Minggu, 29 Mei 2011

Rubella

Rubella atau campak Jerman adalah penyakit yang disebabkan suatu virus RNA dari golongan Togavirus. Penyakit ini relatif tidak berbahaya dengan morbiditas dan mortalitas yang rendah pada manusia normal. Tetapi jika infeksi didapat saat kehamilan, dapat menyebabkan gangguan pada pembentukan organ dan dapat mengakibatkan kecacatan.

Sejarah Epidemi

Sebelum dilakukan imunisasi massal mulai tahun 1969, di Amerika terjadi epidemi rubella tiap 6 – 9 tahun dengan epidemi terakhir pada tahun 1964 dengan perkiraan sebanyak lebih dari 20.000 kasus sindroma rubella kongenital dan 11.000 kasus keguguran. Insidens tertinggi adalah pada umur 5 – 9 tahun sebanyak 38,5 % dari kasus pada tahun 1966-1968. Meskipun insiden rubella turun sampai 99 % antara 1966-1968, 32 % dari semua kasus terjadi pada umur 15-29 tahun. Tanpa imunisasi, 10 % - 20% populasi di Amerika dicurigai terinfeksi rubella.

Tujuan imunisasi adalah eradikasi infeksi rubella kongenital. Jumlah kasus sindroma rubella kongenital yang dilaporkan turun sampai 99 % sejak tahun 1969. Setelah penurunan yang tajam dari insiden sindroma rubella kongenital, insiden mendatar sekitar 0.05 per 100.000 kelahiran hidup selama10 tahun terakhir karena infeksi rubella tetap berlanjut pada wanita usia subur. Bila semua wanita ini telah divaksinasi (idealnya) insiden sindroma rubella kongenital pasti akan turun sampai nol.

Penyebaran

Penularan virus rubella adalah melalui udara dengan tempat masuk awal melalui nasofaring dan orofaring. Setelah masuk akan mengalami masa inkubasi antara 11 sampai 14 hari sampai timbulnya gejala. Hampir 60 % pasien akan timbul ruam.
Penyebaran virus rubella pada hasil konsepsi terutama secara hematogen. Infeksi kongenital biasanya terdiri dari 2 bagian : viremia maternal dan viremia fetal. Viremia maternal terjadi saat replikasi virus dalam sel trofoblas. Kemudian tergantung kemampuan virus untuk masuk dalam barier plasenta. Untuk dapat terjadi viremia fetal, replikasi virus harus terjadi dalam sel endotel janin. Viremia fetal dapat menyebabkan kelainan organ secara luas.

Bayi- bayi yang dilahirkan dengan rubella kongenital 90 % dapat menularkan virus yang infeksius melalui cairan tubuh selama berbulan-bulan. Dalam 6 bulan sebanyak 30 – 50 %, dan dalam 1 tahun sebanyak kurang dari 10 %. Dengan demikian bayi - bayi tersebut merupakan ancaman bagi bayi-bayi lain, disamping bagi orang dewasa yang rentan dan berhubungan dengan bayi tersebut.


Gejala klinis


Gambaran klinis infeksi rubella serupa dengan penyakit lain dan kadang-kadang tidak tampak gejala dan tanda infeksi. Pada orang dewasa mula-mula terdapat gejala prodromal berupa malaise, mialgia dan sakit kepala. Pada anak-anak sering tidak diketahui gejala prodromal ini, atau apabila ada sangat minimal. Onset dari gejala prodromal sering dilaporkan dengan munculnya limfadenopati postaurikuler, yang biasanya dilanjutkan dengan munculnya ruam setelah 6-7 hari. Bercak-bercak berupa exanthema yang khas yaitu makulo papular yang sentrifugal mulai dari dada atas, abdomen kemudian ekstremitas yang akan menghilang dalam 3 hari. Kadang-kadang timbul arthralgia yang tergantung dari virulensi virus.

Pada janin, infeksi rubella dapat menyebabkan abortus bila terjadi pada trimester I.. Mula-mula replikasi virus terjadi dalam jaringan janin, dan menetap dalam kehidupan janin, dan mempengaruhi pertumbuhan janin sehingga menimbulkan kecacatan atau kelainan yang lain.

Infeksi ibu pada trimester kedua juga dapat menyebabkan kelainan yang luas pada organ. Menetapnya virus dan dan interaksi antara virus dan sel di dalam uterus dapat menyebabkan kelainan yang luas pada periode neonatal, seperti anemia hemolitika dengan hematopoiesis ekstra meduler, hepatitis, nefritis interstitial, ensefalitis, pankreatitis interstitial dan osteomielitis.


Gejala rubella kongenital dapat dibagi dalam 3 kategori :

1. Sindroma rubella kongenital yang meliputi 4 defek utama yaitu :

a. Gangguan pendengaran tipe neurosensorik. Timbul bila infeksi terjadi sebelum umur kehamilan 8 minggu. Gejala ini dapat merupakan satu-satunya gejala yang timbul.

b. Gangguan jantung meliputi PDA, VSD dan stenosis katup pulmonal.

c. Gangguan mata : katarak dan glaukoma. Kelainan ini jarang berdiri sendiri.

d. Retardasi mental

dan beberapa kelainan lain antara lain:

e. Purpura trombositopeni ( Blueberry muffin rash )

f. Hepatosplenomegali, meningoensefalitis, pneumonitis, dan lain-lain

2. Extended – sindroma rubella kongenital.. Meliputi cerebral palsy, retardasi mental, keterlambatan pertumbuhan dan berbicara, kejang, ikterus dan gangguan imunologi ( hipogamaglobulin ).

3. Delayed - sindroma rubella kongenital. Meliputi panensefalitis, dan Diabetes Mellitus tipe-1, gangguan pada mata dan pendengaran yang baru muncul bertahun-tahun kemudian.


Diagnosis


Diagnosis infeksi rubella sangat sulit karena gejalanya yang tidak khas. Timbulnya ruam selama 2-3 hari dan adanya adenopati postaurikuler dapat sebagai diagnosis awal kecurigaan infeksi rubella, tetapi untuk diagnosis pastinya diperlukan konfirmasi serologi atau virologi. Virus rubella dapat ditemukan pada struktur jaringan yang dapat diambil dari hapusan orofaring, tetapi tindakan ini sulit dilakukan.


Antibodi rubella biasanya lebih dahulu muncul saat timbul ruam. Diagnosis rubella ditegakkan bila titer meningkat 4 kali saat fase akut, dan biasanya imunitas menetap lama. Apabila pasien diperiksa beberapa hari setelah timbul ruam, diagnosis dapat ditegakkan dengan analisis antibodi IgM anti rubella dengan menggunakan sistem ELISA. IgM spesifik rubella dapat terlihat 1 – 2 minggu setelah infeksi primer dan menetap selama 1 - 3 bulan. Adanya antibodi IgM menunjukkan adanya infeksi primer, tetapi bila negatif belum tentu tidak terinfeksi.


Diagnosis prenatal dilakukan dengan memeriksa adanya IgM dari darah janin melalui CVS ( chorionoc villus sampling ) atau kordosentesis. Konfirmasi infeksi fetus pada trimester I dilakukan dengan menemukan adanya antigen spesifik rubella dan RNA pada CVS. Metode ini adalah yang terbaik untuk isolasi virus pada hasil konsepsi.


Berdasarkan gejala klinik dan temuan serologi, sindroma rubella kongenital (CRS, Congenital Rubella Syndrome) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :


1. CRS confirmed. Defek dan satu atau lebih tanda/ gejala berikut :

* Virus rubella yang dapat diisolasi.
* Adanya IgM spesifik rubella
* Menetapnya IgG spesifik rubella..


2. CRS compatible. Terdapat defek tetapi konfirmasi laboratorium tidak lengkap. Didapatkan 2 defek dari item a , atau masing-masing satu dari item a dan b.

a. Katarak dan/ atau glaukoma kongenital, penyakit jantung kongenital, tuli, retinopati.

1. Purpura, splenomegali, kuning, mikrosefali, retardasi mental, meningo ensefalitis, penyakit tulang radiolusen.


3. CRS possible. Defek klinis yang tidak memenuhi kriteria untuk CRS compatible.


4. CRI ( Congenital Rubella Infection ). Temuan serologi tanpa defek.


5. Stillbirths. Stillbirth yang disebabkan rubella maternal


6. Bukan CRS. Temuan hasil laboratorium tidak sesuai dengan CRS:


Tidak adanya antibodi rubella pada anak umur < 24 bulan dan pada ibu..

Kecepatan penurunan antibodi sesuai penurunan pasif dari antibodi didapat.


Pencegahan


Penanggulangan infeksi rubella adalah dengan pencegahan infeksi salah satunya dengan cara pemberian vaksinasi. Pemberian vaksinasi rubella secara subkutan dengan virus hidup rubella yang dilemahkan dapat memberikan kekebalan yang lama dan bahkan bisa seumur hidup.

Vaksin rubella dapat diberikan bagi orang dewasa terutama wanita yang tidak hamil. Vaksin rubella tidak boleh diberikan pada wanita yang hamil atau akan hamil dalam 3 bulan setelah pemberian vaksin. Hal ini karena vaksin berupa virus rubella hidup yang dilemahkan dapat berisiko menyebabkan kecacatan meskipun sangat jarang.

Tidak ada preparat kimiawi atau antibiotik yang dapat mencegah viremia pada orang-orang yang tidak kebal dan terpapar rubella. Bila didapatkan infeksi rubella dalam uterus, sebaiknya ibu diterangkan tentang risiko dari infeksi rubella kongenital. Dengan adanya kemungkinan terjadi defek yang berat dari infeksi pada trimester I, pasien dapat memilih untuk mengakhiri kehamilan, bila diagnosis dibuat secara tepat.

ANEMIA PADA KEHAMILAN

Seseorang, baik pria maupun wanita, dinyatakan menderita anemia apabila kadar
hemoglobin dalam darahnya kurang dari 12 g / 100 ml. Anemia lebih sering dijumpai
dalam kehamilan. Hal itu disebabkan karena dalam kehamilan keperluan akan zat – zat
makanan bertambah dan terjadi pula perubahan – perubahan dalam darah dan sumsum
tulang.
Darah bertambah banyak dalam kehamilan, yang lazim disebut hidremia atau
hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel – sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambhnya plasma, sehingga terjadi pengenceran darah. Pertambahan tersebut
berbanding sebagai berikut : plasma 30 %, sel darah 18 %, dan hemoglobin 19 %.
Pengenceran darah dianggap sebagai penyesuaian diri secara fisiologi dalam
kehamilan dan bermanfaat bagi wanita. Pertama – tama pengeceran itu meringankan
beban jantung yang harus bekerja lebih berat dalam masa hamil, karena sebagai akibat
hidremia cardiac output meningkat. Kerja jantung lebih ringan apabila viskositas darah
rendah. Resistensi perifer berkurang pula, sehingga tekanan darah tidak naik. Kedua,
pada perdarahan waktu persalinan, banyaknya unsur besi yang hilang lebih sedikit
dibandingka dengan apabila darah itu tetap kental.
Bertambahnya darah dalam kehailan sudah mulai sejak kehamilan umur 10
minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Hoo Swit
Tjiong menemukan dalam penyelidikan berangkai pada 21 wanita di R.S. Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta dari kehamilan 8 minggu sampai persalinan dan 40 hari
postpartum, bahwa kadar Hb, jumlah eritrosit, dan nilai hematokrit, ketiga – tiganya turun
selama kehamilan sampai 7 hari postpartum. Setelah itu ketiga nilai itu meningkat, dan
40 hari postpartum mencapai angka – angka yang kira – kira sama dengan angka – angka
di luar kehamilan. Hasil penyelidikan ini disokong oleh penyelidikan lain pada 3531
wanita hamil yang dilakukan dalam waktu dan di rumah sakit yang sama.
Dalam hubungan dengan apa yang diuraikan di atas terbanyak penulis mengambil
nilai 10 g / 100 ml sebagai batas terendah untuk kadar Hb dalam kehamilan. Seorang
wanita hamilyang memiliki Hb kurang dari 10 g / 100 ml barulah disebut menderita
anemia dalam kehamilan. Karena itu, para wanita hamil dengan Hb antara 10 dan 12 g /
100 ml tidak dianggap menderita anemia patologik, akan tetapi anemia fisiologik atau
pseudoanemia.
Frekuensi anemia dalam kehamilan
Di seluruh dunia frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi, berkisar antara
10 % dan 20 %. Karena defisiensi makanan memegang peranan yang sangat penting
dalam timbulnya anemia maka dapat difahami bahwa frekuensi itu leibh tinggi lagi di
negeri – negeri yang sedan berkembang, dibandingkan dengan negeri – negeri yang
sudah maju. Menurut penyelidikan Hoo Swie Tjiong frekuensi anemia dalam kehamilan
setinggi 18,5 %, pseudoanemia 57,9 %, dan wanita hamil dengan Hb 12 g / 100 ml atau
lebih sebanyak 23,6 %; Hb rata – rata 12,3 g / ml dalam trimester I, 11,3 g / 100 ml dalam
trimester II, dan 10,8 g / 100 ml dalam trimester III. Hal itu disebabkan karena
pengenceran darah menjadi makin nyata dengan lanjutnya umur kehamilan, sehingga
frekuensi anemia dalam kehamilan meningka pula.
Pengaruh anemia dalam kehamilan
Anemia dalam kehamilan memberi pengaruh kurang baik bagi ibu, baik dalam
kehamilan, persalinan maupun dalam nifas dan masa selanjutnya. Pelbagai penyulit dapat
timbul akibat anemia, seperti :
1. Abortus
2. Partus prematurus
3. Partus lama karena ineria uteri
4. Perdarahan postpartum kiarena atonia uteri
5. Syok
6. Infeksi, baik intrapartum maupun postpartum
7. Anemia yang sangat berat dengan Hb kurang dari 4 g / 100 ml dapat
menyebabkan dekpmpensasi kordis, seperti dilaporkan oleh Lie – Injo Luan Eng
dkk.
Hipoksia akibat anemia dapat menyebabkan syok dan kematian ibu pada persalianan
sulit, walaupun tidak terjadi perdarahan. Juga bagi hasil konsepsi anemia dalam
kehamilan memberi pengaruh kurang baik, seperti :
1. Kematian mudigah
2. Kematian perinatal
3. Prematuritas
4. Dapat terjadi cacat bawaan
5. Cadangan besi kurang.
Jadi, anemia dalam kehamilan merupakan sebab potensial morbiditas serta mortalitas
ibu dan anak.
Pembagian anemia dalam kehamilan
Perbagai macam pembagian anemia dalam kehamilan telah dikemukakan oleh
para penulis. Berdasarkan penyelidikan di Jakarta anemia dalam kehamilan dapat
dibagi sebagai berikut :
1. Anemia defisiensi besi....................................................................62,3 %
2. Anemia megaloblastik....................................................................29,0 %
3. Anemia hipoplastik......................................................................... 8,0 %
4. Anemia hemolitik........................................................................... 0,7 %
I. ANEMIA DEFISIENSI BESI
Anemia dalam kehamilan yang paling sering dijumpai ialah anemia akibat
kekurangan besi. Kekurangan ini dapat disebabkan karena kurang masuknya unsur besi
dengan makanan, karena gangguan resorpsi, gangguan penggunaan, atau karena
terlampau banyaknya besi ke luar dari badan, misalnya pada perdarahan.
Keperluan akan besi bertambah dalam kehamilan, terutama dalam trimester
terakhir. Apabila masuknya besi tidak ditambah dan kehamilan, maka mudah terjadi
anemia defisiensi besi, lebih – lebih pada kehamilan kembar. Lagi pula di daerah
khatuliswa besi lebih banyak ke luar melalui air penuh dan melalui kulit. Masuknya besi
setiap hari yang dianjurkan tidak sama untuk pelbagai negeri. Untuk wanita tidak hamil,
wanita hamil, dan wanita yang menyusui dianjurkan di Amerika Serikat masing – masing
12 mg, 15 mg, dan 15 mg ; di Indonesia masing – masing 12 mg, dan 17 mg, dan 17 mg.
Diangnosa
Diangnosis anemia defisiensi besi yang berat tidak sulit karena ditandai ciri – ciri
yang khas bagi defisiensi besi, yakni mikrositosis dan hipokromasia. Anemia yang ringan
tidak selalu menunjukan ciri – ciri khas itu, bahkan banyak yang bersifat normositer dan
normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi besi dapat berdampingan dengan
defisiensi asam folat. Yang terakhir menyebabkan anemia mengloblastik yang sifatnya
makrositer dan hiperkrom. Anemia ganda demikian lazim disebut anemia dimorfis, yang
dapat dibuktikan dengan kurva Price Jones.
Sifat lain yang khas bagi defisiensi besi adalah : a. Kadar besi serum rendah; b.
Daya ikat besi serum tinggi; c. Protoporfirin eritrosit tinggi; dan d. Tidak ditemukan
hemosiderin ( stainable iron ) dalam sumsum tulang.
Pengobatan percobaan ( therapia ex juvantibus ) dengan besi dapat pula dipakai
untuk membuktikan defisiensi besi : jikalau dengan pengobatan jumlah retikulosit, kadar
Hb dan besi serum naik sedang daya ikat besi serum dan protoporforin eritrosit turun,
maka anemia itu pasti disebabkan kekurangan besi.
Pemeriksaan sumsum tulang menunjukan eriropoesis yang normoblastik tanpa
tanda – tanda hipoplasia eritropoesis.
Terapi
Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya Hb yang diperiksa dan Hb itu kurang
dari 10 g / 100 ml, maka wanita dapat dianggap sebagai menderita anemia defisiensi besi,
baik yang murni maupun yang dimorfis, karena tersering anemia dalam kehamilan
anemia defisiensi besi.
Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per os. Biasanya diberikan garam
besi sebanyak 600 – 1000 mg sehari, seperti sulfas – ferrosus atau glukonas ferrosus. Hb
dapat dinaikan sampai 10 g / 100 ml atau lebih asal masih ada cukup waktu sampai janin
lahir. Peranan vitamin C dalam pengobatan dengan besi masih diragukan oleh beberapa
penyelidik. Mungkin vitamin C mempunyai khasiat untuk mengubah ion ferri menjadi
ion ferro yang lebih mudah diserap oleh selaput usus.
Terapi perenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan obat besi per
os, ada gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan, atau apabila kehamilannya
sudah tua. Besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri. Secara intramuskulus dapat
disuntikan dekstran besi ( imferon ) atau sorbitol besi ( Jectofer ). Hasilnya lebih cepat
dicapai, hanya penderita merasa nyeri di tempat suntikan.
Juga secara intravena perlahan – lahan besi dapat diberikan, seperti ferrum
oksidum sakkaratum ( Ferrigen, Ferrivenin, Proferrin, Vitis ), sodium diferrat
( Ferronascin ), dan dekstran besi ( imferon ). Akhir – akhir ini Imferon banyak pula
diberikan dengan infus dalam dosis total antara 1000 – 2000 mg unsur besi sekaligus,
dengan hasil yang sangat memuaskan. Walaupun besi intravena dan dengan infus kadang
– kadang menimbulkan efek sampingan, namun apabila ada indikasi yang tepat, cara ini
dapat dipertanggungjawabkan. Komplikasi kurang berbahaya dibangdingkan dengan
transfusi darah.
Transfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang
diberikan – walaupun Hb-nya kurang dari 6 g / 100 ml – apabila tidak terjadi perdarahan.
Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan, yang segera harus diberikan apabila
terjadi perdarahan yang lebih dari biasa, walaupun tidak lebih dari 1000 ml.
Pencegahan
Di daerah – daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya setiap
wanita hamil diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari. Selain
itu wanita dinasehatkan pula untuk makan lebih banyak protein dan sayur – sayuran yang
mengandung banyak mineral serta vitamin.
Prognosis
Prognosis anemia defiesiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan
anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa perdarahan banyak atau
komplikasi lain. Anemia berat yang tidak diobati dalam kehamilan muda dapat
menyebabkan abortus, dan dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama,
perdarahan postpartum, dan infeksi.
Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi
tidak menunjukan Hb yang rendah, namun cadngan besinya kurang, yang baru beberapa
bulan kemudian tampak sebagai anemia infantum.
II. ANEMIA MEGALOBLASTIK
Anemia megablastik dalam kehamilan disebabkan karena defisisiensi asam folik (
pteroylglutamic acid ), jarang sekali karena defisiensi vitamin B12 ( cyanocobalamin ).
Berbeda dari di Eropa dan di Amerika Serikat frekuensi anemia megaloblastik dalam
kehamilan cukup tinggi di Asia, seperti India, Malaysia, dan di Indonesia. Hal itu erat
hubungannya dengan defisiensi makanan.
Diagnosis
Diangonosis anemia megaloblastik dibuat apabila ditemukan megloblas atau
promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas sebagai anemia makrositer
dan hiperkrom tidak selalu dijumpai, kecuali bila anemianya sudah berat. Seringkali
anemia sifatnya normositer dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi sam
folik sering berdampingan dengan defisiensi besi dalam kehamilan.
Perubahan – perubahan dalam leukopoesis, seperti metamielosit datia dan sel
batang datia yang kadang – kadang diesertai vakuolisasi, dan hipersegmentasi granulosit,
terjadi lebih dini pada defiesiensi asam folik dan vitamin B12, bahkan belum terdapat
megaloblastosis. Ciri – ciri merupakan petunjuk yang kuat bagi defisiensi asam folik dan
vitamin B12. Juga pemeriksaan asam formimino – glutamik dalam air kencing ( Figlu –
test ) dapat membantu dalam diagnosis. Kadar asam folik tidak dapat dipakai sebagai
diagnostikum.
Diangnosis pasti baru dapat dibuat dengan percobaan penyerapan ( absorption test
) dan percobaan pengeluaran ( clearance test ) asam folik. Pengobatan percobaan dengan
asam folik dapat pula menyokong diagnosis; naiknya jumlah retikulosit dan kadar Hb
menunjukan defisiensi asam folik.
Pada anemia dimorfis gambaran darah yang mula – mula normositer dan
normokrom, setelah pemberian asam folik, jelas berubah menjadi mikrositer dan
hipokrom karena defisiensi asam folik sudah dikoreksi, akan tetapi defisiensi besi belum.

CYTOMEGALOVIRUS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi Sitomegalovirus adalah suatu penyakit virus yang bisa menyebabkan kerusakan otak dan kematian pada bayi baru lahir. Bisa di dapat sebelum lahir atau setelah lahir. Infeksi sitomegalovirus bisa terjadi pada orang yang menerima darah terinfeksi atau jaringan cangkokan yang terinfeksi, misalnya ginjal. Sekitar 60-90% orang dewasa mengalami infeksi sitomegalovirus, Infeksi serius biasanya terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan, misalnya penerima cangkok sumsum tulang atau penderita AIDS.
Oleh sebab itu penulis tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang CMV ini karena menyangkut terhadap kecerdasan seorang anak. Kecerdasan seorang anak dapat mempengaruhi terhadap tingkat kecerdasan dalam suatu negara.

B. Tujuan
Tujuan kami ingin untuk membahas tentang CMV ini dan menyampaikan hal – hal kecil yang sering terlupakan oleh kita dalam melakukan proses asuhan kebidanan. Kemudian ini merupakan salah satu tugas Asuhan kebidanan IV, dan sebagai pemenuhan tugas AsKeb IV.

C. Permasalahan
Adapuun yang menjadi permasalahan bagi kami dalam makalah ini adalah :
1. Pengertian Cytomegalovirus.
2. Gejala klinis dari Cytomegalovirus.
3. Cara Penularan Cytomegalovirus.
4. Cara Pencegahan Cytomegalovirus.
5. Penatalaksanaan terhadap Cytomegalovirus.




















BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Sitomegalovirus merupakan virus DNA dari golongan herpesviridae seperti : Herpes simplex virus tipe1 dan 2, Varicella – Zoster , Epstein Barr virus. Karakteristik virus dari golongan ini adalah kemampuannya untuk beradaptasi didalam tubuh manusia sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan masa laten atau dormant. Bila ada rangsangan tertentu dapat terjadi kekambuhan dan bahkan dapat menyebar bila tubuh terganggu daya tahannya. Virus ini merupakan penyebab utama infeksi kongenital, dan diperkirakan 0,2 – 2,2 % janin yang terinfeksi intrauterin dapat fatal bagi janin dan bila bertahan hidup dapat terjadi retardasi mental, buta atau tuli.
Infeksi Sitomegalovirus adalah suatu penyakit virus yang bisa menyebabkan kerusakan otak dan kematian pada bayi baru lahir. Bisa di dapat sebelum lahir atau setelah lahir. Infeksi sitomegalovirus bisa terjadi pada orang yang menerima darah terinfeksi atau jaringan cangkokan yang terinfeksi, misalnya ginjal. Sekitar 60-90% orang dewasa mengalami infeksi sitomegalovirus, Infeksi serius biasanya terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan, misalnya penerima cangkok sumsum tulang atau penderita AIDS.
Sitomegalovirus yang terjadi pada bayi jika virus dari ibu yang terinfeksi menular kepada janin yang dikandungnya melalui plasenta (ari-ari).
Klasifikasi sitomegalovirus
Famili : herpes viridae
Subfamily : Betaherpesvirinae
Genus : Sitomegalovirus
B. Penyebaran
Infeksi sitomegalovirus ditularkan melalui cairan tubuh seperti ludah, darah, ASI, urine, semen dan lain-lain. Golongan sosial ekonomi rendah lebih rentan terkena infeksi. Rumah sakit juga merupakan tempat penularan virus ini, terutama unit dialisis, perawatan neonatal dan ruang anak. Penularan melalui hubungan seksual juga dapat terjadi melalui cairan semen ataupun lendir endoserviks.
Transmisi ke janin mencapai 40 % pada infeksi primer dan lebih jarang pada infeksi rekuren. Kekebalan yang terjadi akibat infeksi sitomegalovirus ternyata tidak cukup untuk melindungi kemungkinan terjadinya infeksi sitomegalovirus kongenital ulang. Meskipun jarang, sitomegalovirus kongenital tetap dapat terulang pada ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sitomegalovirus kongenital pada kehamilan terdahulu. Penularan dapat terjadi setiap saat dalam kehamilan tetapi semakin muda umur kehamilan semakin berat gejala pada janinnya.

C. Gejala Klinis
Hanya pada individu dengan penurunan daya tahan dan pada masa pertumbuhan janin sitomegalovirus menampakkan virulensinya pada manusia. Pada wanita normal sebagian besar adalah asimptomatik atau subklinik., tetapi bila menimbulkan gejala akan tampak gejala antara lain:
1. Mononukleosis-like syndrome yaitu demam yang tidak teratur selama 3 minggu. Secara klinis timbul gejala lethargi, malaise dan kelainan hematologi yang sulit dibedakan dengan infeksi mononukleosis ( tanpa tonsilitis atau faringitis dan limfadenopati servikal ). Kadang-kadang tampak gambaran seperti hepatitis dan limfositosis atipik. Secara klinis infeksi sitomegalovirus juga mirip dengan infeksi virus Epstein-Barr dan dibedakan dari hasil tes heterofil yang negatif. Gejala ini biasanya self limitting tetapi komplikasi serius dapat pula terjadi seperti hepatitis, pneumonitis, ensefalitis, miokarditis dan lain-lain. Penting juga dibedakan dengan toksoplasmosis dan hepatitis B yang juga mempunyai gejala serupa.
2. Sindroma post transfusi. Viremia terjadi 3 – 8 minggu setelah transfusi. Tampak gambaran panas kriptogenik, splenomegali , kelainan biokimia dan hematologi. Sindroma ini juga dapat terjadi pada transplantasi ginjal.
3. Penyakit sistemik luas antara lain pneumonitis yang mengancam jiwa yang dapat terjadi pada pasien dengan infeksi kronis dengan thymoma atau pasien dengan kelainan sekunder dari proses imunologi ( seperti HIV tipe 1 atau 2 ).
4. Hepatitis anikterik yang terutama terjadi pada anak-anak.

Tidak seperti virus rubella, sitomegalovirus dapat menginfeksi hasil konsepsi setiap saat dalam kehamilan. Bila infeksi terjadi pada masa organogenesis ( trimester I ) atau selama periode pertumbuhan dan perkembangan aktif ( trimester II ) dapat terjadi kelainan yang serius. Juga didapatkan bukti adanya korelasi antara lamanya infeksi intrauterin dengan embriopati.
Pada trimester I infeksi kongenital sitomegalovirus dapat menyebabkan prematur, mikrosefali, IUGR, kalsifikasi intrakranial pada ventrikel lateral dan traktus olfaktorius, sebagian besar terdapat korioretinitis, juga terdapat retardasi mental, hepatosplenomegali, ikterus, purpura trombositopeni, DIC.
Infeksi pada trimester III berhubungan dengan kelainan yang bukan disebabkan karena kegagalan pertumbuhan somatik atau pembentukan psikomotor. Bayi cenderung normal tetapi tetap berisiko terjadinya kurang pendengaran atau retardasi psikomotor. Meskipun infeksi sitomegalovirus merupakan infeksi yang paling sering terjadi yaitu 1 % dari seluruh persalinan tetapi hanya 5 – 10 % yang menunjukkan gejala tersebut diatas pada saat kelahiran.
Mortalitas infeksi kongenital cukup tinggi yaitu sebesar 20 – 30 % dan dari yang bertahan hidup 90 % akan menderita komplikasi lambat seperti retardasi mental, buta, defisit psikomotor, tuli dan lain-lain. Gejala lambat juga timbul pada 5 – 15 % dari mereka yang lahir asimptomatik seperti gangguan pendengaran tipe sensorik sebelum tahun kedua.

D. Diagnosis
Untuk dapat menegakkan diagnosis infeksi sitomegalovirus ibu dibutuhkan antara lain :
1. peningkatan titer antibodi anti sitomegalovirus sebesar lebih dari 4 kali (konversi serologi )
2. Adanya antibodi IgM ibu, atau
3. Isolasi virus.

Cara terbaik untuk diagnosis sitomegalovirus adalah dengan isolasi virus dari darah, urine, ataupun cairan serviks. Pemeriksaan histopatologi atau sitologi urine juga dapat membantu dengan adanya perubahan histologi yang khas yaitu adanya intranuclear inclusion bodies.
Pemeriksaan serologi untuk mendeteksi antibodi IgM spesifik dengan metode ELISA dapat menunjukkan adanya infeksi akut meskipun ada 30 % infeksi akut yang seronegatif serta positif palsu pada 10 % wanita yang sering rekuren.
Diagnosis infeksi sitomegalovirus kongenital dapat dilakukan dengan pemeriksaan kultur, hibridisasi atau serologi adanya antibodi IgM yang didapat dari kordosentesis.. Dengan pemeriksaan ini 60% infeksi kongenital dapat terbukti. Untuk dapat menegakkan diagnosis infeksi kongenital sitomegalovirus dibutuhkan antara lain :
1. adanya antibodi IgM spesifik pada serum janin.
2. isolasi virus, atau adanya classical intranuclear inclusion bodies dalam jaringan janin dan konfirmasi imunologi spesifik.
Karakteristik yang penting dan perlu diperhatikan pada infeksi maternal, neonatal dan kongenital adalah kemampuan penyebaran infeksi pada lingkungan sekitarnya. Bayi dengan infeksi sitomegalovirus kongenital dapat mengeluarkan virus yang infeksius dari orofaring dan traktus urinarius. Untuk itu diharapkan ibu hamil dengan seronegatif tidak melakukan kontak dengan bayi tersebut. Kemungkinan peningkatan transmisi kongenital hanya bila :
1. Didapatkan titer virus yang tinggi ( menandakan adanya infeksi yang baru terjadi ).
2. Adanya peningkatan lebih dari 4 kali antibodi spesifik.
3. Adanya antibodi IgM anti sitomegalovirus.

E. Penyembuhan
Sampai saat ini tidak ada pengobatan yang efektif untuk mengatasi infeksi maternal, dan karena risiko terjadinya morbiditas fetal adalah rendah pemeriksaan penyaring serologis selama kehamilan mempunyai nilai yang terbatas. Berbeda dengan infeksi virus rubella, antibodi sitomegalovirus tidak dapat melindungi kemungkinan infeksi kongenital pada kehamilan yang berikutnya, sehingga kegunaan vaksinasi untuk sitomegalovirus diragukan.
Yang penting dan perlu diperhatikan bagi wanita hamil yang seronegatif harus mencegah agar tidak terlalu sering kontak dengan anak-anak usia 2 – 4 tahun terutama yang diketahui menderita infeksi sitomegalovirus, dan selalu menjaga kebersihan diri dengan membiasakan selalu mencuci tangan setelah kontak dengan produk cairan anak-anak seperti muntahan, popok dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
a. Sitomegalovirus merupakan virus DNA dari golongan herpesviridae seperti : Herpes simplex virus tipe1 dan 2, Varicella – Zoster , Epstein Barr virus. Karakteristik virus dari golongan ini adalah kemampuannya untuk beradaptasi didalam tubuh manusia sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan masa laten atau dormant.
b. Gejalanya yaitu : Mononukleosis-like syndrome yaitu demam yang tidak teratur selama 3 minggu, sindroma post transfusi. Viremia terjadi 3 – 8 minggu setelah transfuse, penyakit sistemik luas antara lain pneumonitis yang mengancam jiwa, dan hepatitis anikterik yang terutama terjadi pada anak-anak.
c. Yang penting dan perlu diperhatikan bagi wanita hamil yang seronegatif harus mencegah agar tidak terlalu sering kontak dengan anak-anak usia 2 – 4 tahun terutama yang diketahui menderita infeksi sitomegalovirus, dan selalu menjaga kebersihan diri dengan membiasakan selalu mencuci tangan setelah kontak dengan produk cairan anak-anak seperti muntahan, popok dan lain-lain.

B. Saran
Sebagai seorang bidan kita hendaknya memperhatikan keadaan pasien agar pasien tidak terserang dan terjangkit oleh pathogen berbahaya ini (CMV).
DAFTAR PUSTAKA

1.
2.
3. http://www.enformasi.com/2009/03/sitomegalovirus.html
4. http://medicastore.com/penyakit/238/Infeksi_Sitomegalovirus.htmluku
5. http://www.susukolostrum.com/data-penyakit/masalah-kesehatan-anak/infeksi-sitomegalovirus-pada-bayi-baru-lahir.htm
6. http://www.ilmukesehatan.com

STRATEGI PELAYANAN KEBIDANAN KOMUNITAS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seorang bidan dapat saja d tempatkan dimana saja sesuai dengan tempat – tempat yang membutuhkannya. Bidan dapat di tempatkan pada pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, mendirikan Praktek sendiri, di Komunitas ( atau yang lebih di kenal Bidan desa). Oleh sebab itu seorang bidan harus dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan dan lingkungan sekitarnya.
Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives (ICM) yang dianut dan diadopsi oleh seluruh organisasi bidan di seluruh dunia, dan diakui oleh WHO dan Federation of International Gynecologist Obstetrition (FIGO). Definisi tersebut secara berkala di review dalam pertemuan Internasional (Kongres ICM). Definisi terakhir disusun melalui konggres ICM ke 27, pada bulan Juli tahun 2005 di Brisbane Australia ditetapkan sebagai berikut: Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) dan atau memiliki izin yang sah (lisensi) untuk melakukan praktik bidan.
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.
Pelayanan kebidanan komunitas diarahkan “untuk mewujudkan keluarga yang sehat sejahtera sehingga tercipta derajat kesehatan yang optimal”. Hal ini sesuai dengan visi Indonesia Sehat 2010. Kesehatan keluarga merupakan salah satu kegiatan dari upaya kesehatan dimasyarakat yang ditujukan kepada keluarga. Penyelenggaraan kesehatan keluarga bertujuan untuk mewujudkan keluarga kecil, sehat, bahagia dan sejahtera. Didalam kesehatan keluarga, kesehatan ibu mencakup kesehatan masa pra kehamilan, kehamilan, persalinan, pasca persalinan dan masa diluar kehamilan (masa interval).
Kesehatan anak diselenggarakan untuk mewujudkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Upaya kesehatan anak dilakukan melalui peningkatan kesehatan anak dalam kandungan, masa bayi, balita, pra sekolah dan sekolah.
Peningkatan kesehatan keluarga dapat mewujudkan lingkungan keluarga yang sehat, selanjutnya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Wujud dari kesehatan keluarga dan komunitas merupakan cita-cita bangsa Indonesia yang berupa kesehatan untuk semua.
Oleh sebab itu banyaknya peran bidan dalam masyarakat membuat bidan haru dapat berbicara dan mendekatkan diri pada masyarakat, serta mampu melakukan tindakan untuk dapat membantu mastarakat serta dapat di terima oleh masyarakat.

B. Permasalah
Adapun yang menjadi permasalah untuk kami dalam membuat makalah ini adalah :
1. Kurangnya pengetahuan kita tentang strategi pelayanan kebidanan di komunitas.
2. Kurang pahamnya terhadap memfaatkan fasilitas – fasilitas yang ada dalam masyarakat untuk menigkatkan kesehatan dalam masyarakat sebagai bidan komunitas.
3. Masih banyaknya masyarakat yang merasa tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik, dan merasa terabaikan oleh tenaga kesehatannya.

C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum
Sedangkan yang menjadi tujuan kami dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan V (Komunitas), dan juga untuk menyampaikan informasi yang lebih tenang strategi pelayanan kebidanan di komunitas.
b. Tujuan Khusus
1. Menulis ingin mengetahui tentang pendekatan edukatif dalam peran serta masyarakat yang dapat dilakukan oleh bidan komunitas di kominutas.
2. Mengetahui pelayanan yang berorientasi pada kebutuhan masyarakat yang dapat diberikan oleh bidan komunitas.
3. Mengetahui menggunakan atau memanfaatkan fasilitas dan potensi yang ada di masyarakat untuk melancarkan kegiatan komunitas yang dapat dilakukan oleh bidan komunitas di komunitas.



BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Edukatif Dalam Peran Serta Masyarakat
Pelayanan kebidanan komunitas dikembangkan berawal dari pola hidup masyarakat yang tidak lepas dari faktor lingkungan, adat istiadat, ekonomi, sosial budaya dan lain – lain. Sebagian masalah komunitas merupakan hasil perilaku masyarakat sehingga perlu melibatkan masyarakat secara aktif. Keberadaan kader kesehatan dari masyarakat sangat penting untuk meningkatkan rasa percaya diri masyarakat terhadap kemampuan yang mereka miliki.
1. Definisi
a. Secara umum : Rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis, terencana dan terarah dengan partisipasi aktif individu, kelompok, masyarakat secara keseluruhan untuk memecahkan masalah yang dirasakan masyarakat dengan mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi dan budaya setempat.
b. Secara khusus : Merupakan model dari pelaksanaan organisasi dalam memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat dengan pendekatan pokok yaitu pemecahan masalah dan proses pemecahan masalah tersebut.
2. Tujuan pendekatan edukatif
a. Memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat yang merupakan masalah kebidanan komunitas.
b. Kembangkan kemampuan masyarakat, hal ini berbeda dengan memecahkan masalah yang dihadapi atas dasar swadaya sebatas kemampuan.
3. Strategi dasar pendekatan edukatif
a. Mengembangkan provider. Perlu adanya kesamaan persepsi dan sikap mental positif terhadap pendekatan yang ditempuh serta sepakat untuk mensukseskan.
Langkah-langkah pengembangan provider :
a. Pendekatan terhadap pemuka atau pejabat masyarakat.
Bertujuan untuk mendapat dukungan, sehingga dapat menentukan kebijakan nasional atau regional. Bentuknya pertemuan perorangan, dalam kelompok kecil, pernyataan beberapa pejabat yang berpengaruh.
b. Pendekatan terhadap pelaksana dari sektor diberbagai tingkat administrasi sampai dengan tingkat desa. Tujuan yang akan dicapai adalah adanya kesepahaman, memberi dukungan dan merumuskan kebijakan serta pola pelaksanaan secara makro. Berbentuk lokakarya, seminar, raker, musyawarah.
c. Pengumpulan data oleh sektor kecamatan/desa. Merupakan pengenalan situasi dan masalah menurut pandangan petugas/provider. Macam data yang dikumpulkan meliputi data umum , data khusus dan data perilaku.
b. Pengembangan masyarakat. Pengembangan masyarakat adalah menghimpun tenaga masyarakat untuk mampu dan mau mengatasi masalahnya sendiri secara swadaya sebatas kemampuan. Dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat untuk menentukan masalah, merecanakan alternatif, melaksanakan dan menilai usaha pemecahan masalah yang dilaksanakan. Langkah– langkahnya meliputi pendekatan tingkat desa, survei mawas diri, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian serta pemantapan dan pembinaan.
4. Yang harus dilakukan oleh Bidan Komunitas dalam masyarakat
Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan kepada anggota masyarakat tentang kesehatan sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang harus meningkat terhadap kesehatan untuk kepentingan diri, keluarga dan masyarakat. Pendidikan mencangkup pendidikan formal, pelatihan dan penyuluhan.
A. Pelatihan
Pelatihan adalah pendidikan singkat yang dilakukan kepada seseorang atau lebih guna meningkatkan ketrampilan tertentu. Tujuan pelatihan adalah dihasilkannya seseorang atau sejumlah orang yang mempunyai ketrampilan tertentu.
Untuk mendukung penerapan kurikulum tersebut, didalam rencana pelatihan ditentukan tenaga pelatih, sarana dan fasilitas serta pembiayaan pelatihan.
1. Perlatihan dukun
Tujuan pelatihan dukun adalah untuk meningkatkan keterampilan dukun dalam melayani ibu hamil, bersalin, nifas dan bayi yang dilahirkan sesuai dengan persyaratan kesehatan. Kurikulum dukun mencangkup sebagai berikut :
a. Struktur dan fisiologis sistem reproduksi secara umum
b. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil
c. Pertolongan persalinan
d. Asuhan ibu nifas
e. Asuhan pada bayi baru lahir
f. Bekerja secara aseptic
g. Penyuluhan
h. Penyakit yang pada umumnya menggangu kesehatan ibu dan bayi
i. Cara merujuk pasien dan
j. Peralatan dukun
2. Pelatihan kader kesehatan desa
Kader kesehatan adalah tenaga sukarela yang melakukan kegiatan progam kesehatan desa.
a. Tujuan pelatihan : Tujuan pelatihan kader adalah agar kader mampu memahami dan mampu berperan dalam pelaksanaan progam-progam kesehatan terutama progam KB kesehatan.
b. Kriteria : Kriteria kader adalah diterima dan dipilih oleh masyarakat serta bersedia dan sanggup menjadi kader kesehatan.
c. Penyelenggara pelatihan : Penyelenggara pelatihan adalah puskesmas dengan tim pelatih yang terdiri dari :
• Pimpinan puskesmas
• Staf puskesmas (antara lain bidan)
• Petugas sector-sektor lain tingkat kecamatan yang berkaitan (BKKBN, Bangdes, pertanian, agama).
3. Kursus ibu
Upaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang kesehatan terutama berkaitan dengan kehamilan dan persalinan, dilakukan melalui kursus ibu.
a. Tujuan : Untuk memberikan kursus ibu adalah untuk memberikan pemahaman kepada ibu tentang masalah kesehatan yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Secara khusus tujuan kursus ibu adalah memberi pengetahuan ibu tentang:
• Hygiene progam menuju hidup sehat
• Kesehatan ibu untuk kepentingan janin
• Jalannya persalinan
• Persiapan menyusui bayi kelak
• Keluarga berencana
b. Kebijakan
c. Materi
d. Demonstrasi
B. Penyuluhan
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan yang berlandaskan prinsip belajar, pemberianinformasi atau nasehat yang ditujukan kepada individu, kelompok atau masyarakat tentang bagaimana hidup sehat.
Tujuan penyuluhan kesehatan adalah tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga dan masyarakat dalam membina, memelihara perilaku dan lingkungan sehat, serta berperan aktif dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Metode dalam penyuluhan :
1. Ceramah
2. Dialog
Alat bantu penyuluhan
1. Kartu (“Flash cart”)
2. “FLIPCHART”
C. Pembinaan Peran Serta Masyarakat
Peran serta masyarakat adalah keikutsertaan individu, keluarga dan kelompok masyarakat dalam setiap menggerakan upaya kesehatan yang juga upaya tanggung jawab kesehatan diri, keluarga dan masyarakat.
Tujuan pmbinaan peran serta masyarakat yang dilakukan olehbidan ialah terwujudnya upaya yang dilakukan oleh masyarakat secara teroganisasi untuk meningkatkan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana menuju keluarga sehat dan sejahtera.
Secara nasional kebijakan dan strategi dasar peningkatan peran serta masyarakat dilandasi oleh :
a. Nilai-nilai keadilan sosialdan pemerataan yang terkandung dalam dasar Negara pancasila.
b. Kesehatan adalah hak dan kewajiban setiap insanseperti yang dinyatakan dalam undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatn.
c. Misi pembangunan kesehatan untuk mencapai “Kesehatan Bagi Semua” dan tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan setiap penduduk untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal dan produktif.
Langkah-langkah untuk meningkatkan peran serta masyarakat dilakukan melalui penyelenggaraan forum KIM ( forum komunikasi) pelatihan edukatif. Secara garis besar, langkah mengembangkan peran serta masyarakat umum adalah sebagai berikut :
a. Melaksanakan penggalangan, pemimpin dan organisasi dimasyarakat melalui dialog untuk mendapatkan dukungan.
b. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengenal dan memecahkan masalah kesehatan keluarga dengan menggali dan menggerakan sumberdaya yang dimilikinya.
c. Melaksanakan kegiatan kesehatan keluarga oleh dan untuk masyarakat melalui kadernya yang terlatih.
d. Pengembangan dan pelestarian kegiatan kesehatan keluarga oleh masyarakat.

B. Pelayanan Yang Berorientasi Pada Kebutuhan Masyarakat
Proses dimana masyarakat dapat mengidentifikasi kebutuhan dan tentukan prioritas dari kebutuhan tersebut serta mengembangkan keyakinan masyarakat untuk berusaha memenuhi kebutuhan sesuai skala prioritas berdasarkan atas sumber – sumber yang ada di masyarakat sendiri maupun berasal dari luar secara gotong royong. Terdiri dari 3 aspek penting meliputi proses, masyarakat dan memfungsikan masyarakat. Terdiri dari 3 jenis pendekatan :
1. Specifict Content Approach : yaitu pendekatan perorangan atau kelompok yang merasakan masalah melalui proposal program kepada instansi yang berwenang.
Contoh : pengasapan pada kasus DBD.
2. General Content objektive approach : yaitu pendekatan dengan mengkoordinasikan berbagai upaya dalam bidang kesehatan dalam wadah tertentu.
Contoh : posyandu meliputi KIA, imunisasi, gizi, KIE dan sebagainya.
3. Proses Objective approach : yaitu pendekatan yang lebih menekankan pada proses yang dilaksanakan masyarakat sebagai pengambil prakarsa kemudian dikembangkan sendiri sesuai kemampuan. Contoh : kader.

C. Menggunakan Atau Memanfaatkan Fasilitas Dan Potensi Yang Ada Di Masyarakat
Masalah kesehatan pada umumnya disebabkan rendahnya status sosial – ekonomi yang akibatkan ketidaktahuan dan ketidakmampuan memelihara diri sendiri (self care) sehingga apabila berlangsung terus akan berdampak pada status kesehatan keluarga dan masyarakat juga produktivitasnya.
1. Definisi
a. Usaha membantu manusia mengubah sikapnya terhadap masyarakat, membantu menumbuhkan kemampuan orang, berkomunikasi dan menguasai lingkungan fisiknya.
b. Pengembangna manusia yang tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi dan kemampuan manusia mengontrol lingkungannya.
2. Langkah – langkah :
a. Ciptakan kondisi agar potensi setempat dapat dikembangkan dan dimanfaatkan.
b. Tingkatkan mutu potensi yang ada.
c. Usahakan kelangsungan kegiatan yang sudah ada.
d. Tingkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
3. Prinsip – prinsip dalam mengembangkan masyarakat.
a. Program ditentukan oleh atau bersama masyarakat.
b. Program disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.
c. Dalam pelaksanaan kegiatan harus ada bimbingan, pengarahan, dan dorongan agar dari satu kegiatan dapat dihasilkan kegiatan lainnya.
d. Petugas harus bersedia mendampingi dengan mengambil fungsi sebagai katalisator untuk mempercepat proses.
4. Bentuk - bentuk program masyarakat
a. Program intensif yaitu pengembangan masyarakat melalui koordinasi dengan dinas terkait/kerjasama lintas sektoral.
b. Program adaptif yaitu pengembangan masyarakat hanya ditugaskan pada salah satu instansi/departemen yang bersangkutan saja secara khusus untuk melaksanakan kegiatan tersebut/kerjasama lintas program.
c. Program proyek yaitu pengembangan masyarakat dalam bentuk usaha – usaha terbatas di wilayah tertentu dan program disesuaikan dengan kebutuhan wilayah tersebut.




BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kebidanan Komunitas adalah ilmu kebidanan yang memelajari tentang peran serta bidan dalam masyarakat serta bidan melihatkan fungsi dan tanggung jawabnya dalam masyarakat.
2. Bidan bertugas melakukan pendekatan edukatif kepada masyarakat dan memamfaatkan fasilitas yang tersedia dalam masyarakat.

B. Saran
Sebaiknya kita sebagai bidan memperhatikan tehadap kesehatan masyarakat dan kita menjalankan tugas dan fungsi kita dalam komunitas seta dapat memamfaatkan fasilitas yang ada dalam masyarakat untuk membantu proses penyampaian pelayanan kesehatan yang akan kita lakukan.










DAFTAR PUSTAKA

1. Meilani Niken.2009. Kebidanan Komunitas, fitramaya ; Yogyakarat
2. Depkes RI, (2006) Modul Manajemen Terpadu Balita Sakit, Direktorat Bina Kesehatan Anak, Direktorat Bina Kesehatan Masyarakat, Jakarta.
3. http://enyretnaambarwati.blogspot.com/2010/02/strategi-pelayanan-kebidanan-di.html