Sabtu, 11 Juni 2011

INSPEKSI PAYUDARA DAN PALPASI AREA NODUS LIMFE

A. INSPEKSI PAYUDARA
Cara Pemeriksaan Inspeksi
1. Informasikan kepada pasien akan prosedur ini
2. Perintahkan pasien duduk
3. Selama pemeriksaan jaga privacy pasien
4. Inspeksi payu dara terhadap :
 Ukuran dan simetri
 Kontur
 Penampilan kulit.
5. Inspeksi puting :
• Bandingkan ukuran,bentuk dan arah puting
• Perhatikan setiap kemerahan,ulkus raba putting
• amati juga posisi kedua putting
6. . Lanjutkan inspeksi sejalan dengan pasien :
 Mengangkat kedua tangannya keatas kepala sekaligus memeriksa aksila apakah ditemukan kemerahan atau hidradenitis
 Tekankan tangannya terhadap pinggul
7. Selanjutnya pasien diperintahkan tidur dan lakukan palpasi untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan dan palpasi aksila apakah ada limpadenopati
8. Informasikan bila pemeriksaan telah selesai

Hasil Temuan
Yang perlu di perhatikan dalam inspeksi payudara yaitu terlebih dahulu kita harus mengetahui keadaan normal dari payudara tersebut. Adapun keadaan normal dari fisik payudara adalah :
1. Ukuran payudara yang tidak sama namun kontur sama.
2. Payudara dapat berukuran besar, kecil, atau menggantung.
3. Jaringan aksesoris payudara saja atau kombinasi dari putting susu, areola dan kelenjar parenkim ekstra.
4. Putting susu datar tidak retraksi atau menyimpang/deviasi.
5. Tidak teraba tonjolan.
6. Pada daerah melintang, agak nyeri bila ditekan, pada tepi kaud al payudara.
7. Terdapat benjolan – benjolan yang kasar di seluruh payudara terjadi selam fase pra menstruasi atau menstruasi pada siklus menstruasi.
Sedangkan temuan pada keadaan abnormal ditemukannya :
1. Kontur payudara asimetris, misalnya bentuk yang menonjol atau berlekuk.
2. Tanda – tanda retraksi misalnya cekungan pada kulit, lipatan dan kerutan.
3. Deviasi atau retraksi putting susu, dengan atau tanpa putting susu yang rata dan melebat.
4. Payudara mengecil atau menyusut.
5. Edema ; kulit ber warna orange dan terkelupas.
6. Delatasi vena subkutan pada wanita yang tidak sedang mengandung.
7. Pada wanita yang tidak dalam tahap pascapartum terjadi penungkatan suhu atau kemerahan pada kulit.
8. Terjadi perlukaan.
9. Ukuran payudara yang meningkat secara berlebihan dan asimetris pada pada saat terjadi kontraksi otot – otot dada.
10. Kelenjar / nodus dapat diraba.
11. Putting susu mengalami erosi, ulserasi, penebalan, atau kasar yang tidak lazim.
12. Putting susu kemerah – merahan pada wanita yang tidak menyusui atau putting telah di manupulasi secara seksual.
13. Pada wanita yang tidak hamil, pascapartum, atau menyusui, putting susu yang berkerak mengindikasikasikan adanya rabas kering.
14. Pada area setempat tampak benjolan – benjolan graunuler yang kasar.
15. Jaringan payudara atau putting susu kehilangan elastisitasnya, seiring dengan pengerasan atau penebalan tekstur kulit.
16. Adanya massa, perhatikan hal berikut :
a. Lokasi.
b. Ukuran.
c. Bentuk dan garis bentuknya/kontur.
d. Konsistensi.
e. Batasan (derajat ketajaman tepi – tepinya).
f. Mobilitas.

2. PALPASI AREA NODUS LIMFE
Langkah Pengkajian Hasil normal Hasil abnormal
1 Perawat duduk dihadapan klien
2 Menundukkan kepala klien sehingga dagu menempel ke dada dan menengadahkan kepala kebelakang, perhatikan dengan teliti area leher dimana nodus tersebar, membandingkan kedua sisi tersebut Nodus tidak nampak Adanya pembesaran nodus akibat infeksi
3 Klien menundukkan kepala sedikit atau mengarah kesisi perawat untuk merelaksasikan jaringan dan otot-otot
4.







5.
Palpasi lembut dengan 3jari tangan masing2 nodus limfe dgn gerakan memutar, memeriksa nodus dengan urut, yaitu: nodus oksipital pd dasar tengkorak, nodus aurikel posterior diatas mastiodeus, nodus preaurikular tepat di depan telinga, nodus tonsilar pd sudut mandibula, nodus submaksilaris dan nodus submental pd garis tengah di belakang ujung mandibula.
Tidak menggunakan tekanan bverlebihan saat mempalpasi karena nodus kecil dapat terlewati Nodus limfe tidak mudah teraba Nodus lemfe memebesar sehingga menandakan infeksi setempat. Nodus limfe kadang2 tetap membesar setelah adanya infeksi tetapi biasanya tidak nyeri


Referensi
Buku saku bidan.helen varney.2002. Penerbit buku Kedokteran EGC
http://nodus lmfe=pemeriksaanpayudara.cm

EROSI SERVIKS

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Servik uteri adalah penghalang penting bayi masuknya ke dalam genetalia interna. Dalam hubungan ini seorang nulliparadalam keadaan normalkanalis servikalis bebas kuman, pada seorang multipara dengan ostium utero eksternum sudah lebih terbuka, batas ke atas dari daerah bebas kuman ialah ostium uteri internum.
Radang pada serviks uteri biasanya terdapat pada porsio uteri diluar ostium uteri eksternum dan/atau pada endoserviks uteri. Pada beberapa penyakit kelamin, seperti gonorea, sifilis, ulkus molle, dan granuloma inguinale, dan pada tuberculosis, dapat ditemukan radang pada serviks.
2. Permasalahan
Dalam makalah ini kami ingin membahas lebih lengkap tentang “erosi serviks”.
3. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan kami dalam membuat makalah ini adalah :
a. Tujuan umum : ingin mengetahui lebih dalam tentang erosi serviks.
b. Tujuan Khusus :
a. Ingin mengetahui tentang pengertian erosi serviks.
b. Ingin mengetahui etiologi erosi serviks.
c. Mengetahui tentang tanda gejala dan penanganan terhadap erosi serviks.


BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Erosi Porsio
Erosi Porsio ialah adanya sekitar ostiu uteri eksternum suatu berwarna merah menyala dan agak mudah berdarah. (Winkjosastro, Jakarta : 2005 Hal 167).
Sedangkan menurut www.geogle memahami Reproduksi wanita erosi porsio adalah pengisikan mulut rahim yang disebabkan oleh karena manipulasi atau keterpaparan oleh bendah yang dapat mengakibatkan menjadi radang dan lama – lama menjadi infeksi.
Kemudian menurut srwono Prawirohardjo erosi serviks dewasa ini telah sangat jarang sekali di pakai pada sumber kepustakaan, dan sekarang ini yang tampak adalah bahwa “erosi” sebenarnya ialah servisitis kronika.
Penyakit ini dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan. Luka –luka kecil maupun besar pada serviks karena partus atau abortus memudahkan masuknya kuman –kuman ke dalam endoserviks dan kelenjar – kelenjarnya lalu menyebabkan infeksi menahun.
2. Etiologi Erosi Porsio
a. Keterpaparan suatu benda pada saat pemasangan AKDR. Pada saat pemasangan alat kontrasepsi yang digunakan tidak steril yang dapat menyababkan infeksi. AKDR juga mengakibatkan bertambahnya volume dan lama haid (darah merupakan media subur untuk berkembangbiaknya kuman) penyebab terjadi infeksi.
b. Infeksi pada masa reproduktif menyebabkan batas antara epitel canalis cervicalis dan epitel portio berpindah, infeksi juga dapat memyebabkan menipisnya epitel portio dan gampang terjadi erosi pada porsio (hubungan seksual).
c. Pada masa reproduktif batas berpindah karena adanya infeksi (cervicitis, kolpitis).
d. Rangsangan luar maka epitel gampang berapis banyak dan porsio mati dan diganti dengan epitel silinderis canalis servikalis. (Winkjosastro, Jakarta : 2005 Hal. 167).
3. Patofisiologi Terjadinya Erosi Porsio
Proses terjadinya erosi portio dapat disebabkan adanya rangsangan dari luar misalnya IUD. IUD yang mengandung polyethilien yang sudah berkarat membentuk ion Ca, kemudian bereaksi dengan ion sel sehat PO4 sehingga terjadi denaturasi / koalugasi membaran sel dan terjadilah erosi portio.
Bisa juga dari gesekan benang IUD yang menyebabkan iritasi lokal sehingga menyebabkan sel superfisialis terkelupas dan terjadilah erosi portio. Dari posisi IUD yang tidak tepat menyebabkan reaksi radang non spesifik sehingga menimbulkan sekresi sekret vagina yang meningkat dan menyebabkan kerentanan sel superfisialis dan terjadilah erosi portio.
Dari semua kejadian erosi portio itu menyebabkan tumbuhnya bakteri patogen, bila sampai kronis menyebabkan metastase keganasan leher rahim.
Selain dan personal hygien yang kurang IUD juga dapat menyebabkan bertambahnya volume dan lama haid darah merupakan medai subur untuk masuknya kuman dan menyebabkan infeksi, dengan adanya infeksi dapatmasuknya kuman dan menyebabkan infeksi.
Dengan adanya infeksi dapat menyebabkan Epitel Portio menipis sehingga mudah menggalami Erosi Portio, yang ditandai dengan sekret bercampur darah, metrorrhagia, ostium uteri eksternum tampak kemerahan, sekred juga bercampur dengan nanah, ditemukan ovulasi nabathi. (Winkjosastro, hanifa. Ilmu kandungan jilid I, YBPS-SP, Jakarta : 2005).
4. Tanda dan Gejala
a. Sekret bercampur darah setelah bersenggama
b. Dapat menimbulkan pendarahan kontak atau metrrrhagia.
c. Portio uterus disekitar ostium uteri eksternum tampah daerah kemerah-merahan yang sulit dipisahkan secara jelas dan Epitel Portio.
d. Sekret juga tidak dapat bercampur dengan nanah.
e. Pada Erosi sering di ketemukan ovula nobathii. (Winkjosastro, Jakarta : 2005 Hal 175).
5. Penanganan
Erosi dapat disembuhkan dengan obat keras seperti AgNO3 10% atau Albothyl yang menyebabkan nekrose Epitel silinderis dengan harapan bahwa kemudian diganti dengann Epitel gepeng berlapis banyak.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Erosi Porsio ialah adanya sekitar ostiu uteri eksternum suatu berwarna merah menyala dan agak mudah berdarah.
b. Penyebabnya yaitu : infeksi pada masa reproduktif, keterpaparan suatu benda pada sat pemasangan AKDR, dan rangsangan luar maka epitel gampang berapis banyak dan porsio mati dan diganti dengan epitel silinderis canalis servikalis.
c. Patofisiologinya : Proses terjadinya erosi portio dapat disebabkan adanya rangsangan dari luar misalnya IUD.
d. Tanda dan gejala nya yaitu : Sekret bercampur darah setelah bersenggama, dapat menimbulkan pendarahan kontak, portio uterus disekitar ostium uteri eksternum tampah daerah kemerah-, sekret kadang tidak bercampur dengan nanah, pada Erosi sering di ketemukan ovula nobathii.
e. Erosi dapat disembuhkan dengan obat keras seperti AgNO3 10% atau Al Bothyl.
2. Saran
Sebaiknya sebagai tenaga kesehatan kedepannya kita lebih hati – hati dan teliti dalam melakukan tindakan kebidanan terhadap pasien agar dapat meminimalkan angka inveksi dan kecacatan pada klien dan juga hendaknya kita bisa menjaga kebersihan diri kita sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

Prawihardjo sarwono.1994.Ilmu Kandungan.Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirahardjo:Jakarta
www.gooegle memahami Reproduksi wanita.
Winkjosastro, hanifa. Ilmu kandungan jilid I, YBPS-SP, Jakarta : 2005
Winkjosostro, Jakarta : 2003.

“PENYAKIT YANG MENYERTAI KEHAMILAN ”

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah dan fisiologis, namun setiap ibu hamil menghadapi resiko yang bisa mengancam jiwanya, oleh karena itu ibu hamil harus mendapatkan pelayanan antenatal dari tenaga kesehatan yang professional, yakni seorang bidan untuk mengantisipasi resiko dan penyulit persalinan.
ANC atau pemeriksaan kehamilan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptialkan kesehatan mental dan fisik ibu hami sehingga mampu menghadapi persalinan, nifas, persiapan pemberian ASI, dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.
Dalam setiap kehamilan tentu tidak selamanya aman dan sesuai dengan yang diharapkan, kadang adakalanya ibu hamil tersebut menderita suatu penyakit sehingga berpebgaruh besar terhadap kehamilan, persalinan, dan bahkan nifasnya. Sebenarnya tidak ada seorang pun wanita hamil yang menginginkan kehamilannya disertai dengan penyakit, namun dilapangan ini sering kita temui.
Dan penyakit penyerta kehamilan ini sering kali menjadi menyumbangkan angka kematian ibu dan bahkan bayi. Ada beberapa penyakit yang dapat menyertai kehamilan, da penyakit tersebut tidak main – main terhadap keselamatan ibu dan bayi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka kami tertarik untuk menjadi masalah ini dalammakalh ini, adapun rumusan masalah kami dalam makalah ini adalah “Kehamilan Dengan Penyakit Apa Yang Berbahaya Terhadap Kehamilan Tersebut”.
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum : Mengetahui penyakit – penyakit apa saja yang berbahaya untuk kehamilan.
b. Tujuan Khusus :
• Diketahuinya defenisi dan maksud masing – masing penyakit
• Diketahuinya etiologi masing – masing penyakit
• Diketahuinya penatalaksanaan terhadap masing – masing penyakit
• Diketahuinya dampak masing – masing penyakit terhadap kehamilan
• Diketahuinya alternaif dan hal – hal yang dapat kita lakukan untuk meminimalisirdampak negative dari penyakit yang diderita oleh ibu hamil tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyakit Jantung
Pada kehamilan dengan jantung normal, wanita dapat menyesuaikan kerjanya terhadap perubahan- perubahan secara fisiologis. Perubahan tersebut disebabkan oleh :
1. Hipervolemia : dimulai sejak kehamilan 8 minggu dan mencapai puncaknya pada 28- 32 minggu
2. Jantung dan diafragma terdorong ke atas oleh karena pembesaran rahim..
Dalam kehamilan :
1. Denyut jantung dan nadi : meningkat
2. Volume darah : meningkat
3. Tekanan darah : menurun sedikit
Maka dapat dipahami bahwa kehamilan dapat memperbesar penyakit jantung bahkan dapat menyebabkan payah jantung (dekompensasi kordis ). Frekuensi penyakit jantung dalam kehamilan berkisar antara 1- 4%. Dinegara – Negara Atlantik utara 1- 3%, di Australia dan negara Asia selatan kurang dari 1 %. Penyakit yang paling banyak dijumpai adalah penyakit hipertensi, tirotoksikosis dan anemia.
1. Pengaruh kehamilan terhadap penyakit jantung saat yang berbahaya bagi penderita adalah:
a. Pada kehamilan 32 – 36 minggu, dimana volume darah mencapai puncaknya (hipervolumia)
b. Pada kala II, dimana wanita mengerahkan tenaga untuk mengedan dan memerlukan kerja jantung yang berat
c. Pada pasca persalinan dimana darah dari ruang intervilus plasenta yang sudah lahir, sekarang masuk ke dalam sirkulasi darah ibu.
d. Pada masa nifas, karena ada kemungkinan infeksi.
2. Pengaruh penyakit jantung terhadap kehamilan :
a. Dapat terjadi abortus.
b. Prematuritas : lahir tidak cukup bulan
c. Dismaturitas, lahir cukup bulan namun dengan bertat badan lahir rendah
d. Lahir dengan apgar rendah
e. Kematian janin dalam rahim (KJDR )
Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan :
Kelas I :
• Tanpa pembatasan kegiatan
• Tanpa gejala pada kegiatan biasa
Kelas II :
• Sedikiat dibatasi kegiatannya
• Waktu istirahat tidak ada keluhan
• Kegiatan fisik biasa menimbulkan gejala insufisiensi jantung
• Gejalanya adalah lelah, palpitasi, sesak nafas dan nyeri dada
Kelas III :
• Kegiatan fisik sangat dibatasi
• Waktu istirahat tidak ada keluhan
• Sedikit kegiatan fisik menimbulkan keluhan insufisiensi jantung
Kelas IV :
• Waktu istirahat dapat menimbulkan keluhan infusiensi jantung apalagi kerja fisik yang tidak berat
Kira- kira 80 % penderita adalah kelas I dan II serta kehamilan dapat meningkatkan kelas tersebut menjadi II, III, dan IV. Factor yang dapat mempengaruhi adalah umur, anemia, adanya aritema jantung dan hipertrofi ventrkuler dan pernah sakit jantung.
Diagnosis :
1) Anamnesis
 Pernah sakit jantung dan berobat pada dokter untuk penyakitnya
 Pernah demam rematik
2) Pemeriksaan : auskultasi/ palpasi
Empat kriteria (burwel dan Metcalfe )
 Adanya bising diastolic, presistolik, atau terus-menerus
 Pembesaran jantung yang jelas.
 Adanya bising jantung yang nyaring disertai thrill
 Aritmia yang berat
3) Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
Jika wanita hamil disangka menderita penyakit jantung, yang paling baik adalah dikonsultasikan kepada ahlinya. Keluhan dan gejala : mudah lelah, dispneu, palipitasi kordis, nadi tidak teratur, oedema/pulmonal, sianosis.

Penanganan
a. Dalam kehamilan
 Memberikan pengertian kepad ibu hamil untuk melaksanakan pengawasan antenatal yang teratur sesuai dengan jadwal yang ditentukan merupakan hal yang penting
 Kerjasam dengan ahli penyakit dalam atau kardialog, untuk penyakit jantung harus dibina sedini mungkin
 Pencegahan terhadap kenaikan berat badan dan retensi air yang berlebihan, jika terdapat anemia harus diobati
 Timbulnya hipertensi / hipotesi akan memberatkan kerja jantung, hal ini harus diobati
 Bila terjadi keluhan yang agak berat seperti sesak nafas, infeksi saluran pernafasan dan sianosis, penderita harus dirawat di rumah sakit untuk pengawasan dan pengobatan yang lebih intensif
 Skema kunjungan antenatal : setiap 2 minggu menjelang kehamilan 28 minggu dan 1 kali seminggu setelahnya
 Wanita hamil dengan penyakit jantung harus cukup istirahat, cukup tidur, diet rendah garam dan pembatasan jumlah cairan
 Sebaiknya penderita dirawat 1 sampai 2 minggu sebelum tafsiran persalinan
 Pengobatan khusus bergantung pada kelas penyakit :
 Kelas I : tidak memerlukan pengobatan tambahan
 Kelas II : biasanya tidak memrlukan terapi tambahan, mengurangi kerja fisik terutama antara kehamilan 28-36 minggu
 Kelas III : memerlukan digitalisasi atau obat lainnya, sebaiknya dirawat di rumah sakit sejak kehamilan 28-30 minggu
 Kelas IV : harus di rawat dirumah sakitdan di berikan pengobatan dan kerjasama dengan kardiaolog
b. Dalam persalinan
Penderita kelas I dan II biasanya dapat meneruskan kehamilan dan bersalin pervaginam, namun denagn p[engawasan yang baik serta kerjasama dengan ahli penyakit dalam
 membuat daftar his: daftar nadi,pernapasan,tekanan darah di awasi dan catat setiap 15 menit dalam kala 1 dan setiap 10 menit dalam kala 2,bila ada tanda payah jantung di obati dengan digitalis,memberikan sedilanit dosis awal 0,8mg dan di tambahkan sampai dosis 1,2 -1,6mg IV secara perlahan. Jika per
lu,suntikan dapat di ulang 1-2 kali dalam 2 jam. Dikamar bersalin harus tersedia tabung berisi oksigen,morfin,dan suntikan diuretikum
 kala 2 yaitu kala yang kritis bagi penderita bila tidak timbul tanda payah jantung persalinan dapat di tunggu,di awasi dan di tolong secra spontan. dalam 20-30 menit bila janin belum lahir kala 2 segera di perpendek dengan ekstrasi vakum dan forcep kalau di jumpai disproporsi chepalo pelvic maka di lakukan SC dengan local /lumbal/kaudal di bawah pengawasan beberapa ahli multi disiplin
 untuk menghilangkan rasa sakit boleh di berikan obat analgesic seperti petidin. Jangan di berikan barbiturate/morfin bila di taksir bayi lahir dalam beberapa jam
 kala2 biasanya berjalan sepeti biasa pemberian ergometrin dengan hati-hati,biasanya sentrometin IM aman
c. dalam paska persalinan dan nifas
 setelah bayi lahir penderita dapat tiba-tiba jatuh kolaps yang di sebabkan darah membanjiri tubuh ibu sehingga kerja jantung bertambah
 karena itu penderita harus tetap di awasi dan di rawat sekurang-kurangnya 2 minggu setelah bersalinan
d. penanganan secara umum
 penderita kelas 3 dan 4 tidak boleh hamil karena kehamilan sangat membahayakan jiwanya
 bila hamil sedini mungkin sbortus buatan medikalis hendaknya di pertimbangkan untuk di kerjakan
 pada kasus tertentu sangat di anjurkan untuk tidak hamil dengan tubektomi setelah penderita afebris,tidak anemis dan sedikit keluhan
 bila tidak mau sterilisasi,di anjurkan memakai kontara sepsi. Kontrasepsi yang baik adalah IUD
e. masa laktasi
 laktasi di perbolehkan pada wanita penyakit jantung kelas 1 dan 2 yang sanggup melkukan kerja fisik
 laktasi dilarang pada penderita kelas 3 dan 4
Prognosis
Bagi ibu : prognosis tergantung pada beratnya penyakit,umur,dan penyulit lain.pengawasan pengobatan,pimpinan persalinan,dan kerja sama dengan penderita serta kepatuhan dalam menaati larangan,ikut mengikuti prognosis
bagi bayi : bila penykit jantung tidak terlalu berat,tidak begitu mempengaruhi kematian perinatal, namun pada penyakit berat prognosis akan buruk karena terjadi gawat janin.
B. Diabetes Millitus
Diabetes Melitus pada kehamilan atau sering disebut Diabetes Melitus Gestasional, merupakan penyakit diabetes yang terjadi pada ibu ibu yang sedang hamil. Gejala utama dari kelainan ini pada prinsipnya sama dengan gejala utama pada penyakit diabetes yang lain yaitu sering buang air kecil (polyuri), selalu merasa haus (polydipsi), dan sering merasa lapar (polyfagi). Cuma yang membedakan adalah keadaan pasien saat ini sedang hamil. Sayangnya penemuan kasus kasus diabetes gestasional sebagian besar karena kebetulan sebab pasien tidak akan merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya selain kehamilan, dan gejala sering kencing dan banyak makan juga biasa terjadi pada kehamilan normal.
Seperti halnya penyakit kencing manis pada umumnya, pada pemeriksaan gula darah pun ditemukan nilai yang tinggi pada kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah makan serta bila dilakukan pemeriksaan kadar gula pada urine (air kencing) juga ditemukan reaksi positif. Pemeriksaan ini dapat diulang selama proses pengobatan dengan obat antidiabetes untuk memantau kadar gula darah.
Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien diabetes gestasional antara lain dengan tetap mengutamakan pengaturan diet diabetes, apabila kadar gula darah terlampau tinggi bisa dilakukan opname untuk regulasi dengan insulin baik intravena maupun suntikan subkutan. Jadi usahakan pada semua penderita hamil untuk memilih pengobatan dengan pengaturan diet bila tidak tercapai keadaan kadar gula darah yang normal baru disuntik dengan insulin. Obat tambahan lain bisa dengan vitamin vitamin untuk menjaga kondisi tubuh pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam pengaturan diet wanita hamil adalah kebutuhan kalori pada wanita hamil tidak sama dengan wanita normal sekalipun wanita hamil tersebut menderita kencing manis. Jumlah kalori untuk diet = berat badan ideal wanita hamil x (25-30)kalori + ekstra 200 – 300 kalori dengan perincian minimal 200 gr hidrat arang dan protein (1,5 – 2) gr/kg BB ideal.
Jika pada pemeriksaan berat badan bayi ditemukan bayinya besar sekali maka perlu dilakukan induksi pada minggu ke 36 – 38 untuk mencegah terjadinya komplikasi saat persalinan. Proses persalinan ini harus dalam pengawasan ketat oleh dokter spesialis kebidanan dan dokter spesialis penyakit dalam.
Diagnosis : Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya. Terutama dilakukan pada ibu dengan factor resiko berupa beberapa kali keguguran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi lebih dari 4000 gr, riwayat PE dan polyhidramnion. Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil.
Klasifikasi
a. Tidak tergantung insulin (TTI) – Non Insulin Dependent diabetes mellitus (NIDDN) yaitu kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
b. Tergantung insulin (TI) – Insulin dependent Diabetes Melitus yaitu kasus yan memerlukan insulin dalam mengembalikan kadar gula darah.
Komplikasi
a. Maternal : infeksi saluran kemih, hydramnion, hipertensi kronik, PE, kematian ibu
b. Fetal : abortus spontan, kelainan congenital, insufisiensi plasenta, makrosomia, kematian intra uterin.
c. Neonatal : prematuritas, kematian intra uterin, kematian neonatal, trauma lahir, hipoglikemia, hipomegnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, syndroma gawat nafas, polisitemia.
Penatalaksanaan : Prinsipnya adalah mencapai sasaran normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120 mg/dl, dan kadar HbA1c<6%. Selain itu juga menjaga agar tidak ada episode hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus normal. Pantau kadar glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila. Ajarka pasien memantau gula darah sendiri di rumah dan anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu sekali bahkan lebih sering lagi saat mendekati persalinan. Obat hipoglikemik oral tidak dapat dipakai saat hamil dan menyusui mengingat efek teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI, kenaikan BB pada trimester I diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya 0,5 kg /minggu, total kenaikan BB sekitar 10-12 kg.
Penatalaksanaan Obstetric : Pantau ibu dan janin dengan mengukur TFU, mendengarkan DJJ, dan secara khusus memakai USG dan KTG. Lakukan penilaian setiap akhir minggu sejak usia kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia pertumbuhan janin terhambat dan gawat janin merupakan indikasi SC. Janin sehat dapat dilahirkan pada umur kehamilan cukup waktu (40-42 minggu) dengan persalinan biasa.
Ibu hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali baik, namun harus selalu diperhatikan gerak janin (normalnya >20 kali/12 jam). Bila diperlukan terminasi kehamilan, lakukan amniosentesis dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila UK <38 minggu). Kehamilan dengan DM yang berkomplikasi harus dirawat sejak UK 34 minggu dan baisanya memerlukan insulin.
Biasanya setelah bayi lahir maka kadar gula darah akan kembali normal, apabila tidak, maka perlu dilanjutkan pemberian antidiabetes oral sampai jangka waktu tertentu.
C. Tuberkulosis Paru
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, BB menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit di dada. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan adanya ronkhi basal, suara caverne atau pleural effusion. Penyakit ini mungkin bentuknya aktif atau kronik, dan mungkin pula tertutup atau terbuka.
Pada penderita yang dicurigai menderita TBC Paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (puirified protein derivate) 5u, bila hasil positif dilanjutkan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X, pada penderita TBC Paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum BTA untuk membuat diagnosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan / uji sensitivitas. Pada janin dengan ibu TBC Paru jarang dijumpai TBC congenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui ibunya.
Penatalaksanaan : Penyakit ini akan sembuh dengan baik bila pengobatan yang diberikan dipatuhi oleh penderita, berikan penjelasan dan pendidikan kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat kronik sehingga diperlukan pengobatan yang lama dan teratur. Ajarkan untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk, bersin dan tertawa. Sebagian besar obat anti TBC aman untuk wanita hamil, kecuali streptomisin yang bersifat ototoksik bagi janin dan harus diganti dengan etambutol, pasien hamil dengan TBC Paru yang tidak aktif tidak perlu mendapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif dianjurkan untuk menggunakan dua macam obat atau lebih untuk mencegah timbulnya resistensi kuman, dan isoniazid (INH) selalu diikutkan karena paling aman untuk kehamilan, efektifitasnya tinggi dan harganya lebih murah.
Obat-obatan yang dapat digunakan
1. Isoniazid (INH) 300 mg/hari. Obat ini mungkin menimbulkan komplikasi pada hati sehingga timbul gejala-gejala hepatitis berupa nafsu makan berkurang, mual dan muntah. Oleh karena itu –perlu diperiksa faal hati sewaktu-waktu dan bila ada perubahan untuk sementara obat harus segera dihentikan.
2. Etambutol 15-20 mg/kg/hari. Obat ini dapat menimbulkan komplikasi retrobulber neuritis, akan tetapi efek samping dalam kehamilan sangat sedikit dan pada janin belum ada.
3. Streptomycin 1gr/hari. Obat ini harus hati-hati digunakan dalam kehamilan, jangan digunakan dalam kehamilan trimester I. Pengaruh obat ini pada janin dapat menyebabkan tuli bawaan (ototoksik). Disamping itu obat ini juga kurang menyenangkan pada penderita karena harus disuntikan setiap hari.
4. Rifampisin 600mg/hari. Obat ini baik sekali untuk pengobatan TBC Paru tetapi memberikan efek teratogenik pada binatang poercobaan sehingga sebaiknya tidak diberikan pada trimester I kehamilan.
Pemeriksaan sputum harus dilakukan setelah 1-2 bulan pengobatan, jika masih positif perlu diulang tes kepekaan kuman terhadap obat, bila pasien sudah sembuh lakukan persalinan secar biasa. Pasien TBC aktif harus ditempatkan dalam kamar bersalin terpisah, persalinan dibantu Ekstraksi Vacum atau Forcep. Usahakan pasien tidak meneran, berikan masker untuk menutupi mulut dan hidung agar kuman tidak menyebar. Setelah persalinan pasien dirawat di ruang observasi 6-8 jam, kemudian dapat dipulangkan langsung.
Pasien diberi obat uterotonika dan obat TBC tetap harus diteruskan. Penderita yang tidak mungkin pulang harus dirawat di ruang isolasi, karena bayi cukup rentan terhadap penyakit ini, sebagian besar ahli menganjurkan pemisahan dari ibu jika ibu dicurigai menderita TBC aktif, sampai ibunya tidak memperlihatkan tanda-tanda proses aktif lagi setelah dibuktikan dengan pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali yang selalu memperlihatkan hasil negatif.
Pasien TBC yang menyusui harus mendapat regimen pengobatan yang penuh. Semua obat anti TBC sesuai untuk laktasi sehingga pemberian laktasi dapat dengan aman dan normal. namun bayi harus diberi suntikan mantoux, mendapat profilaksis INH dan imunisasi BCG.
D. Ginjal
Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional dan anatomic ginjal dan saluran kemih yang sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium.perubahan natomi terdapat peningkatan pembuluh darah dan ruangan interstisial pada ginjal. Ginjal akan memanjang kurang lebih 1 cm dan kembali normal setelah melahirkan. Ureter juga mengalami pemanjangan, melekuk dan kadang berpindah letak ke lateral dan akan kembali normal 8-12 minggu setelah melahirkan.
Selain itu juga terjadi hiperlpasia dan hipertrofi otot dinding ureter dan kaliks, dan berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih karena pengaruh kehamilan.
Akibat pembesaran uterus hiperemi organ-organ pelvis dan pengaruh hormonal terjadi perubahan pada kendung kemih yang dimulai pada kehamilan 4 bulan. Kandung kemih akan berpindah lebih anterior dan superior. Pembuluh-pembuluh di daerah mukosa akan membengkak dan melebar. Otot kandung kemih mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen. Kapasitas kandung kemih meningkat sampai 1 liter karena efek relaksasi dari hormon progesterone.
Perubahan Fungsi : Segera sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma (Renal Plasma flow) dan tingkat filtrasi gomerolus (Gomerolus Filtration Rate). Sejak kehamilan trimester II GFR akan meningkat 30-50 %, diatas nilai normal wanita tidak hamil. Akibatnya akan terjadi penurunan kadar kreatinin serum dan urin nitrogen darah, normal kreatinin serum adalah 0,5-0,7 mg/100 mll dan urea nitrogen darah 8-12 mg/100 mll.
E. Asma
Asma Bronkiale merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya asma tidak sama pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangannya tak sama pada kehamilan pertama dan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai UK 24-36 minggu dan pada akhir kehamilan jarang terjadi serangan.
Komplikasi : Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen atau hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin dan sering terjadi keguguran, partus premature dan gangguan petumbuhan janin.
Manifestasi Klinis : Factor pencetus timbulnya asma antara lain zat-zat alergi, infeksi saluran nafas, pengaruh udara dan factor psikis. Penderita selama kehamilan perlu mendapat pengawasan yang baik, biasanya penderita mengeluh nafas pendek, berbunyi, sesak, dan batuk-batuk. Diagnosis dapat ditegakkan seperti asma diluar kehamilan.
Penatalaksanaan
1. Mencegah timbulnya stress
2. Menghindari factor resiko/pencetus yang sudah diketahui secara intensif
3. Mencegah penggunaan obat seperti aspirin dan semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan
4. Pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obat local yang berbentuk inhalasi, atau peroral seperti isoproterenol
5. Pada keadaan lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat dihilangkan dengan 1 atau lebih dari obat dibawah ini :
a. Epinefrin yang telah dilarutkan (1:1000), 0,2-0,5 ml disuntikan SC
b. Isoproterenol (1:100) berupa inhalasi 3-7 hari
c. Oksigen
d. Aminopilin 250-500 mg (6mg/kg) dalam infus glukosa 5 %
e. Hidrokortison 260-1000 mg IV pelan-pelan atau per infus dalam D10%
Hindari penggunaan obat-obat yang mengandung iodium karena dapat membuat gangguan pada janin, dan berikan antibiotika kalau ada sangkaan terdapat infeksi. Upayakan persalinan secara spontan namun bila pasien berada dalam serangan, lakukan VE atau Forcep. SC atas indikasi asma jarang atau tak pernah dilakukan. Jangan berikan analgesik yang mengandung histamin tapi pilihlah morfin atau analgesik epidural.
Dokter sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi ASI. Aminopilin dapat terkandung dalam ASI sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan, gelisah, dan ganggguan tidir. Namun obat anti asma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam ASI sangat kecil.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Ada 5 penyakit yang sering kali terjadi dalam kehamilan yaitu : jantung, DM, TB paru, ginjal, dan asma.
b. Kelima jenis penyakit ini berpengaruh besar terhadap kehamilan baik it terhadap ibu, fetal maupun neonatusnya.
c. Kelima jenis penyakit yang sering dijumpai dengan kehamilan ini sangat berbahaya dan bahkan berlanjut sampai pada persalinan , dan bahkan nifas.
B. Saran
Hendaknya kita sebagai tenaga kesehatan mengetahui dan dapat melakukan monitoring dini dan penatalaksanan awal terhadap pasien dengan kehamilan yang disertai oleh penyakit ini. Baik dalam pemeriksaan kehamilan dan menolong persalinan maka kita sebagai tenga kesehatan diminta kehati – hatian dan ketelitian agar kita ataupun orang lain (termasuk keluarga klien) tidak terkena tularan penyakit tersebut (jika penyakit tersebut menular).


DAFTAR PUSTAKA

FK UNPAD, 2007
Obstetri Fisiologi.Bandung

Manuaba, 2009
Obstetri, Ginekologi, dan Keluarga Berencana beserta Komplikasi dan pengananya.Jakarta

Prawirorahadjo, sarwono, 2008
Ilmu Kebidanan.Jakarta

http://ASKEB=Macam=macam=Penyakit=yang=Menyertai=Kehamilan=dan=Persalinan=Ibu=Hamil=Smart Click

“MONITORING DAN EVALUASI KEGIATAN PELAYANAN KEBIDANAN DI KOMUNITAS dan MELAKUKAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN DI KOMUNITAS”

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan di masyarakat dilakukan melalui kegiatan pengawasan, pengendalian, dan penilaian yang meliputi pencatatan, pelaporan, monitoring, dan evaluasi. Pencatatan dan pelaporan adalah indicator keberhasilan suatu kegiatan.
Tanpa adanya pencatatan dan pelaporan, kegiatan atau program apapun yang dilaksanakan tidak akan terlihat wujudnya. Output dari pencatatan dan pelaporan ini adalah sebuah data dan informasi yang berharga serta bernilai bila menggunakan metode yang tepat dan benar. Seperti sebuah ungkapan “ catat apa yang dikerjakan dan kerjakan apa yang dicatat ”. jadi data dan informasi ini merupakan sebuah unsure terpenting dalam sebuah organisasi, karena data dan informasilah yang berbicara tentang keberhasilan atau perkembangan organisasi tersebut.
Kemudian sebagai bidan komunitas kita perlu rasanya mengetahui tentang kohort, baik itu kohort ibu, bayi maupun balita. Karena dengan kohort tersebut yang dapat mempermudah kita dalam membuat laporan dalam tiap bulannya dan membantu kita dalam mengetahui apakah program kita di daerah tersebut mencapai target atau tidak.
B. Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka kami tertarik untuk mengetahui lebih dalam lagi dan mengkaji lebih jauh mengenai pelaporan, pencatatan dalam pendokumentasian dan kohort ibu daan balita.
Yang ingin kami bahas dalam makalah ini adalah “bagaimana pendokumentasian dalam komunitas dan kohort ibu dan balita”.
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum : Mengetahui tentang pendokumensatian dalam Komunitas dan kohort ibu dan balita.
b. Tujuan Khusus :
• Diketahuinya tentang pengertian pencatatan dan pelaporan dalam Komunitas
• Diketahuinya prosedur pencatatan dan pelaporan pada pendokumentasian komunitas.
• Diketahuinya proses dan prosedur pencatatan dan pelaporan
• Diketahuinya mengenai kohort ibu.
• Diketahuinya tentang kohort balita.














BAB II
ISI
I. Monitoring Dan Evaluasi Kegiatan Pelayanan Kebidanan Di Komunitas
A. Pengertian
Register kohort adalah sumber data pelayanan ibu hamil, ibu nifas, neonatal, bayi dan balita.
B. Tujuan
Untuk mengidentifikasi masalah kesehatan ibu dan neonatal yang terdeteksi di rumah tangga yang teridentinfikasi dari data bidan.
C. Jenis Register Kohort
1. Register kohort ibu
Register kohort ibu merupakan sumber data pelayanan ibu hamil dan bersalin, serta keadaan/resiko yang dipunyai ibu yang di organisir sedemikian rupa yang pengkoleksiaannya melibatkan kader dan dukun bayi diwilayahnya setiap bulan yang mana informasi pada saat ini lebih difokuskan pada kesehatar ibu dan bayi baru lahir tanpa adanya duplikasi informasi.
2. Register kohort bayi
Merupakan sumber data pelayanan kesehatanbayi, termasuk neonatal.
3. Register kohort balita
Merupakan sumber data pelayanan kesehatan balita, umur 12 bulan sampai dengan 5 tahun
Pendataan suatu masyarakat yang baik bilamana dilakukan oleh komponen yang merupakan bagian dari komunitas masyarakat bersangkutan, karena merekalah yang paling dekat dan mengetahui situasi serta keadaan dari masyarakat tersebut. Sumber daya masyarakat itu adaIah Kader dan dukun bayi serta Tokoh masyarakat.
Bersama-sama dengan Bidan desa, pendataan ibu hamil, ibu bersalin, neonatal, bayi dan balita dapat diIakukan. Dengan mendata seluruh ibu hamil yang ada di suatu komunitas tanpa terIewatkan yang dilakukan oleh kader dan dukun bayi kemudian bidan desa memasukan seluruh data ibu hamil ke dalam kohort yang telah disediakan di Pusesmas, sehingga data yang ada di desa pun dimiliki puskesmas.
Dengan Puskesmas juga memiliki data dasar, bidan desa dan Puskesmas dalam hal ini bidan puskesmas dan timnya dapat memonitor dan mengikuti setiap individu yang ada didaerah tersebut.
Dengan puskesmas memiliki seluruh data ibu hamil dan bidan desa memberikan pemeriksaan seluruh ibu hamil tanpa melihat apakah ibu hamil lersebut mempunyai faktor resiko atau tidak, sehingga dapat menyelamatkan jiwa ibu dan anak yang dikandung.
D. CARA PENGISIAN KOHORT
a. Ibu
Kolom 1. Diisi nomor urut, 2. Diisi nomor indeks dari famili folder, 3. Diisi nama ibu hamil, 4. Diisi nama suami ibu hamil, 5. Diisi alamat ibu hamil, 6. Diisi umur ibu hamil, 7. Diisi umur kehamilan pada kunjungan pertama dalam minggu/tanggal HPL, 8. Faktor resiko : diisi v ( rumput) untuk umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, 9. Paritas diisi Gravidanya, 10. Diisi bila jarak kahamilan < 2 tahun, 11. Diisi bila BB ibu < 45 kg, lila < 23,5 cm, 12. Diisi bila TB ibu < 145 cm, 13. sd 17 Resiko tinggi : diiisi dengan tanggal ditemukan ibu hamil dengan resiko tinggi, HB diperiksa dan ditulis hasil pemeriksaannya, 18. Pendeteksian faktor resiko : diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan resiko tinggi oleh tenaga kesehatan, 19. Diisi diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan resiko tinggi oleh Non NAKES, 20. sd 22 diisi tanggal immunisasi sesuai dengan statusnya. 23. sd 34 diisi umur kehamilan dalam bulan kode pengisian sebagai berikut : K I :Kontak pertama kali dengan tenaga kesehatan dimana saja pada kehamilan I s/d 5 bulan dengan rambu-rambu O dan secara langsung juga akses dengan rambu-rambu ◙. K4 : Kunjungan ibu hamil yang keempat kalinya. Untuk memperoleh K4 dapat memakai rumus 1-1–2 atau 0-2-2 dengan rambu-rambu Δ Perhatian : K4 tidak boleh rada usia kehamilan 7 bulan Pada ibu hamil pertama kali kunjungan pada usia kehamilan 5 bulan pada bulan berikutnya yaitu 6 bulan harus berkunjung atau dikunjungi agar tidak kehilangan K4. Pada ibu hamil yang awalnya periksa diluar kota, dan pada akhir kehamilannya periksa di wilayah kita karena untuk melahirkan dan penduduk setempat bisa mendapatkan K1, K4 dan sekaligus Akses apabila ibu tersebut dapat menunjukan pemeriksaan dengan jelas Akses :Kontak pertama kali dengan tenaga kesehatan tidak memandang usia kehamilan dengan rambu-rambuΟ 35. Penolong Persalinan, diisi tanggal penolong persalinan tenaga kesehatan 36. Diisi tanggal bila yang menolong bukan nakes. 37. Hasil akhir Kehamilan : Abortus diisi tanggal kejadian abortus 38. Diisi lahir mati 39. Diisi BB bila BBL < 2500 gram 40. Diisi BB bila BBL > 2500 gram, 41. Keadaan ibu bersalin,di beri tanda v bila sehat, 42. Dijelaskan sakitnya, 43. Diisi sebab kematiaannya, 44. Diisi v (rumput), 45. Diisi apabila pindah, atau yang perlu diterangkan
b. Bayi
Kolom 1. Diisi nomor urut. Sebaiknya nomor urut bayi disesuaikan dengan nornor urut ibu pada register kohort ibu. 2. Disi nomor indeks dari Family Folder. 3. sd 7 jelas. 8. Diisi angka berat bayi lahir dalam gram sd 10 diisi tanggal pemeriksaan neonatal oleh tenaga kesehatan. 11. Diisi tanggal pemeriksaan post neonatal oleh petugas kesehatan. 12. sd 23 Diisi hasil penimbangan bayi dalam kg dan rambu gizi yaitu : N = naik, T = turun, R = Bawah garis titik¬ – titik (BGT), BGM = Bawah garis merah. 24. sd 35 Diisi tanggal bayi tersebut mendapat immunisasi. 36. Diisi tanggal bayi ditemukan meninggal. 37. Diisi penyebab kematian bayi tersebut. 38. Diisi bila bayi pindah atau ada kolom yang perlu keterangan.
c. Balita
Kolom 1. Diisi nomor urut. Sebaiknya nomor urut bayi disestiaikan dengan nomor urut ibll pada register kohort ibu. 2. Disi nomor indeks dari Family Folder. 3. sd 7 jelas. 8. sd 31 dibagi 2, diisi hasil penimbangan dalam kg dan rambu gizi 32 sd 35 diisi tanggal pcmberian vit A bulan februari dan Agustus. 36. Diisi tanggal bila ditemkan sakit. 37. Diisi penyebab sakit. 38. Diisi tanngal meninggal. 39. Diisi sebab meninggal. 40. Diisi tanggal bila ditemukan kelainan tumbuh kembang. 41. Diisi jenis kelainan tumbuh kembang. 42. Diisi bila ada kcterangan penting tentang balita tersebut.
Setiap bulan data di kohort di rekap kedalam suatu laporan yang disebut dengan PWS KIA atau Pemantauan wilayah setempat yaitu alat manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah (puskesmas kecamatan) secara terus menerus agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap desa yang cakupan pelayanan KIA nya masih rendah.
Penyajian PWS-KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi dan komunikasi kepada sektor terkait, khususnya Pamong setempat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran agar mendapatkan pelayanan KIA dan membantu memecahkan masalah nonteknis, sehingga semua masalah ibu hamil dapat tertangani secara memadai, yang pada akhimya AKI dan AKB akan turun sesuai harapan.


II. Melakukan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan Di Komunitas
A. Pengertian pencatatan dan pelaporan
Pencatatan ( recording ) dan pelaporan ( reporting ) berpedoman kepada Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP). Beberapa pengertian dasar dari SP2TP menurut Depkes RI (1992) adalah sebagai berikut :
a. System Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas adalah kegiatan pencatatan dan pelaporan data umum, sarana, tenaga dan upaya pelayanan kesehatan di puskesmas termasuk puskeamas pembantu, yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 63/Menkes/SK/II/1981.
b. System adalah satu kesatuan yang terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan, berintegrasi, dan mempunyai tujuan tertentu.
c. Terpadu merupakan gabungan dari berbagai macam kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas, untuk menghindari adanya pencatatan dan pelaporan lain yang dapat memperberat beban kerja petugas puskesmas.
Sedangkan batasan dari pencatatn dan pelaporan kegiatan adalah sebagai berikut :
a. Pencatatn dan pelaporan penyelenggaraan tiap kegiatan bagi tenaga kesehatan adalah melakukan pencatatan data penyelenggaraan tiap kegiatan bagi tenaga kesehatan dan melaporkan data tersebut kepada instansi yang berwenang berupa laporan lengkap pelaksanaan kegiatan dengan menggunakan format yang ditetapkan.
b. Pencatatan dan pelaporan rekapitulasi kegiatan tiapt riwulan adalah melakukan pencatatan data pada semua kegiatan dalam satu triwulan berjalan dan melaporkan data tersebut dalam rekapitulasi kegiatan triwulan kepada instansi yang berwenang dengan menggunakan format yang ditetapkan.
c. Pencatatan dan pelaporan rekapitulasi kegiatan yang diselenggarakan setiap triwulan dan tiap tahun adalah pencatatan data untuk semua kegiatan dalam satu triwulan dan satu tahun berjalan, serta melaporkan data tersebut dalam bentuk rekapitulasi data kegiatan triwulan dan tahunan kepada instansi yang berwenang dengan menggunakan format yang telah ditetapkan.
B. Manfaat Pencatatan dan Pelaporan
Adapun Manfaat dari dilakukannya pencatatan dan pelaporan ini adalah :
a. Memudahkan dalam mengelola informasi kegiatan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
b. Memudahkan dalam memperoleh data untuk perencanaan dalam rangka pengembangan tenaga kesehatan.
c. Memudahkan dalam melakukan pembinaan tenaga kesehatan.
d. Memudahkan dalam melakukan evaluasi hasil.
C. Tujuan Pencatatan dan Pelaporan
Sedangkan tujuan dilakukannya pencatatan dn pelaporan iniadalah :
a. Tujuan umum
System Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) bertujuan agar semua hasil kegiatan puskesmas (di dalam dan di luar gedung) dapat di catat serta dilaporkan ke jenjang selanjutnya sesuai dengan kebutuhan secara benar, berkala dan teratur, guna menunjang pengelolaan upaya kesehatan masyarakat.
b. Tujuan khusus
• Tercatatnya semua data hasil kegiatan puskesmas sesuai kebutuhan secara benar, berkelanjutan dan teratur.
• Terlaporkannya data ke jenjang administrasi berikutnya sesuai kebutuhan dengan menggunakan format yang telah ditetapkan secara benar, berkelanjutan dan teratur.
D. Ruang Lingkup Pencatatan dan Pelaporan
Ruang lingkup pencatatan dan pelaporan, meliputi jenis data yang dikumpulkan, dicatat, dan dilaporkan puskesmas. Jenis data tersebut mencakup :
• Umum dan demografi.
• Sarana fisik.
• Ketenagaan.
• Kegiatan pokok yang dilakukan di dalam dan di luar gedung.
E. Pengelolaan
1. Pencatatan
Semua kegiatan pokok baik di dalam maupun di luar gedung, puskesmas, puskesmas pembantu, dan bidan di desa harus dicatat. Untuk memudahkan dapat menggunakan formulir standar yang telah ditetapkan dalam ST2TP. Jenis formulir standar yang digunakan dalam pencatatan adalah sebagai berikut :
a. Rekam Kesehatan Keluarga (RKK)
Rekam kesehatan keluarga atau family folder adalah himpunan kartu-kartu individu suatu keluarga yang memperoleh pelayanan kesehatan di puskesmas. Kegunaan dari RKK adalah untuk mengikuti keadaan kesehatan dan gambaran penyakit di suatu keluarga.
Pengguna RKK diutamakan pada anggota keluarga yang mengidap salah satu penyakit/kondisi, mkisalnya penderita TBC paru, kusta, keluarga resiko tinggi yaitu ibu hamil resiko tinggi, neonates resiko tinggi (BBLR), balita kurang energy kronis (KEK).
Dalam pelaksanaanya keluarga yang menggunakan RKK diberi alat bantu Kartu Tanda Pengenal Keluarga (KTPK) untuk memudahkan pencarian berkas pada saat melakukan kunjungan ulang.
b. Kartu Rawat Jalan
Kartu rawat jalan atau kartu rekam medik pasien merupakan alat untuk mencatat identitas dan status pasien rawat jalan yang berkunjung ke puskesmas.
c. Kartu Indeks Penyakit
Merupakan alat bantu untuk mencatat identitas pasien, riwayat, dan perkembangan penyakit. Kartu indeks penyakit diperuntukkan khusus penderita penyakit TBC paru dan kusta.
d. Kartu Ibu
Kartu ibu merupakan alat bantu untuk mengetahui identitas, status kesehatan, dan riwayat kehamilan sampai kelahiran.
e. Kartu Anak
Kartu anak adalah alat bantu untuk mencatat identitas, status kesehatan, pelayanan preventif-promotif-kuratif-rehabilitatif yang diberikan kepada balita dan anak prasekolah.
f. KMS Balita, Anak Sekolah
Merupakan alat bantu untuk mencatat identitas, pelayanan, dan pertumbuhan yangt telah diperoleh balita dan anak sekolah.
g. KMS Ibu Hamil
Merupakan alat untuk mengetahui identitas dan mancatat perkembangan kesehatan ibu hamil dan pelayanan kesehatan yang diterima ibu hamil.
h. KMS Usia Lanjut
Merupakan alat untuk mencatat kesehatan usia lanjut secara pribadi baik fisik maupun psikososial, dan digunakan untuk memantau kesehatan, deteksi dini penyakit, dan evaluasi kemajuan kesehatan usila.
i. Regiser
Merupakan formulir untuk mencatat atau merekap data kegiatan di dalam dan di luar gedung puskesmas, yang telah dicatat di kartu dan catatan lainnya.
Ada beberapa jenis register :
o Nomor Indeks Pengunjung Puskesmas
o Rawat Jalan
o Register Kunjungan
o Register Rawat Inap
o Register KIA dan KB
o Register Kohort Ibu dan Balita
o Register Deteksi Dini Tumbuh Kembang dan Gizi
o Register Penimbangan Batita
o Register Imunisasi
o Register Gizi
o Register Kapsul Beryodium
o Register Anak Sekiolah
o Sensus Harian : Kunjungan, Kegiatan KIA, Imunisasi, dan Penyakit
Mekanisme Pencatatan
Pencatatan dapat dilakukan di dalam dan di luar gedung. Di dalam gedung, loket memegang peranan penting bagi seorang pasien yang berkunjung pertama kali atau yang melakukan kunjungan ulang mendapatkan Kartu Tanda Pengenal. Kemudian pasien disalurkan pada unit pelayanan yang akan dituju. Apabila diluar gedung pasien dicatat dalam register sesuai dengan pelayanan yang diterima.
2. Pelaporan
Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat No.n590/BM/DJ/Info/V/96, pelaporan puskesmas menggunakan tahun kalender yaitu dari bulan januari sampai dengan desember dalam tahun yang sama. Formulir pelaporan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan/beban kerja di puskesmas.
Formulir Laporan dari Puskesmas ke Dati II
1. Laporan Bulanan
• data kesakitan (LB 1)
• data obat-obatan (LB 2)
• data kegiatan gizi, KIA/KB, dan imunisasi termasuk pengamatan penyakit menular (LB 3)
• data kegiatan puskesmas (LB 4)
2. Laporan Sentinel, bentuk-bentuk laporan sentinel:
• Laporan Bulanan Sentinel (LB 1S)
laporan yang memuat data penderita penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), dan diarem menurut umur dan status imunisasi. Puskesmas yang memuat LB 1S adalah puskesmas yang ditunjuk yaitu satu puskesmas dari setiap Dati II dengan periode laporan bulanan serta dilaporkan ke Dinas Kesehatan Dati II, Dinas Kesehatan Dati I dan PUsat (Ditjen PPM dan PLP).
• Laporan Bulanan Sentinel (LB 2S)
Dalam laporan ini memuat data KIA, gizi, tetanus neinatorum, dan penyakitbakibat kerja. Laporan bulanan sentinel hanya diperuntukkan bagi puskesmas rawat inap. Laporan ini dilaporkan ke Dinas Kesehatan Dati I,, II, dan, Pusat (Ditjen Binkesmas).
3. Laporan Tahunan, lapora tahunan meliputi:
• Data dasar puskesmas (LT-1)
• Data kepegawaian (LT-2)
• Data peralatan (LT-3)
Alur Laporan
Laporan dari Dati II dikirimkan ke Dinas Kesehatan Dati I dan Kanwil Departemen Kesehatan Provinsi serta Pusat (Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat) dalam bentuk rekapitulasi dari laporan tersebut meliputu :
1. Laporan Triwulan
• Hasil entri data/rekapitulasi laporan LB 1
• Hasil entri data/rekapitulasi laporan LB 2
• Hasil entri data/rekapitulasi laporan LB 3
• Hasil entri data/rekapitulasi laporan LB 4
2. Laporan Tahunan
• Hasil entri data/rekapitulasi laporan LT-1
• Hasil entri data/rekapitulasi laporan LT-2
• Hasil entri data/rekapitulasi laporan LT-3
Frekuensi Laporan
1. Laporan Triwulan
Laporan triwulan dikirim paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya dari triwulan yang dimaksud (contoh: laporan triwulan pertama tanggal 20april 2009, maka laporan triwulan berikutnya adalah tanggal 20mei 2009). Laporan ini diberikan kepada dinas-dinas terkait :
a. Kepala Dinas Kesehatan Dati I
b. Kepala Kantor Wilayah Depkes Provinsi
c. Depkes RI Ditjen Binkesmas
2. Laporan Tahunan
Dikirim paling lambat akhir bulan februari di tahun berikutnya dan diberikan kepada dinas-dinas terkait :
a. Kepala Dinas Kesehatan Dati I
b. Kepala Kantor Wilayah Depkes Provinsi
c. Depkes RI Ditjen Binkesmas
Mekanisme Pelaporan
a. Tingkat Puskesmas
1. Laporan dari puskesmas pembantu dan bidan di desa disampaikan ke pelaksana kegiatan di puskesmas.
2. Pelaksana kegiatan merekapitulasi data yang dicatat baik di dalam maupun di luar gedung serta laporan yang diterima dari puskesmas pembantu dan bidan di luar desa.
3. Hasil rekapitulasi pelaksanaan kegiatan dimasukkan ke formulir laporan sebanyak 2 rangkap, untuk disampaikan kepada coordinator SP2TP.
4. Hasil rekepitulasi pelaksanaan kegiatan diolah dan dimanfaatkan untuk tindak lanjut yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja kegiatan.

b. Tingkat Dati II
1. Pengolahan data SP2TP di Dati II menggunakan perangkat lunak yang ditetapkan oleh Depkes
2. Laporan SP2TP dari puskesmas yang diterima Dinas Kesehatan Dati II disampaikan kepada pelaksana SP2TP untuk direkapitulasi/entri data.
3. Hasil rekapitulasi dikoreksi, diolah, serta dimanfaatkan sebagai bahan untuk umpan balik, bimbingan teknis ke puskesmas dan tindak lanjut untuk meningkatkan kinerja program.
4. Hasil rekapitulaasi data setiap 3 bulan dibuat dalam rangkap 3 (dalam bentuk soft file) untuk dikirimkan ke Dinas Kesehatan Dati I, Kanwil Depkes Provinsi, dan DEpartemen Kesehatan.
c. Tingkat Dati I
1. Pengolahan dan pemanfaatan data SP2TP di Dati I mempergunakan perangkat lunak sama dengan Dati II.
2. Laporan dari Dinkes Dati II, diterima oleh Dinkes Dati I dan Kanwil Depkes dalam bentuk soft file diteruskan ke pelaksana untuk dikompilasi/direkapitulasi.
3. Hasil rekapitulasi disampaikan ke pengelola program Dati I untuk diolah dan dimanfaatkan serta dilakukan tindak lanjut, bimbingan dan pengendalian.
d. Tingkat Pusat
Hasil olahan yang dilaksanakan Ditjen Binkesmas paling lambat dua bulan setelah berakhirnya triwulan tersebut disampaikan kepada pengelola program terkait dan Pusat Data Kesehatan untuk dianalisis dan dimanfaatkan sebagai umpan balik, kemudian dikirimkan ke Kanwil Depkes Provinsi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
a. Kohort adalah
b. Kegunaan kohort adalah
c. System Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas adalah kegiatan pencatatan dan pelaporan data umum, sarana, tenaga dan upaya pelayanan kesehatan di puskesmas termasuk puskeamas pembantu, yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 63/Menkes/SK/II/1981.
d. Manfaat dari dilakukannya pencatatan dan pelaporan ini adalah : Memudahkan dalam mengelola informasi kegiatan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota, memudahkan dalam memperoleh data untuk perencanaan dalam rangka pengembangan tenaga kesehatan, memudahkan dalam melakukan pembinaan tenaga kesehatan, dan memudahkan dalam melakukan evaluasi hasil.

B. Saran
Seorang bidan komunitas harus mampu menggunakan kohort, karena kohort tersebut yang dapat membantu kita dalam menjalankan program dan melihat apakah program yang telah kita programkan berhasil berjalan dengan baik atau tidak.
Sebagai seorang bidan apalagi yang ditempatkan di komunitas hendaknya kita dapat dan harus melakukan pencatatan dan pelaporan untuk membatu kita dalam mempertanggungjawabkan program kita.


DAFTAR PUSTAKA
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/2011/04/melakukan-monitoring-dan-evaluasi.html
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/2011/04/pendokumentasian+asuhan+kebidanan+Komunitas+2010.html
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/2011/04/pencatatan+dan+pelaporan.html
http://blognyabidan.blogspot.com/2010/10/pencatatanpelaporan.html