneumokokkus atau streptokokkus grup b pada bayi lebih sulit dan ganguan yang fatal seperti kelumpujan
Diagnosis
Dalam mendiagnosa Meningitis hasil lumbal puncture (LP, pungsi lumbal) sangat menentukan. Hal ini bukan saja bisa ditentukan apakah infeksi terjadi karena bakteri atau virus tetapi juga prognosis infeksi bisa terlihat.
Hasil LP
Secara makroskopis hasil LP sedikit memberikan gambaran akan infeksi..Liquor yang keruh menunjukkan infeksi bakteri,sedangkan jernih karena virus.
Liquor Bakteri Virus
• Leukosit(sel darah putih) 1000 – 5000 sel/ul 25 – 500 sel/ul
• Protein 100 – 500 mg/dl 20 – 80 mg/dl
• Glukosa < 40 mg/dl > 40 mg/dl
• Laktat >35 mg/dl 10 – 20 mg/dl
Jika jumlah leukosit tetap rendah ( < 20/ul ) dibanndingkan dengan jumlah bakteri, maka prognosis infeksi tergolong buruk. Dalam banyak kasus, yaitu sekitar 60 sampai 90% hasil pemeriksaan mikroskop hasil LP sudah bisa menjelaskan/mendiagnosis penyebab meningitis. Oleh karena itu, pemeriksaan ini sangat penting di lakukan.
Selain pemeriksaan mikroskopis, hasil liquor di gunakan untuk membuat kultur bakteri. Dengan demikian bisa terdeteksi dengan jelas tipe bakteri dan pembuatan antibiogram.
Terapi
Setelah LP dan pemeriksaan di bawah mikroskop, terapi harus sesegera mungkin dilakukan karena proses keterlambatan akan semakin memperburuk keadaan pasien dan prognosisnya serta komplikasi yang mungkin timbul semakin besar.Pemberian antibiotik dengan spektrum luas atau kombinasi beberapa antibiotik yang bertujuan untuk mematikan hampir semua macam2 bakteri penyebab meningitis sangatlah di anjurkan. Terapi bisa berorientasi dengan umur dan status immun pasien.
Skema terapi untuk meningitis akut sbb:
• Generasi ke-3 Cephalosporine ( Cefotaxim atau Ceftriaxon) +
• Ampisilin ( karena Listeria monocytogenes resisten terhadap Cephalosporine) +
• Aminoglikosida ( untuk menekan sintesis protein dari bakteri, dengan demikian terapi sinergis) +
• ( Deksametason, bertujuan untuk menekan proses infeksi dan menghindari komplikasi tambahan,seperti kelumpuhan) +
• ( Asiklovir, bila Dokter curiga meningitis di sebabkan virus herpes simplex)
Pengobatan dengan antibiotik beta laktam seperti penisilin tidak di anjurkan karena seringnya antibiotik jenis ini di resepkan sangat mempenagruhi tingkat senstifnya bakteri terhadap obat bahkan bisa terjadi resisten obat.Dalam keadaan sehat, konsentrasi obat yang masuk ke liquor ( cairan otak dan sumsum tulang belakang) sangatlah rendah, berkisar 0,5 – 2 % dari konsentrasi obat di serum. Pada saat terjadi infeksi terjadi peningkatan hingga 30 – 40 % , tetapi segara turun kembali setelah proses infeski berakhir. Karena itu; Setiap terapi bacterial meningitis harus diikuti dengan pengobatan antibiotik dalam dosis yang maksimal.
BAYI BARU LAHIR NORMAL
A. Pengertian
Menurut Saifuddin, (2002) Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama satu jam pertama kelahiran.
Menurut Donna L. Wong, (2003) Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 – 42 minggu.
Menurut Dep. Kes. RI, (2005) Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram.
Menurut M. Sholeh Kosim, (2007) Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan congenital (cacat bawaan) yang berat.
B. Ciri – ciri BBL Normal
1. Berat badan 2500 - 4000 gram
2. Panjang badan 48 - 52 cm
3. Lingkar dada 30 - 38 cm
4. Lingkar kepala 33 - 35 cm
5. Frekuensi jantung 120 - 160 kali/menit
6. Pernafasan ± 40 - 60 kali/menit
7. Kulit kemerah - merahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup
8. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna
9. Kuku agak panjang dan lemas
10. Genitalia; Perempuan : labia mayora sudah menutupi labia minora, sedangkan laki – laki : testis sudah turun, skrotum sudah ada
11. Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
12. Reflek morro atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik
13. Reflek graps atau menggenggan sudah baik
14. Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan.
C. Reflek – Reflek Fisiologis
1. Mata
a. Berkedip atau reflek corneal
Bayi berkedip pada pemunculan sinar terang yang tiba – tiba atau pada pandel atau obyek kearah kornea, harus menetapkan sepanjang hidup, jika tidak ada maka menunjukkan adanya kerusakan pada saraf cranial.
b. Pupil
Pupil kontriksi bila sinar terang diarahkan padanya, reflek ini harus sepanjang hidup.
c. Glabela
Ketukan halus pada glabela (bagian dahi antara 2 alis mata) menyebabkan mata menutup dengan rapat.
2. Mulut dan tenggorokan
a. Menghisap
Bayi harus memulai gerakan menghisap kuat pada area sirkumoral sebagai respon terhadap rangsangan, reflek ini harus tetap ada selama masa bayi, bahkan tanpa rangsangan sekalipun, seperti pada saat tidur.
b. Muntah
Stimulasi terhadap faring posterior oleh makanan, hisapan atau masuknya selang harus menyebabkan bayi mengalami reflek muntah, reflek ini harus menetap sepanjang hidup.
c. Rooting
Menyentuh dan menekan dagu sepanjang sisi mulut akan menyebabkan bayi membalikkan kepala kearah sisi tersebut dan mulai menghisap, harus hilang pada usia kira – kira 3 -4 bulan
d. Menguap
Respon spontan terhadap panurunan oksigen dengan maningkatkan jumlah udara inspirasi, harus menetap sepanjang hidup
e.Ekstrusi
Bila lidah disentuh atau ditekan bayi merespon dengan mendorongnya keluar harus menghilang pada usia 4 bulan
f.Batuk
Iritasi membrane mukosa laring menyebabkan batuk, reflek ini harus terus ada sepanjang hidup, biasanya ada setelah hari pertama lahir.
3. Ekstrimitas
a. Menggenggam
Sentuhan pada telapak tangan atau telapak kaki dekat dasar kaki menyebabkan fleksi tangan dan jari
b. Babinski
Tekanan di telapak kaki bagian luar kearah atas dari tumit dan menyilang bantalan kaki menyebabkan jari kaki hiperektensi dan haluks dorso fleksi
c. Masa tubuh
(1). Reflek moro
Kejutan atau perubahan tiba – tiba dalam ekuilibrium yang menyebabkan ekstensi dan abduksi ekstrimitas yang tiba –tiba serta mengisap jari dengan jari telunjuk dan ibu jari membentuk “C” diikuti dengan fleksi dan abduksi ekstrimitas, kaki dapat fleksi dengan lemah.
(2). Startle
Suara keras yang tiba – tiba menyebabkan abduksi lengan dengan fleksi siku tangan tetap tergenggam
(3). Tonik leher
Jika kepala bayi dimiringkan dengan cepat ke salah sisi, lengan dan kakinya akan berekstensi pada sisi tersebut dan lengan yang berlawanan dan kaki fleksi.
(3). Neck – righting
Jika bayi terlentang, kepala dipalingkan ke salah satu sisi, bahu dan batang tubuh membalik kearah tersebut dan diikuti dengan pelvis
(4) Inkurvasi batang tubuh (gallant)
Sentuhan pada punggung bayi sepanjang tulang belakang menyebabkan panggul bergerak kea rah sisi yang terstimulasi.
Menilai APGAR Score pada bayi baru lahir.
Setelah bayi lahir kita harus menentukan Apgar score pada menit pertama dan menit kelima. Ada 5 tanda yang perlu di perhatikan dan masing – masing di beri nilai 0, 1 dan 2. Cara penilaian Apgar :
Tanda (Sign) Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
A= Appereance (warna kulit) Seluruh tubuh putih (pucat)/biru Badan merah, kaki tangan biru Seluruh tubuh kemerah-merahan
P = Pulse (detak jantung) Tidak ada < 100/menit >100 /menit
G = Grimace (reflek di rangsangan) Tidak ada Sedikit gerakan menyeringai Bersin / menangis
A = activity (tonus otot) Lemah lunglai Ektremitas sedikit flixi Gerakan aktif ekstermitas, flexi
R = respiratory (usaha nafas) Tidak ada Lemah / lambat tidak teratur Baik,menangis kuat.
Dari 5 tanda tersebutdetak jantung merupakan yang paling penting sebab penting frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka, keadaan memburuk jika frekuensi jantungmelemah, meskipun paru telah berkembang. Derajat nilai maksimalnya yaitu 10.
7 – 10 = bayi normal
4 – 6 = bayi asfiksia
0 – 3 = bayi aspiksia berat.
DAFTAR PUSTAKA
http://ayumarthasari.blogspot. http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/bayi-lahir-normal.pdfcom/2010/05/bayi-baru-lahir-normalciri-ciri-dan.html
www.neonataldanbayibarulahir.com
A. Pengertian
Menurut Saifuddin, (2002) Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama satu jam pertama kelahiran.
Menurut Donna L. Wong, (2003) Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu. Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 – 42 minggu.
Menurut Dep. Kes. RI, (2005) Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai 42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram.
Menurut M. Sholeh Kosim, (2007) Bayi baru lahir normal adalah berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak ada kelainan congenital (cacat bawaan) yang berat.
B. Ciri – ciri BBL Normal
1. Berat badan 2500 - 4000 gram
2. Panjang badan 48 - 52 cm
3. Lingkar dada 30 - 38 cm
4. Lingkar kepala 33 - 35 cm
5. Frekuensi jantung 120 - 160 kali/menit
6. Pernafasan ± 40 - 60 kali/menit
7. Kulit kemerah - merahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup
8. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna
9. Kuku agak panjang dan lemas
10. Genitalia; Perempuan : labia mayora sudah menutupi labia minora, sedangkan laki – laki : testis sudah turun, skrotum sudah ada
11. Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
12. Reflek morro atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik
13. Reflek graps atau menggenggan sudah baik
14. Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium berwarna hitam kecoklatan.
C. Reflek – Reflek Fisiologis
1. Mata
a. Berkedip atau reflek corneal
Bayi berkedip pada pemunculan sinar terang yang tiba – tiba atau pada pandel atau obyek kearah kornea, harus menetapkan sepanjang hidup, jika tidak ada maka menunjukkan adanya kerusakan pada saraf cranial.
b. Pupil
Pupil kontriksi bila sinar terang diarahkan padanya, reflek ini harus sepanjang hidup.
c. Glabela
Ketukan halus pada glabela (bagian dahi antara 2 alis mata) menyebabkan mata menutup dengan rapat.
2. Mulut dan tenggorokan
a. Menghisap
Bayi harus memulai gerakan menghisap kuat pada area sirkumoral sebagai respon terhadap rangsangan, reflek ini harus tetap ada selama masa bayi, bahkan tanpa rangsangan sekalipun, seperti pada saat tidur.
b. Muntah
Stimulasi terhadap faring posterior oleh makanan, hisapan atau masuknya selang harus menyebabkan bayi mengalami reflek muntah, reflek ini harus menetap sepanjang hidup.
c. Rooting
Menyentuh dan menekan dagu sepanjang sisi mulut akan menyebabkan bayi membalikkan kepala kearah sisi tersebut dan mulai menghisap, harus hilang pada usia kira – kira 3 -4 bulan
d. Menguap
Respon spontan terhadap panurunan oksigen dengan maningkatkan jumlah udara inspirasi, harus menetap sepanjang hidup
e.Ekstrusi
Bila lidah disentuh atau ditekan bayi merespon dengan mendorongnya keluar harus menghilang pada usia 4 bulan
f.Batuk
Iritasi membrane mukosa laring menyebabkan batuk, reflek ini harus terus ada sepanjang hidup, biasanya ada setelah hari pertama lahir.
3. Ekstrimitas
a. Menggenggam
Sentuhan pada telapak tangan atau telapak kaki dekat dasar kaki menyebabkan fleksi tangan dan jari
b. Babinski
Tekanan di telapak kaki bagian luar kearah atas dari tumit dan menyilang bantalan kaki menyebabkan jari kaki hiperektensi dan haluks dorso fleksi
c. Masa tubuh
(1). Reflek moro
Kejutan atau perubahan tiba – tiba dalam ekuilibrium yang menyebabkan ekstensi dan abduksi ekstrimitas yang tiba –tiba serta mengisap jari dengan jari telunjuk dan ibu jari membentuk “C” diikuti dengan fleksi dan abduksi ekstrimitas, kaki dapat fleksi dengan lemah.
(2). Startle
Suara keras yang tiba – tiba menyebabkan abduksi lengan dengan fleksi siku tangan tetap tergenggam
(3). Tonik leher
Jika kepala bayi dimiringkan dengan cepat ke salah sisi, lengan dan kakinya akan berekstensi pada sisi tersebut dan lengan yang berlawanan dan kaki fleksi.
(3). Neck – righting
Jika bayi terlentang, kepala dipalingkan ke salah satu sisi, bahu dan batang tubuh membalik kearah tersebut dan diikuti dengan pelvis
(4) Inkurvasi batang tubuh (gallant)
Sentuhan pada punggung bayi sepanjang tulang belakang menyebabkan panggul bergerak kea rah sisi yang terstimulasi.
Menilai APGAR Score pada bayi baru lahir.
Setelah bayi lahir kita harus menentukan Apgar score pada menit pertama dan menit kelima. Ada 5 tanda yang perlu di perhatikan dan masing – masing di beri nilai 0, 1 dan 2. Cara penilaian Apgar :
Tanda (Sign) Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
A= Appereance (warna kulit) Seluruh tubuh putih (pucat)/biru Badan merah, kaki tangan biru Seluruh tubuh kemerah-merahan
P = Pulse (detak jantung) Tidak ada < 100/menit >100 /menit
G = Grimace (reflek di rangsangan) Tidak ada Sedikit gerakan menyeringai Bersin / menangis
A = activity (tonus otot) Lemah lunglai Ektremitas sedikit flixi Gerakan aktif ekstermitas, flexi
R = respiratory (usaha nafas) Tidak ada Lemah / lambat tidak teratur Baik,menangis kuat.
Dari 5 tanda tersebutdetak jantung merupakan yang paling penting sebab penting frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka, keadaan memburuk jika frekuensi jantungmelemah, meskipun paru telah berkembang. Derajat nilai maksimalnya yaitu 10.
7 – 10 = bayi normal
4 – 6 = bayi asfiksia
0 – 3 = bayi aspiksia berat.
DAFTAR PUSTAKA
http://ayumarthasari.blogspot. http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/bayi-lahir-normal.pdfcom/2010/05/bayi-baru-lahir-normalciri-ciri-dan.html
www.neonataldanbayibarulahir.com
Langganan:
Postingan (Atom)