Penulis Berjasa Mendidik dan Menghibur Jutaan Anak-Anak
Oleh: Marjohan M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar
Jutaan anak-anak di dunia bisa bermimpi dan berbagi cerita tentang tokoh cerita yang telah mereka baca. Jutaan anak-anak di dunia bisa terhibur dan bisa berhenti menangis setelah ibu, ayah , nenek mereka menceritakan tokoh-tokoh hebat yang tidak cengeng dan jutaan anak-anak terdidik, berubah karakter jadi baik, gara-gara tokoh cerita yang mereka kagumi. Itulah berkah karena adanya penulis cerita anak anak yang bisa berjasa mendidik dan mendatangkan kedamaian ke hati mereka.
Anak-anak yang gemar dengan sastra (cerita anak-anak) lebih mengenal tokoh cerita daripada penulis cerita tersebut. Mereka lebih mengenal “kisah si kerudung merah dan Cinderella” dari pada penulisnya “Charles Perrault”, lebih mengenal cerita “Pinokio” dari pada penulisnya “Carlo Collodi”, cerita “Putri Salju” dari pada penulisnya “Hans Christian Andersen”, cerita “Harry Porter” dari penulisnya J.K Rowling, atau “Elisa di negeri ajaib” dari pada penulisnya Lewis Caroll. Pada umumnya cerita-cerita menarik tersebut banyak yang berasal dari daratan Eropa, seperti Ceko, Perancis, Jerman, Denmark, Italia, Swiss, Inggris, Irlandia, dan juga dari Amerika SErikat. Penyebabnya bisa jadi karena bahasa- bahasa Eropa menjadi bahasa Internasional seperti bahasa Inggris, Perancis, Jerman, dan Spanyol. Karya sastra anak anak pun menyebar melalui bahasa ini
Sekali lagi anak-anak sedunia begitu kagum dengan tokoh cerita-cerita yang telah disulap menjadi film film kartun yang lucu, menghibur dan mendidik. Kita juga perlu mengenal cerita tersebut namun juga perlu tahu siapa pengarangnya dan bagaimana latar belakang kehidupan mereka, agar kita juga bisa menimba pengalaman sukses mereka sebagai penulis hebat.
1) Putri Salju
Hans Christian Andersen lahir di Odense, Denmark (1805), ia penulis dan penyair yang paling terkenal berkat karya dongengnya. Ayah Andersen adalah tukang sepatu yang miskin dan buta huruf (namun rajin), dan ibunya adalah seorang binatu (buruh cuci). Walau dari keluarga miskin, namun sejak kecil Hans Christian Andersen sudah mengenal berbagai cerita dongeng, sang ibunya yang membuat H.C Andersen berkenalan dengan certa-cerita rakyat. Di kemudian hari, H.C. Andersen sempat melukiskan sosok sang ibu dalam berbagai novelnya.
Ayahnya juga seorang pencinta sastra, dan kerap mengajak Hans menonton pertunjukkan sandiwara (atau theater). Setiap Minggu ia membuatkan gambar-gambar dan membacakan certa-cerita dongeng untuk Andersen. Sikap dan pengalaman dari orang tua itulah yang membuat H.C. Andersen tertarik dengan dunia mainan, cerita, sandiwara termasuk karya sastra. Setelah ayahnya meninggal. H.C. Andersen yang belum lama mengenyam pendidikan formal, merasakan susahnya kehidupan. Akhirnya ia bekerja serabutan di antaranya pernah bekerja di sebuah pabrik, magang di sebuah penjahit dan bekerja sebagai penenun. Ia terpaksa memburuh untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Anderson mencoba menjadi seorang penulis sandiwara. tetapi sayang, semua karyanya ditolak dimana-mana. Hans Andersen beruntung bisa bertemu dengan Raja Denmark, Frederik VI, karena ia cerdas dan gagah, Raja tertarik dengan penampilan Hans muda dan mengirimkannya untuk bersekolah (memberinya bea-siswa). Andersen melanjutkan studi ke Universitas Kopenhagen. Sambil kuliah, pada tahun 1828 Hans Christian menulis kisah perjalanan yang berjudul Fodreise fra Holmens Kanal Til Ostpynten af Amager (Berjalan kaki dari Kanal Holmen ke Titik Timur Amager).
Hans Christian Andersen pergi berkelana ke luar negeri selain Jerman. ke Perancis, Swedia, Spanyol, Portugal, Italia bahkan hingga Timur Tengah. Dari berbagai kunjungan itu melahirkan setumpuk kisah perjalanan. Ketika melawat ke Paris, Andersen bertemu dengan Victor Hugo, Alexandre Dumas, Heinrich Heine dan Balzac. Di tengah perjalanan panjang ini pula, ia sempat menyelesaikan penulisan "Agnette and the Merman".
Pada awal 1835, novel pertama Andersen terbit dan meraih sukses besar. Sebagai novelis, ia membuat terobosan lewat The Imrpvisator, karya yang ditulisnya pada tahun yang sama. Cerita yang mengambil setting Italia inimencerminkan kisah hidupnya sendiri; melukiskan upaya seorang bocah miskin masuk ke dalam lingkungan pergaulan masyarakat. Malah sampai akhir hayatnya, buku The Improvisatore inilah yang paling banyak dibaca orang banyak dibandingkan dengan karya karya Andersen yang lain. Sejak buku ini terbit, masa masa sulit Andersen mulai berubah. Sepanjang 1835, ia meluncurkan tujuh cerita dongeng yang disusun jauh hari sebelumnya.
Kendati novel-novelnya mendapat sambutan besar, nama Hans Christian Andersen di dunia justru menjulang sebagai penulis dongeng anak-anak. Pada 1835, ia meluncurkan cerita anak-anak Tales for Children dalam bentuk buku saku berharga murah. Lalu kumpulan cerita bertajuk Fairy Tales and Story digarapnya dalam kurun 1836-1872.
Dua dari cerita dongengnya yang amat kesohor, The Little Mermaid dan The Emperor's New Clothes, diterbitkan dalam kumpulan cerita pada 1837. Tujuh dongengnya yang lain: Little Ugly Duckling, The Tinderbox, Little Claus and Big Claus, Princess and the Pea, The Snow Queen, The Nightingale dan The Steadfast Tin Soldier, juga dikenal di berbagai belahan dunia sebagai cerita yang kerap didongengkan pada anak-anak.
Bisa dilihat dari kisah dongeng The Emperor's new Clothes. Pesan bahwa keserakahan itu tidak baik disampaikan Andersen lewat parodi raja lalim yang cukup menggelikan itu. Salah satu ciri lain yang menonjol dalam cerita dongeng Andersen adalah hadirnya kaum papa dan mereka yang tidak beruntung dalam hidup, namun juga punya semangat juang untuk hidup.
2) Pinokio
Carlo Collodi (nama pena dari Carlo Lorenzini) adalah pengarang dari dongeng anak-anak yang sangat terkenal berjudul Pinokio. Dongeng Pinokia merupakan suatu cerita edukatif tentang boneka kayu yang berubah menjadi anak laki-laki bernama Pinokio karena bantuan peri. Pinokio memiliki petualangan yang merubahnya dari anak yang nakal dan suka berbohong menjadi anak yang baik dan patuh pada orang tua. Selain menjadi pengarang dongeng, dia juga dikenal sebagai penulis artikel di surat kabar, buku, dan novel.
Carlo Collodi merupakan anak pertama dari 10 bersaudara dengan orang tua bernama Domenico Lorenzini, seorang juru masak, dan Angela Orzali, seorang penjahit. Masa kecilnya dihabiskan di desa, menyelesaikan pendidikan sekolah dasar dan dikirim ke seminari selama 5 tahun. Setelah lulus dari seminari, dia bekerja menjadi penjual buku. Ketika pergerakan unifikasi atau persatuan Italia mulai penyebar, Collodi yang berusia 22 tahun menjadi jurnalis yang ikut memperjuangkan kemerdekaan Italia.
Semasa hidupnya, Collodi menulis komedi, koran, dan juga berbagai ulasan. Ketika Italia menjadi negara persatuan, Collodi berhenti dari dunia jurnalisme dan setelah tahun 1870 menjadi editor naskah teater dan editor majalah. Kemudian Collodi beralih ke dunia fantasi anak-anak dan menerjemahkan dongeng karya penulis Perancis, Charles Perrault, ke dalam bahasa Italia. Sejak saat itu, Collodi banyak menghasilkan berbagai karya, terutama cerita anak-anak yang sukses dan disukai oleh masyarakat.
3) The Tale of Peter Rabbit
Helen Beatrix Potter adalah seorang pengarang dan ilustrator, botanis dan konservasionis berkebangsaan Inggris. Ia terkenal karena buku ceritanya, yang menampilkan tokoh hewan seperti Peter Rabbit. Ia dilahirkan di Kensington, London pada tanggal 28 Juli 1866. Ia dididik dan belajar di rumah, sehingga ia mempunyai sedikit kesempatan untuk berkumpul bersama teman-teman sebayanya. Bahkan adik laki-laki Potter, Bertram, sangat jarang berada di rumah; dia disekolahkan di sekolah asrama, sehingga Beatrix hanya sendirian bersama hewan peliharaannya. Ia mempunyai katak dan kadal, dan bahkan kelelawar. Ia juga pernah memiliki dua ekor kelinci. Kelinci pertamanya adalah Benjamin, yang ia gambarkan sebagai "benda kecil yang bermuka tebal dan kurang ajar", sedangkan kelinci keduanya adalah Peter, yang selalu dibawanya ke manapun ia pergi bahkan di dalam kereta api. Potter sering memperhatikan hewan-hewan ini selama berjam-jam dan membuat sketsa mereka. Sedikit demi sedikit, sketsa yang dibuatnya semakin baik, membuat bakatnya berkembang sejak usia dini.
Ketika Potter beranjak dewasa, orang tuanya menunjuknya sebagai pengurus rumah dan mengurangi pengembangan intelektualnya, mengharuskannya untuk mengurusi rumah. Sejak umur 15 tahun sampai sekitar umur 30 tahun, ia mencatat kehidupan kesehariannya di sebuah jurnal, menggunakan kode rahasia (yang tidak terdekripsi sampai beberapa dekade setelah kematiannya).
Hal yang mendasari kebanyakan proyek dan ceritanya adalah hewan-hewan kecil yang menyelundup ke dalam rumah atau yang ia amati ketika liburan keluarga di Skotlandia dan Distrik Lake. Dia didorong untuk mempublikasi cerita The Tale of Peter Rabbit, dan ia pun berjuang untuk mencari penerbit sampai ia akhirnya diterima saat berumur 36 tahun pada 1902. Buku kecilnya dan karya-karyanya yang lain diterima masyarakat dengan baik dan ia memperoleh pendapatan dari penjualan karyanya tersebut.
4) Harry Porter
Joanne Kathleen Rowling atau lebih dikenal sebagai J.K. Rowling dilahirkan tahun 1965 di Chipping Sodbury, dekat Bristol, Inggris. Sebagai seorang ibu tunggal yang tinggal di Edinburgh, Skotlandia, Rowling menjadi sorotan kesusasteraan internasional pada tahun 1999 saat tiga seri pertama novel remaja Harry Potter mengambil alih tiga tempat teratas dalam daftar New York Times best-seller setelah memperoleh kemenangan yang sama di Britania Raya.
Lulusan Universitas Exeter, Rowling berpindah ke Portugal pada tahun 1990 untuk mengajar Bahasa Inggris. Di sana dia berjumpa dan menikah dengan seorang wartawan Portugis. Anak perempuan mereka, Jessica dilahirkan pada tahun 1993. Selepas perkawinannya berakhir dengan perceraian, Rowling menghadapi masalah untuk menghidupi diri dan anaknya. Semasa hidup dalam kesusahan itu, Rowling mulai menulis sebuah buku. Dikatakan bahwa Rowling mendapat ide tentang penulisan buku itu sewaktu dalam perjalanan menaiki kereta api dari Manchester ke London pada tahun 1990.
Menjadi penulis besar, apalagi penulis kaliber dunia, tidak mudah. Tidak semudah membalik telapak tangan. Untuk menjadi penulis besar butuh perjuangan dan persiapan diri. Mereka yang menjadi penulis besar selalu belajar dari pengalaman dan hasil karya pendahulu mereka. Tidak perlu mencari alas an, “wah bagaimana aku akan menjadi penulis besar, orang tua ku saja susah dan melarat”. Christian Andersen si penulis dongeng anak-anak yang hebat (Cinderella) juga punya orang tua yang melarat. Namun factor dukungan orang tua juga menentukan, bahwa sangat perlu setiap rumah juga menyediakan koleksi cerita dan sastra (novel dan biografi) untuk konsumsi anggota keluarga. Carlo Collodi, penulis Pinokio, juga berasal dari orang tua yang hidup susah-ayahnya cuma buruh masak (juru masak) dan ibunya buruh cuci (tukang cuci) dan ia sendiri juga tidak terbiasa bermalas-malas dan juga mencari kegiatan untuk menghidupi diri, maka jadi kayalah pengalaman emosionalnya.
Menjadi besar bukan berarti hidup cengeng (suka mengeluh) sebagaimana Andersen juga melakukan kerja serabutan dan sempat menjadi buruh untuk memenuhi kebutuhan hidup. Adalah isapan jempol bagi mereka yang cuma betah nongol di rumah untuk bisa menjadi hebat, untuk itu perlu melakukan penjelajahan- mengunjungi banyak tempat, berkenalan dan berdialog dengan banyak orang- mencari ribuan pengalaman hidup untuk menjadi bahan cerita.
Menjadi penulis juga perlu banyak berlatih. Sebelum menjadi hebat seorang penulis tentuh telah menulis (berlatih) ribuan helai kertas dan menghabiskan lusinan tinta. Begitu karyanya selesai- apakah puisi, cerpen, cerbung (cerita bersambung), biografi atau novel, dikirim ke penerbit bukan langsung diterima (diterbitkan). Seringkali karya-karya mereka buat pertama kalinya ditolak, namun mereka tentu tidak mengenal kata “patah hati” apalagi frustasi dan berhenti menulis.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, penulis ingin pula memaparkan tentang rahasia pengajaran sastra yang menyenang seperti yang tertulis pada dinding Rumah Puisi- yang didirikan oleh Sastrawan Taufiq Ismail- berlokasi di Nagari Aie Angek, Kecamatan Sepuluh Koto, Padang Panjang. Bahwa cara pandang pengajaran sastra harus asyik, nikmat, gembira dan mencerahkan. Siswa harus membaca langsung karya sastra, dan perpustakaan sekolah musti punya koleksi buku-buku sastra yang menarik, kemudian kelas mengarang perlu menyenangkan dan selalu dikembangkan. Dan terakhir suasana belajar musti menyenangkan- bebas dari suasana mengkritik apalagi penuh tekanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar