Jumat, 30 September 2011

KELAINAN LETAK

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Tipe letak sungsang yaitu: Frank breech (50-70%) yaitu kedua tungkai fleksi ; Complete breech (5-10%) yaitu tungkai atas lurus keatas, tungkai bawah ekstensi ; Footling (10-30%) yaitu satu atau kedua tungkai atas ekstensi, presentasi kaki (Jhon smeeth, 2009).
Kematian perinatal langsung yang disebabkan karena persalinan presentasi bokong sebesar 4-5 kali dibanding presentasi kepala. Sebab kematian perinatal pada persalinan presentasi bokong yang terpenting adalah prematuritas dan penanganan persalinan yang kurang sempurna, dengan akibat hipoksia atau perdarahan di dalam tengkorak. Trauma lahir pada presentasi bokong banyak dihubungkan dengan usaha untuk mempercepat persalinan dengan tindakan-tindakan untuk mengatasi macetnya persalinan (I gede bagus 2010).
Kehamilan dengan presentasi bokong merupakan kehamilan yang memiliki risiko. Hal ini dikaitkan dengan abnormalitas janin dan ibu. Frekuensi dari letak sungsang ditemukan kira-kira 4,4 % di Rumah Sakit Dr. Pirngadi Medan dan 4,6 % di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung. Banyak faktor yang dapat menyebabkan kelainan letak presentasi bokong, diantaranya paritas ibu dan bentuk panggul ibu. Angka kejadian presentasi bokong jika dihubungkan dengan paritas ibu maka kejadian terbanyak adalah pada ibu dengan multigravida dibanding pada primigravida, sedangkan jika dihubungkan dengan panggul ibu maka angka kejadian presentasi bokong terbanyak adalah pada panggul sempit, dikarenakan fiksasi kepala janin yang tidak baik pada Pintu Atas Panggul (adam syaifuddin, 2010).
Kemudian begitu halnya dengan letak lintang, letak lintang adalah suatu keadaan di mana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul. Kelainan letak pada janin ini termasuk dalam macam-macam bentuk kelainan dalam persalinan (distosia). Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan kelainan tenaga (his), kelainan letak dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir (Jhon smeeth, 2009).
Angka kejadian letak lintang sebesar 1 dalam 300 persalinan. Hal ini dapat terjadi karena penegakkan diagnosis letak lintang dapat dilihat pada kehamilan muda dengan menggunakan ultrasonografi. Pemeriksaan USG juga bermanfaat dalam menegakkan adanya plasenta previa.
Beberapa rumah sakit di Indonesia melaporkan angka kejadian letak lintang antara lain: RSUP Dr. Pirngadi, Medan 0,6%; RS Hasan sadikin, Bandung 1,9%; RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo selama 5 tahun 0,1% dari 12827 persalinan; sedangkan Greenhill menyebut angka 0,3% dan Holland 0,5 – 0,6% (adam syaifuddin, 2010).
Dengan ditemukannya letak lintang pada pemeriksaan antenatal, sebaiknya diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Persalinan letak lintang memberikan prognosis yang jelek, baik terhadap ibu maupun janinnya. Faktor – faktor yang mempengaruhi kematian janin pada letak lintang di samping kemungkinan terjadinya letak lintang kasep dan ruptura uteri, juga sering akibat adanya tali pusat menumbung serta trauma akibat versi ekstraksi untuk melahirkan janin (Jhon smeeth, 2009).

B. Permasalahan
1. Bagaimana sebenarnya letak lintang dan sunsang itu?
2. Sebagai calon bidan apa yang dapat kita lakukan jika bertemu kedua kasus ini?

C. Tujuan Penulisan
1. Penulis ingin mengkaji lebih banyak lagi tentang letak lintang dan letak sunsang.
2. Penulis ingin mengetahui tindakan apa – apa saja yang dapat kita lakukan sebagai seorang bidan jika kelak di lapangan kita temui kasus ini.

BAB II
PEMBAHASAN

I. LETAK SUNGSANG
A. Pengertian
Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai bagian yang terendah (presentase bokong). Letak sungsang dibagi sebagai berikut :
1. Letak sungsang murni yaitu bokong saja yang menjadi bagian depan sedangkan kedua tungkai lurus keatas.
2. Letak bokong kaki.
3. Letak lutut.
4. Letak kaki.
Frekuensi letak sungsang murni lebih tinggi pada kehamilan muda dibanding kehamilan tua dan multigravida lebih banyak dibandingkan dengan primigravida.

B. Etiologi
Adapun penyebab letak sungang yaitu :
1. Prematuritas karena bentuk rahim relative kurang lonjong, air ketuban masih banyak dan kepala anak relative besar.
2. Kelainan bentuk kepala seperti hiydrocepalus, anencephalus, karena kepala kurang sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.
3. Janin mudah bergerak,seperti pada hidramnion, multipara, janin kecil (prematur).
4. Gemeli (kehamilan ganda).
5. Plasenta previa karena menghalangi turunnya kepala ke dalam pintu atas panggul.
6. Kelainan uterus, seperti uterus arkuatus ; bikornis, mioma uteri.
7. Panggul sempit, walaupun panggul sempit sebagai sebab letak sunsang masih di sangsikan oleh berbagai penulis.
8. Janin sedah lama mati.
9. Sebab yang tidak diketahui.

C. Klasifikasi
1. Letak bokong (Frank Breech). Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat keatas (75 %).
2. Letak sungsang sempurna (Complete Breech)
Letak bokong dimana kedua kaki ada disamping bokong (letak bokong kaki sempurna / lipat kejang ).
Letak Sungsang tidak sempurna (incomplete Breech) adalah letak sungsang dimana selain bokong bagian yang terendah juga kaki dan lutut, terdiri dari :
• Kadua kaki : Letak kaki sempurna.
• Satu kaki : Letak kaki tidak sempurna.
• Kedua lutut : Letak lutut sempurna.
• Satu lutut : Letak lutut tidak sempurna.
Posisi bokong ditentukan oleh sakrum, ada 4 posisi :
1) Left sacrum anterior (sakrum kiri depan)
2) Right sacrum anterior (sakrum kanan depan)
3) Left sacrum posterior (sakrum kiri belakang)
4) Right sacrum posterior (sakrum kanan belakang)

D. Tanda dan Gejala
1. Pergerakan anak terasa oleh ibu dibagian perut bawah dibawah pusat dan ibu sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga.
2. Pada palpasi teraba bagian keras, bundar dan melenting pada fundus uteri.
3. Punggung anak dapat teraba pada salat satu sisi perut dan bagian-bagian kecil pada pihak yang berlawanan. Diatas sympisis teraba bagian yang kurang budar dan lunak.
4. Bunyi jantung janin terdengar pada punggung anak setinggi pusat.

E. Diagnosis
1. Palpasi
Kepala teraba di fundus, bagian bawah bokong ,dan punggung dikiri atau kanan.
2. Auskultasi
DJJ paling jelas terdengar pada tempat yang lebih tinggi dari pusat.
3. Pemeriksaan dalam
Dapat diraba os sakrum, tuber ischii, dan anus, kadang – kadang kaki (pada letak kaki).
4. Pemeriksaan foto rontgen : bayangan kepala di fundus.

Patofisiologi
1. Hidramnion : anak mudah bergerak karena mobilisasi
2. Plasenta Previda : Menghalangi kepala turun ke panggul
3. Panggul Sempit : Kepala susah menyesuaikan ke jalan lahir

F. Sebab – sebab kematian bayi karena letak sunsang
Adapun yang menjadi sebab tingginya angka kematian yang di sebabkan oleh letak sunsang yaitu :
1. Setelah pusat lahir, maka kepala anak mulai masuk ke dalam rongga panggul, sehingga tali pusat tertekan antara kepala dan rongga panggul. Diduga bahwa kepala harus lahir dalam 8 menit sesudah pusat lahir sepaya anak dapat lahir dengan selamat.
2. Pada letak sunsang dapat terjadi perdarahan otak karena kepala dilahirkan dengan cepat.
3. Dapat terjadi kerusakan dari tulang belakang karena tarikan pada badan anak.
4. Pada letak sunsang lebih sering terjadi prolapsus foeniculi, karena bagian depan kurang baik menutup bagian bawah rahim.
Selain dari itu karena pertolongan mungkin terjadi fraktur dari humerus atau clavikula, paralyse lengan karena tekanan atau tarikan pada flexus brachialis.

G. Penatalaksanaan
1. Sewaktu Hamil
Yang terpenting ialah usaha untuk memperbaiki letak sebelum persalinan terjadi dengen versi luar. Tehnik :
a. Sebagai persiapan :
i. Kandung kencing harus dikosongkan.
ii. Pasien ditidurkan terlentang.
iii. Bunyi jantung anak diperiksa dahulu.
iv. Kaki dibengkokan pada lutu dan pangkal paha supaya dinding perut kendor.
b. Mobilisasi : bokong dibebaskan dahulu.
c. Sentralisasi : kepala dan bokong anak dipegang dan didekatkan satusama lain sehingga badan anak membulat dengan demikian anak mudah diputar.
d. Versi : anak diputar sehingga kepala anak terdapat dibawah. Arah pemutaran hendaknya kearah yang lebih mudah yang paling sedikit tekanannya. Kalau ada pilihan putar kearah perut anak supaya tidak terjadi defleksi. Setelah versi berhasil bunyi jantung anak diperiksa lagi dan kalau tetap buruk anak diputar lagi ketempat semula.
e. Setelah berhasil pasang gurita, observasai tensi, DJJ, serta keluhan.
2. Pimpinan Persalinan
a. Cara berbaring :
i. Litotomi sewaktu inpartu.
ii. Trendelenburg
b. Melahirkan bokong :
i. Mengawasi sampai lahir spontan.
ii. Mengait dengan jari.
iii. Mengaik dengan pengait bokong.
iv. Mengait dengan tali sebesar kelingking.
c. Ekstraksi kaki
Ekstraksi pada kaki lebih mudah. Pada letak bokong janin dapat dilahirkan dengan cara vaginal atau abdominal (seksio sesarea)
3. Cara Melahirkan Pervaginam
Terdiri dari partus spontan ( pada letak sungsang janin dapat lahir secara spontan seluruhnya) dan manual aid (manual hilfe). Waktumemimpin partus dengan letak sungsang harus diingat bahwa ada 2 fase :

Fase I : fase menunggu
Sebelum bokong lahir seluruhnya, kita hanya melakukan observasi. Bila tangan tidak menjungkit ka atas (nuchee arm), persalinan akan mudah. Sebaiknya jangan dilakukan ekspresi kristeller,karena halini akan memudahkan terjadinya nuchee arm
Fase II : fase untuk bertindak cepat.
Bila badan janin sudah lahir sampai pusat, tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul, maka janin harus lahir dalam waktu 8 menit.Untuk mempercepatnya lahirnya janin dapat dilakukan manual aid.


Jenis Persalinan
Untuk memilih jenis persalinan pada letak sungsang Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai apakah persalinan dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominan. Jika nilai kurang atau sama dengan 3 dilakukan persalinan perabdominan, jika nilai 4 dilakukan evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin; bila nilai tetap dapat dilahirkan pervaginam, jika nilai lebih dari 5 dilahirkan pervaginam.
ALARM memberikan kriteria seleksi untuk partus pervaginam yaitu jenis letak sungsang adalah frank atau bokong komplit, kepala fetus tidak hiperekstensi dan taksiran berat janin 2500-3600 gram serta tindakan augmentasi dan induksi persalinan diperbolehkan pada janin letak sungsang.
Prinsip Dasar Persalinan Sungsang
Persalinan pervaginam :
1. Persalinan spontan; janin dilahirkan dengan kekuatan dan tenaga ibu sendiri. Cara ini disebut Bracht.
2. Manual aid (partial breech extraction); janin dilahirkan sebagian dengan tenaga dan kekuatan ibu dan sebagian lagi dengan tenaga penolong.
3. Ektraksi sungsang (total breech extraction); janin dilahirkan seluruhnya dengan memakai tenaga penolong.
4. Persalinan perabdominan (sectio caesaria).
1. Persalinan sungsang secara spontan
Prosedurnya yaitu:
Tahap lambat : mulai lahirnya bokong sampai pusar merupakan fase yang tidak berbahaya.
Tahap cepat : dari lahirnya pusar sampai mulut, pada fase ini kepala janin masuk PAP, sehingga kemungkinan tali pusat terjepit.
Tahap lama : lahirnya mulut sampai seluruh bagian kepala, kepala keluar dari ruangan yang bertekanan tinggi (uterus) ke dunia luar yang tekanannya lebih rendah sehingga kepala harus dilahirkan perlahan-lahan untuk menghindari pendarahan intrakranial (adanya tentorium cerebellum).
Teknik persalinan
1. Persiapan ibu, janin, penolong dan alat yaitu cunam piper.
2. Ibu tidur dalam posisi litotomi, penolong berdiri di depan vulva saat bokong mulai membuka vulva, disuntikkan 2-5 unit oksitosin intramuskulus. Dilakukan episiotomi.
3. Segera setelah bokong lahir, bokong dicengkram dengan cara Bracht, yaitu kedua ibu jari penolong sejajar sumbu panjang paha, sedangkan jari-jari lain memegang panggul.
4. Saat tali pusat lahir dan tampak teregang, tali pusat dikendorkan terlebih dahulu.
5. Penolong melakukan hiperlordosis badan janin untuk menutupi gerakan rotasi anterior, yaitu punggung janin didekatkan ke perut ibu, gerakan ini disesuaikan dengan gaya berat badan janin. Bersamaan dengan hiperlordosis, seorang asisten melakukan ekspresi kristeller. Maksudnya agar tenaga mengejan lebih kuat sehingga fase cepat dapat diselesaikan. Menjaga kepala janin tetap dalam posisi fleksi, dan menghindari ruang kosong antara fundus uterus dan kepala janin, sehingga tidak terjadi lengan menjungkit.
6. Dengan gerakan hiperlordosis, berturut-turut lahir pusar, perut, bahu, lengan, dagu, mulut dan akhirnya seluruh kepala.
7. Janin yang baru lahir diletakkan diperut ibu.
Keuntungan :
1. Tangan penolong tidak masuk ke dalam jalan lahir sehingga mengurangi infeksi.
2. Mendekati persalinan fisiologik, sehingga mengurangi trauma pada janin.
Kerugian :
Terjadi kegagalan sebanyak 5-10% jika panggul sempit, janin besar, jalan lahir kaki, misalnya primigravida lengan menjungkit atau menunjuk.
2. Prosedur manual aid (partial breech extraction)
Prosedurnya yaitu :
Indikasi : jika persalinan secara bracht mengalami kegagalan misalnya terjadi kemacetan saat melahirkan bahu atau kepala.
Tahapan :
1. Lahirnya bokong sampai pusar yang dilahirkan dengan tenaga ibu sendiri.
2. Lahirnya bahu dan lengan yang memakai tenaga penolong dengan cara klasik (Deventer), Mueller, Louvset, Bickenbach.
3. Lahirnya kepala dengan cara Mauriceau (Veit Smellie), Wajouk, Wid and Martin Winctel, Prague Terbalik, Cunan Piper.

Cara klasik :
Prinsip-prinsip melahirkan lengan belakang lebih dahulu karena lengan belakang berada di ruangan yang lebih besar (sacrum), baru kemudian melahirkan lengan depan di bawah simpisis tetapi jika lengan depan sulit dilahirkan maka lengan depan diputar menjadi lengan belakang, yaitu dengan memutar gelang bahu ke arah belakang dan kemudian lengan belakang dilahirkan.
1. Kedua kaki janin dilahirkan dan tangan kanan menolong pada pergelangan kakinya dan dielevasi ke atau sejauh mungkin sehingga perut janin mendekati perut ibu.
2. Bersamaan dengan itu tangan kiri penolong dimasukkan ke dalam jalan lahir dan dengan jari tengah dan telunjuk menelusuri bahu janin sampai fossa cubiti kemudian lengan bawah dilahirkan dengan gerakan seolah-olah lengan bawah mengusap muka janin.
3. Untuk melahirkan lengan depan, pegangan pada pergelangan kaki janin diganti dengan tangan kanan penolong dan ditarik curam ke bawah sehingga punggung janin mendekati punggung ibu.
4. Dengan cara yang sama lengan depan dilahirkan.
5. Jika lengan depan sukar dilahirkan, maka harus diputar menjadi lengan belakang. Gelang bahu dan lengan yang sudah lahir dicengkram dengan kedua tangan penolong sedemikian rupa sehingga kedua ibu jari tangan penolong terletak di punggung dan sejajar dengan sumbu badan janin sedang jari-jari lain mencengkram dada. Putaran diarahkan ke perut dan dada janin sehingga lengan depan terletak di belakang kemudian lengan dilahirkan dengan cara yang sama.
Cara Mueller
Prinsipnya : melahirkan bahu dan lengan depan lebih dahulu dengan ekstraksi, baru kemudian melahirkan bahu dan lengan belakang.
1. Bokong janin dipegang secara femuro-pelviks, yaitu kedua ibu jari penolong diletakkan sejajar spina sacralis media dan jari telunjuk pada crista illiaca dan jari-jari lain mencengkram paha bagian depan. Badan janin ditarik curam ke bawah sejauh mungkin sampai bahu depan tampak dibawah simpisis, dan lengan depan dilahirkan dengan mengait lengan di bawahnya.
2. Setelah bahu depan dan lengan depan lahir, maka badan janin yang masih dipegang secara femuro-pelviks ditarik ke atas sampai bahu ke belakang lahir. Bila bahu belakang tak lahir dengan sendirinya, maka lengan belakang dilahirkan dengan mengait lengan bawah dengan kedua jari penolong.
Keuntungan : Tangan penolong tidak masuk jauh ke dalam jalan lahir sehingga bahaya infeksi minimal.
Cara louvset :
1. Prinsipnya : memutar badan janin dalam setengah lingkaran bolak-balik sambil dilakukan traksi awam ke bawah sehingga bahu yang sebelumnya berada dibelakang akhirnya lahir dibawah simpisis.
2. Badan janin dipegang secara femuro-pelviks dan sambil dilakukan traksi curam ke bawah, badan janin diputar setengah lingkaran, sehingga bahu belakang menjadi bahu depan. Kemudian sambil dilakukan traksi, badan janin diputar lagi ke arah yang berlawanan setengah lingkaran. Demikian seterusnya bolak-balik sehingga bahu belakang tampak di bawah simpisis dan lengan dapat dilahirkan.
Cara Mauriceau (Veit-Smellie) :
1. Tangan penolong yang sesuai dengan muka janin dimasukkan ke dalam jalan lahir. Jari tengah dimasukkan ke dalam mulut dan jari telunjuk dan jari ke 4 mencengkram fossa kanina, sedangkan jari lain mencengkeram leher. Badan anak diletakkan di atas lengan bawah penolong, seolah-olah janin menunggang kuda. Jari telunjuk dan jari ke 3 penolong yang lain mencengkeram leher janin dari arah punggung.
2. Kedua tangan penolong menarik kepala janin curam ke bawah sambil seorang asisten melakukan ekspresi kristeller. Tenaga tarikan terutama dilakukan oleh tangan penolong yang mencengkeram leher janin dari arah punggung. Jika suboksiput tampak di bawah simpisis, kepala janin diekspasi ke atas dengan suboksiput sebagai hipomoklion sehingga berturut-turut lahir dagu, mulut, hidung, mata, dahi, ubun-ubun besar dan akhirnya lahir seluruh kepala janin.
Cara cunam piper :
Pemasangan cunam pada after coming head tekniknya sama dengan pemasangan lengan pada letak belakang kepala. Hanya pada kasus ini, cunam dimasukkan pada arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Hanya pada kasus ini cunam dimasukkan dari arah bawah, yaitu sejajar pelipatan paha belakang. Setelah suboksiput tampak dibawah simpisis, maka cunam dielevasi ke atas dan dengan suboksiput sebagai hipomoklion berturut-turut lahir dagu, mulut, muka, dahi dan akhirnya seluruh kepala lahir.
3. Ektraksi sungsang (total breech extraction)
Kita lakukan ekstraksi pada letak sunsang kalau kita menarik anak keluar pada waktu seluruh tubuh anak masih ada dalam jalan lahir. Ekstraksi ada 2 macam yaitu :
a. Ekstraksi pada kaki.
b. Ekstraksi pada bokong.
Ekstraksi pada bokong jauh lebih sukar dan kurang baik prognosisnya mak sedapat – dapatnya kita lakukan ekstraksi pada kaki. Ekstraksi pada bokong hanyadilakukan kalau ekstraksi pada kaki tidakmungkin.
4. Persalinan perabdominan (sectio caesaria).
Prosedur persalinan sunggang perabdominan
Beberapa kriteria yang dipakai pegangan bahwa letak sungsang harus perabdominam adalah :
a. Primigravida tua.
b. Nilai sosial tinggi.
c. Riwayat persalinan yang buruk.
d. Janin besar, lebih dari 3,5-4 kg.
e. Dicurigai kesempitan panggul.
f. Prematuritas
Zatuchni dan Andros telah membuat suatu indeks prognosis untuk menilai lebih tepat apakah persalinan dapat dilahirkan pervaginam atau perabdominan, sebagai berikut :
0 1 2
Paritas Primigravida Multigravida
Umur kehamilan >39 mgg 38 mgg < 37 mgg
Taksiran Berat Janin >3630 gr 3629 gr – 3176 gr < 3176 gr
Pernah letak sungsang Tidak 1x >2x
Pembukaan serviks <2 cm 3 cm >4 cm
Station <-3 <-2 -1 atau lebih rendah
Arti nilai :
< 3 persalinan perabdomen
4 evaluasi kembali secara cermat, khususnya berat badan janin bila nilainya tetap maka dapat dilahirkan pervaginam
> 5 dilahirkan pervaginam

H. Prognasis
1. Bagi ibu
Kemungkinan robekan pada perineum lebih besar,juga karena dilakukan tindakan, selain itu ketuban lebih cepat pecah dan partus lebih lama, jadi mudah terkena infeksi.
2. Bagi anak :
Prognosa tidak begitu baik,karena adanya ganguan peredaran darah plasenta setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir, talipusat terjepit antara kepala dan panggul, anak bisa menderita asfiksia.
Oleh karena itu setelah tali pusat lahir dan supaya janin hidup,janin harus dilakukan dalam waktu 8 menit.

II. LETAK LINTANG
A. Pengertian
Letak lintang adalah bila dalam kehamilan atau dalam persalinan sumbu panjang janin melintang terhadap sumbu panjang ibu (termasuk di dalamnya bila janin dalam posisi oblique). Letak lintang kasep adalah letak lintang kepala janin tidak dapat didorong ke atas tanpa merobekkan uterus.

B. Insidensi
Angka kejadian letak lintang berkisar antara 0,5 – 2 %. Dari beberapa rumah sakit pendidikan di Indonesia dilaporkan : Medan 0,6 %, Jakarta 0,1 % (1948), Bandung 1,9 %. Grenhill melaporkan 0,3 %.

C. Etiologi
Penyebab dari letak lintang sering merupakan kombinasi dari berbagai faktor, sering pula penyebabnya tetap merupakan suatu misteri. Faktor – faktor tersebut adalah :
1. Multiparitas disertai dinding uterus dan perut yang lembek.
2. Fiksasi kepala tidak ada, karena panggul sempit, hidrosefalus, anensefalus, plasenta previa, dan tumor – tumor pelvis.
3. Janin sudah bergerak pada hidramnion, multiparitas, anak kecil, atau sudah mati.
4. Prematuritas.
5. Gemelli (kehamilan ganda).
6. Kelainan bentuk uterus, seperti arkuatus atau pada myoma uteri.
7. Lumbar skoliosis.
8. Pelvic kidney dan kandung kemih serta rektum yang penuh.

D. Diagnosis
1. Inspeksi
Perut membuncit ke samping.
2. Palpasi
a. Fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan.
b. Fundus uteri kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau bahu sudah masuk ke dalam pintu atas panggul.
c. Kepala (ballotement) teraba di kanan atau di kiri.
3. Auskultasi
Denyut jantung janin setinggi pusat kanan atau kiri.
4. Pemeriksaan dalam (vaginal toucher)
a. Teraba tulang iga, skapula, dan kalau tangan menumbung teraba tangan. Untuk menentukan tangan kanan atau kiri lakukan dengan cara bersalaman.
b. Teraba bahu dan ketiak yang bisa menutup ke kanan atau ke kiri. Bila kepala terletak di kiri, ketiak menutup ke kiri.
c. Letak punggung ditentukan dengan adanya skapula, letak dada dengan klavikula.
d. Pemeriksaan dalam agak sukar dilakukan bila pembukaan kecil dan ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah.

E. Mekanisme Persalinan
Anak normal yang cukup bulan tidak mungkin lahir secara spontan dalam letak lintang. Janin hanya dapat lahir spontan, bila kecil (prematur), sudah mati dan menjadi lembek atau bila panggul luas.
Pada permulaan persalinan dalam letak lintang, pintu atas panggung tidak tertutup oleh bagian bawah anak seperti pada letak memanjang. Oleh karena itu seringkali ketuban sudah lebih dulu pecah sebelum pembukaan lengkap atau hampir lengkap. Setelah ketuban pecah, maka tidak ada lagi tekanan pada bagian bawah, sehingga persalinan berlangsung lebih lama.
His berperan dalam meluaskan pembukaan, selain itu dengan kontraksi yang semakin kuat, maka anak makin terdorong ke bawah. Akibatnya tubuh anak menjadi membengkok sedikit, terutama pada bagian yang mudah membengkok, yaitu di daerah tulang leher. Ini pun disebabkan karena biasnaya ketuban sudah lekas pecah dan karena tak ada lagi air ketuban, maka dinding uterus lebih menekan anak di dalam rahim. Dengan demikian bagian anak yang lebih rendah akan masuk lebih dulu ke dalam pintu atas panggul, yaitu bahu anak. Karena pada letak lintang pintu atas panggul tidak begitu tertutup, maka tali pusat seringkali menumbung, dan ini akan memperburuk keadaan janin.
Bila pembukaan telah lengkap, ini pada awalnya tidak begitu jelas tampaknya. Karena tidak ada tekanan dari atas oleh bagian anak pada lingkaran pembukaan, makan lingkaran ini tidak dapat lenyap sama sekali, senantiasa masih berasa pinggirnya seperti suatu corong yang lembut. Penting untuk diketahui, bahwa tidak ada pembukaan yang benar-benar lengkap pada letak lintang seperti halnya pembukaan lengkap pada letak memanjang. Tandanya pembukaan itu sudah lengkap adalah lingkaran pembukaan itu mudah dilalui oleh kepalan tangan pemeriksa, sedangkan pada pembukaan yang belum lengkap, kepalan tangan pemeriksa sukar untuk memasuki lingkaran tersebut.
Lain halnya dengan letak memanjang, pada letak lintang setelah pembukaan lengkap, karena his dan tenaga mengejan, badan anak tidak dapat dikeluarkan dari rongga rahim, akan tetapi sebagian besar masih di dalam uterus, meskipun tubuh anak menjadi semakin membengkok. Jika ini terjadi terus menerus, maka akan terjadi suatu letak lintang kasep, dimana tubuh anak tidak dapat lagi didorong ke atas. Letak lintang kasep terjadi bukanlah karena lamanya persalinan, namun faktor yang penting ialah karena faktor kuatnya his. Pada letak lintang kasep, biasanya anak telah mati, yang disebabkan karena kompresi pada tali pusat, perdarahan pada plasenta, ataupun cedera organ dalam karena tubuh anak terkompresi dan membengkok.

Gambar 1. Letak lintang Kasep dengan lengan menumbung.
Bila keadaan kasep ini dibiarkan saja, makan dapat terjadi ruptur uteri yang sangat berbahaya pada bagi ibu.
Kadangkala dalam letak lintang anak dapat dilahirkan secara pervaginam, ini dapat terjadi pada anak yang kecil (preterm), atau pada anak yang telah mati. Pada anak yang normal dan hidup, hal ini sama sekali tidak diharapkan.
1. Evolutio Spontanea.
Karena tenaga his dan tenaga mengejan, maka bahu anak turun dan masuk ke dalam rongga panggul, sedangkan kepala tertekan dan tinggal di atas. Pada suatu waktu, bahu itu lahir di bawah simfisis, dan sekarang dengan bahu itu sebagai hipomoklion, lahirlah berturut turut bagian atas badan, yaitu samping dada diikuti oleh perut, bokong , kaki dan kepala. Cara ini disebut cara DOUGLAS.

Gambar 2. Evolutio Spontanea cara Douglas.
Ada keadaan dimana bahu dan kepala anak tertekan dan tinggal di atas pintu atas panggul. Yang tertekuk adalah punggung dan pinggang. Dengan demikian maka pada suatu ketika bokong sama tingginya dengan bahu dan selanjutnya lahir lebih dahulu bokong, dan kaki, dilanjutkan dengan badan dan kepala. Cara ini disebut cara DENMAN.

Gambar 3. Evolutio Spontanea Cara Denman.
2. Conduplicatio Corpore.
Hal ini berlaku terutama pada panggul luar dan anak yang kecil, yaitu kepala anak tidak tertahan di atas, sehingga kepala dan perut sama-sama turun ke dalam rongga panggul dan dengan keadaan terlipat lahirlah kepala dan perut, dilanjutkan dengan bokong dan kaki.

Gambar 4. Conduplicatio Corpore.

F. Penatalaksanaan Pada Letak Lintang
1. Saat Hamil
Pada saat hamil, pada usia kehamilan 34-36 minggu dapat dianjurkan untuk dilakukan knee chest position sampai usia kehamilan >36 minggu. Setelah itu , jika masih dalam letak lintang, maka dapat dilakukan versi luar jika syarat memenuhi.
2. Saat Persalinan
Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam pertolongan persalinan pada letak lintang, yaitu ketuban dan pembukaan.
Jika ketuban belum pecah, dan pembukaan masih kecil (<4cm), dapat dicoba untuk dilakukan versi luar hingga menjadi presentasi kepala atau presentasi bokong. Jika versi luar gagal dan tidak terjadi komplikasi maka dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap. Namun jika pembukaan sudah besar, versi luar sangat tidak dianjurkan. Dalam hal ini ketuban harus dijaga jangan sampai pecah dan ibu diminta berbaring miring dan dilarang mengejan. Ditunggu sampai pembukaan lengkap, setelah lengkap , ketuban dipecahkan dan dilakukan versi ekstraksi.
Jika ketuban sudah pecah, dan pembukaan belum lengkap, maka seksio sesarea adalah jalan terbaik. Meskipun pada literatur lama mengatakan dapat ditunggu sampai lengkap dan dilakukan versi ekstraksi, namun mungkin hal ini tidak relevan lagi pada masa sekarang.
Jika pembukaan sudah lengkap, maka perlu diketahui apakah sudah terjadi letak lintang kasep atau belum. Jika sudah terjadi letak lintang kasep, cara mengetahuinya adalah dengan mencoba mendorong bagian terbawah janin, jika tidak dapat didorong lagi, maka dapat ditegakkan diagnosis letak lintang kasep. Penatalaksanaanya adalah dengan melihat anak hidup atau sudah mati.
Jika anak masih hidup, maka segera dilakukan seksio sesarea. Namun jika anak mati, dapat dipertimbangkan untuk dilakukan embriotomi. Jika belum terjadi letak lintang kasep, maka dapat dicoba untuk dilakukan versi ekstraksi.

G. Prognosis
Meskipun letak lintang dapat diubah menjadi presentasi kepala, tetapi kelainan – kelainan yang menyebabkan letak lintang, seperti misalnya panggul sempit, tumor panggul dan plasenta previa masih tetap dapat menimbulkan kesulitan pada persalinan. Persalinan letak lintang memberikan prognosis yang jelek, baik terhadap ibu maupun janinnya.
a. Bagi ibu
Bahaya yang mengancam adalah ruptura uteri, baik spontan, atau sewaktu versi dan ekstraksi. Partus lama, ketuban pecah dini, dengan demikian mudah terjadi infeksi intrapartum.
b. Bagi janin
Angka kematian tinggi (25 – 49 %), yang dapat disebabkan oleh :
(1) Prolasus funiculi
(2) Trauma partus
(3) Hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus
(4) Ketuban pecah dini.

BAB III
ASUHAN KEBIDANAN

I. LETAK SUNGSANG
A. Data Subjektif
Seorang ibu hamil datang ke klinik, ibu mengatakan haid terakhir ibu tgl 2 Februari 2011, dan ibu mengeluhkan bahwa gerakan anak hanya terasa di bawah pusat, dan juga sering merasa benda keras mendesak tulang iga.
B. Data Objektif
1. KU : baik Kesadaran : baik
2. Status emosional : stabil
3. Tanda vital
TD :120/70 mmHg Pernafasan : 19x/mnt
Nadi : 78x/mnt Suhu : 370C
Hasil Pemeriksaan :
1. Pada palpasi teraba bagian keras, bundar dan melenting pada fundus uteri. Punggung anak dapat teraba pada salat satu sisi perut dan bagian-bagian kecil pada pihak yang berlawanan. Diatas sympisis teraba bagian yang kurang budar dan lunak.
2. Bunyi jantung janin terdengar pada punggung anak setinggi pusat.
C. Assesment
1. Diagnosa Kebidanan : Ny. “X ” umur 25 tahun G1P0A0H0 UK : 32 - 33 minggu dengan telak sunsang.
2. Diagnosa Potensial : Persalinan dengan letak sunsang.
3. Masalah : Ibu mengeluhkan benda keras sering mendesak tulang iga.
4. Kebutuhan :
a. Informasi hasil pemeriksaan terhadap ibu dan keluarga.
b. Mengajarkan ibu untuk melakukan sujud dengan dada di rapatkan ke lantai, dan dilakukan sesering mungkin.
c. Menyarankan ibu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis obgin.
Kebutuhan tindakan segera berdasarkan kondisi klien
1. Mandiri : Melakukan observasi pada klien.
2. Kolaborasi : Pemeriksaan USG.
3. Merujuk : Ke spesialis obstetric dan ginekologi untuk berkonsultasi dengan dokter bagian obstetric dan ginekologi.
D. Planning
1. Menjelaskan kepada ibu bahwa kondisi ibu saat ini baik.
2. Mengajarkan ibu untuk melakukan sujud dengan dada di rapatkan ke lantai, dan dilakukan sesering mungkin.
3. Menyarankan ibu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis obgin.
4. Menjelaskan kepada ibu untuk kunjungan ulang atau jika ada keluhan.

II. LETAK LINTANG
A. Data Subjektif
Seorang ibu hamil datang ke klinik, ibu mengatakan haid terakhir ibu tgl 3 Februari 2011, ibu mengeluhkan bahwa ia merasa kalau kehamilannya terasa melebar, bukan seperti kehamilan kebanyakan orang yang membesar kearah atas (fundus).
B. Data Objektif
1. KU : baik Kesadaran : baik
2. Status emosional : stabil
3. Tanda vital
TD :120/80 mmHg Pernafasan : 22x/mnt
Nadi : 81x/mnt Suhu : 37,30C
Hasil Pemeriksaan :
1. Inspeksi : Perut membuncit ke samping.
2. Palpasi
a. Fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan.
b. Fundus uteri kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau bahu sudah masuk ke dalam pintu atas panggul.
c. Kepala (ballotement) teraba di kanan atau di kiri.
4. Auskultasi : Denyut jantung janin setinggi pusat kanan atau kiri.
C. Assesment
1. Diagnosa Kebidanan : Ny. “X ” umur 25 tahun G1P0A0H0 UK : 33 minggu dengan telak lintang.
2. Diagnosa Potensial : Persalinan dengan letak lintang.
3. Masalah : ibu merasa ada yang aneh dengan kehamilannya.
5. Kebutuhan :
a. Informasi hasil pemeriksaan terhadap ibu dan keluarga.
b. Menyarankan ibu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis obgin.
Kebutuhan tindakan segera berdasarkan kondisi klien
1. Mandiri : Melakukan observasi pada klien.
2. Kolaborasi : Pemeriksaan USG.
3. Merujuk : Ke spesialis obstetric dan ginekologi untuk berkonsultasi dengan dokter bagian obstetric dan ginekologi.
B. Planning
1. Menjelaskan kepada ibu bahwa kondisi ibu saat ini baik.
2. Menyarankan ibu untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis obgin.
3. Menjelaskan kepada ibu untuk kunjungan ulang atau jika ada keluhan.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
2. Tipe letak sungsang yaitu: Frank breech (50-70%) yaitu kedua tungkai fleksi ; Complete breech (5-10%) yaitu tungkai atas lurus keatas, tungkai bawah ekstensi ; Footling (10-30%) yaitu satu atau kedua tungkai atas ekstensi, presentasi kaki.
3. letak lintang adalah suatu keadaan di mana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggu.

B. Kesimpulan
Sebagai salah seorang calon bidan hal dan kenyataan yang akan kita hadapi di masyarakat tidak dapat kita pastikan dari sekarang namun untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan, hendaknya kita pengetahui hal – hal yang menyangkut bidang kita yaitu kebidanan. Termasuk didalam itu patologi dalam kebidanan, karena jika suatu saat kita bertemu dengan kasus patologi kita tahu apa sebaik yang kita lakukan dan apa yang tidak boleh kita jamah.

DAFTAR PUSTAKA
Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNPAD Bandung. 1984. Obstetri Patologi. Elstar Offset. Bandung
Llweilyn. Jones, D. 2001. Dasar – dasar Obsteri & Ginekologi. Hipokrates. Jakarta
Martohoesodo, S dan Hariadi, R. 1999. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo. Jakarta
Mansjoer, A dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran 3 edisi, jilid pertama. Media Aesculapius FKUI. Jakarta
Mochtar, D. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi 2ndeds. EGC. Jakarta.
Rabe, Thomas . 2002. Buku Saku Ilmu Kebidanan. Hipokrates ; Jakarta
Varney, Helen . 2001. Buku Saku Bidan. EGC ; Jakarta
http://medlinux.blogspot.com/2009/02/kehamilan-dengan-letak-lintang.html
http://obsgin-fkunram.blogspot.com/2009/02/letak-sungsang.html
http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/12/askep-ibu-dengan-letak-sungsang/
http://www.emir-fakhrudin.com/2011/01/letak-lintang.html

Minggu, 25 September 2011

INFEKSI DALAM KEHAMILAN "VARISELA dan TOKSOPLASMOSIS"

BAB I
PENDAHULUAN

Varicella/chickenpox atau sering disebut cacar air, merupakan infeksi akibat virus varicella-zoster (VZV) atau human herpes virus-3 (HHV-3). Varicella memberikan gambaran khas munculnya lesi di kulit yang bersifat makulo-papuler, berkembang menjadi vesikel, pustula, dan akhirnya menjadi krusta/keropeng. varisela merupakan penyakit anak-anak yang sudah ratusan tahun dikenal orang.
Diawali dengan gejala melemahnya kondisi tubuh, pusing, demam yang kadang-kadang diiringi batuk, dalam waktu 24 jam timbul bintik-bintik yang berkembang menjadi lesi (mirip kulit yang terangkat karena terbakar) dan terakhir menjadi benjolan-benjolan kecil berisi cairan. Sekitar 250 – 500 benjolan akan timbul menyebar di seluruh bagian tubuh, tidak terkecuali pada muka, kulit kepala, mulut bagian dalam, mata, termasuk bagian tubuh yang paling intim. Namun dalam waktu kurang dari seminggu, lesi ini akan mengering dan bersamaan dengan itu terasa gatal. Dalam waktu 1 – 3 minggu bekas pada kulit yang mengering akan terlepas.
Virus varisela zoster penyebab penyakit cacar air ini berpindah dari satu orang ke orang lain melalui percikan ludah yang berasal dari batuk atau bersin penderita dan diterbangkan melalui udara atau kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi. Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar ke bagian tubuh melalui kelenjar getah bening. Setelah melewati periode 14 hari virus ini akan menyebar dengan pesatnya ke jaringan kulit. Memang sebaiknya penyakit ini dialami pada masa kanak-kanak daripada kalau sudah dewasa. Sebab itu seringkali orang tua membiarkan anak-anaknya terkena cacar air lebih dini.
Gejala yang dialami pada orang dewasa lebih parah daripada pada masa kanak-kanak. Demam yang dialami lebih parah dan berlangsung lebih lama, sakit kepala serta lukanya lebih berat serta bekas luka yang ditinggalkan akan lebih dalam. Kalau pada anak-anak kebanyakan komplikasi hanya berupa infeksi varisela pada kulit, pada orang dewasa kemungkinan terjadinya komplikasi berupa radang paru-paru atau pneumonia 10 – 25 lebih tinggi daripada pada anak. Perokok dikatakan berisiko pneumonia lebih tinggi dibanding yang bukan perokok. Komplikasi yang langka tapi bisa terjadi berupa radang otak, radang sumsum tulang, kegagalan hati, hepatitis serta sindrom Reye (kelainan pada otak sekaligus hati).
Ibu hamil termasuk dalam kelompok orang dewasa yang rentan terhadap penyakit chickenpox/varisela apabila di masa mudanya belum pernah mengalaminya. Bagi ibu hamil dengan usia kehamilan 1 hingga 3 bulan, memang bisa terjadi komplikasi terhadap janin bayi, seperti keguguran, kelahiran mati atau bayi terkena sindrom congenital varicella (infeksi pada janin kuartal pertama kehamilan) yang cukup berbahaya baik bagi sang janin maupun si ibu. Namun memang prevalensi ibu hamil penderita cacar air yang mendapat komplikasi ini masih rendah (sekitar 2 dari 100 kasus). Kehamilan cenderung memperburuk perjalanan penyakit varicella. Infeksi varicella pada kehamilan meningkatkan risiko kejadian komplikasi pneumonia. Infeksi varicella pada trimester awal kehamilan memunculkan risiko kelainan kongenital, sebesar 0,4 – 2%.
Kemudian dalam kehamilan infeksi yang juga sangat mengancam jiwa ibu dan janinnya yaitu infeksi toxoplasmosis. Yang mana infeksi ini disebabkan oleh virus yang berasal dari hewan ternak seperti kucing. Kehamilan denga infeksi virus toxoplasma ini dalam menyebabkan abortus pada usi kehamilan < 13 minggu dan hidrosefalus pada usia kehamilan lebih lanjut.


















BAB II
TINJAUAN TEORI

I. VARICELLA
A. Definisi
Merupakan infeksi akut menular, disebabkan oleh virus varisela-zoster. Gambaran klinis berupa vesikel di atas kulit kemerahan yang akan berubah menjadi polimorf disertai gejala konstitusi terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. virus varisela-zoster (V-Z virus) yang sangat menular bersifat akut yang umumnya mengenai anak, yang ditandai oleh demam yang mendadak, malaise, dan erupsi kulit berupa makulopapular untuk beberapa jam yang kemudian berubah menjadi vesikel selama 3-4 hari dan dapat meninggalkan keropeng.

B. Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama menyerang kelompok umur anak-anak dan juga bisa menyerang orang dewasa. Penyebarannya melalui droplet lewat udara. Masa penularan lebih kurang 7 hari dihitung dari timbulnya gejala kulit.

C. Etiologi
Penyebab penyakit ini adalah oleh infeksi dari virus Varicella-Zoster (VZV) Penamaan virus ini memberi pengertian bahwa infeksi primer virus ini menyebabkan timbulnya penyakit varisela, sedangkan reaktivasi (keadaan kambuh setelah sembuh dari varisela) menyebabkan herves zoster.

D. Patogenesis
Infeksi virus masuk bersama airborne droplet masuk ke traktus respiratorius, tidak tertutup kemungkinan penularan juga lewat lesi kulit tapi penyebaran paling efektif melalui system respirasi. Selanjutnya virus akan berkembang di dalam sistem retikuloendotelial, kemudian akan terjadi viremia disertai gejala konstitusi yang diikuti dengan munculnya lesi di permukaan virus. Virus masuk melalui mukosa saluran pernafasan dan diduga berkembang biak pada jaringan kelenjar regional. 4 – 6 hari setelah infeksi, diduga viremia ringan terjadi, diikuti dengan virus menginfeksi dan berkembang biak di organ seperti hati, limpa dan kemungkinan organ lain.
Lebih kurang 10 – 12 hari setelah infeksi terjadi viremia kedua di mana pada saat tersebut virus bisa mencapai kulit. Rash muncul sesudah 14 hari infeksi. Lesi kulit yang terjadi berupa makula, sebagian besar berkembang menjadi papula, vesicula, pustula, dan krusta sesudah beberapa hari. Vesicula biasanya terletak pada epidermis.

E. Gejala Klinis
1. Masa inkubasi 14-21 hari
2. Pada anak yang berumur lebih muda jarang disertai gejala prodromal.
3. Pada anak yang berumur lebih tua dan orang dewasa lesi kulit muncul 2-3 hari setelah demam, malaise, sakit kepala, anorexia.
4. Lesi awal terutama pada badan kemudian menyebar ke muka dan ekstremitas juga dapat mengenai selaput lendir.
5. Lesi berupa makula eritema dalam beberapa jam akan berubah jadi papula, vesikula, pustula dan krusta.
6. Sementara proses berlangsung muncul lagi vesikel baru sehingga menimbulkan gambaran yang polimorf.
Infeksi varicella akut ( chicken pox , cacar air , waterpoken ) disebabkan oleh virus varicella zoster yang merupakan virus herpes DNA ( famili herpesviridae) dan ditularkan melalui kontak langsung atau via pernafasan. Attack Rate pada individu yang rentan sekitar 90%. Periode inkubasi 10 – 21 hari. Infeksi yang terjadi pada orang dewasa biasanya sangat berat dan dapat menimbulkan komplikasi berbahaya seperti ensepalitis dan pneumonia. Oleh karena termasuk virus herpes maka virus varicella juga memperlihatkan potensi latensi dalam ganglion syaraf. Reaktiviasi virus memberikan gejala herpes zoster.
Pada infeksi yang terjadi pada akhir kehamilan (secara kesepakatan ditetapkan 5 hari sebelum atau sesudah kelahiran) memunculkan risiko transmisi vertikal, yang dapat mengakibatkan bayi baru lahir mengalami infeksi varicella berat. Pada pasien dengan status imun rendah, bayi baru lahir, dan ibu hamil, bila sudah terjadi infeksi, prinsip terapi adalah suportif dan pemberian anti viral sesuai indikasi. Anti viral terpilih adalah acyclovir, yang akan bekerja efektif bila diberikan dalam 72 jam pertama sesudah munculnya lesi. Indikasi mutlak pemberian terapi anti viral meliputi status imun rendah, manifestasi klinis berat, serta kehamilan trimester ke-3.
Pasien dengan varicella perlu dirawat bila keadaan umum lemah, lesi luas, atau untuk keperluan isolasi. cacar air dengan mudah menular pada orang lain. Untuk mencegah penularan, terutama pada bayi atau wanita hamil yang belum pernah terinfeksi, jauhkan mereka dari penderita paling tidak selama 21 – 28 hari. Ibu hamil yang pernah terinfeksi Chickenpox mempunyai kekebalan terhadap virus tersebut. Antibodi yang dimiliki ibu ditransfer ke janin melalui Plasenta. Oleh sebab itu, ibu hamil yang sudah memiliki kekebalan tidak perlu khawatir terjadi komplikasi terhadap dirinya maupun bayinya bila berdekatan dengan orang yang menderita Chickenpox. Bila ibu tidak yakin sudah mempunyai kekebalan atau belum, bisa dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui tingkat kekebalan.
Bila tubuh memang belum memiliki kekebalan dan ibu harus berhadapan dengan orang yang menderita chickenpox, bisa diberikan zoster immune globulin (ZIG) pada hari keempat sejak terpapar penderita chickenpox. Ibu tidak bisa diberi vaksin chickepox, bila sedang hamil.

F. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan atas dasar gambaran klinik meskipun usaha diagnosa juga dapat ditegakkan dengan melakukan biakan virus dari vesikel dalam jangka waktu 4 hari setelah munculnya ruam.
Pada tes serologi IgM varicella zoster muncul pada minggu ke 2 melalui pemeriksaan ELISA atau CFT. IgG juga meningkat dalam waktu 2 minggu setelah pemeriksaan IgM. Pemeriksaan untuk menentukan imunitas seorang wanita adalah dengan menggunakan FAMA -Fluorescent Antibody Membrane Antigen.

G. Dampak Terhadap Kehamilan
5 – 10% wanita dewasa rentan terhadap infeksi virus varicella zoster. Infeksi varicella akut terjadi pada 1 : 7500 kehamilan. Komplikasi maternal yang mungkin terjadi :
1. Persalinan preterm
2. Ensepalitis
3. Pneumonia
Penatalaksanan Terdiri Dari :
1. Topikal : Bedak dan antibiotika
2. Sistemik : Sedativa, antipiretik, antibiotika untuk infeksi sekunder, acyclovir.


1. Antivirus: Asiklovir
Biasanya diberikan pada kasus-kasus yang berat, misalnya pada penderita leukemia atau penyakit-penyakit lain yang melemahkan daya tahan tubuh
2. Antipiretik: Untuk menurunkan demam
Parasetamol atau ibuprofen. Jangan berikan aspirin pada anak anda. Pemakaian aspirin pada infeksi virus (termasuk virus varisela) telah dihubungkan dengan sebuah komplikasi fatal, yaitu sindroma Reye.
3. Antihistamin: Untuk mengurangi gatal.
4. Salep antibiotika: Untuk mengobati ruam yang terinfeksi.
5. Antibiotika: bila terjadi komplikasi pnemonia atau infeksi bakteri pada kulit
6. Dapat diberikan bedak atau losio pengurang gatal (misalnya losio kalamin).
Pengobatan varisela dibagi menjadi dua yaitu pada penderita normal dan penderita dengan imunokompromise atau penurunan sistem imun :
1. Normal
a. Neonatus  Acyclovir 500mg/m2 setiap 8 jam selama 10 hari.
b. Anak-anak  terapi sintomatis atau acyclovir 20mg/kgbb dibagi 4 dosis selama 5 hari.
c. Dewasa atau dengan kortikosteroid  Acyclovir 5x 800mg selama 7 hari.
d. Wanita hamil , Pnemonia  Acyclovir 5×800mg selama 7 hari atau acyclovir IV 10mg/kgbb setiap 8jam selama 7 hari. Terapi simptomatik namun harus dilakukan pemeriksaan sinar x torak untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia mengingat bahwa komplikasi pneumonia terjadi pada 16% kasus dan mortalitas sampai diatas 40%.
Bila terjadi pneumonia maka perawatan harus dilakukan di rumah sakit dan diterapi dengan antiviral oleh karena perubahan dekompensasi akan sangat cepat terjadi. Sindroma varicella kongenital dapat terjadi. Diagnosa sindroma didasarkan atas temuan IgM dalam darah talipusat dan gambaran klinik pada neonatus antara lain :
1. Hipoplasia tungkai
2. Parut kulit
3. Korioretinitis
4. Katarak
5. Atrofi kortikal
6. mikrosepali
7. PJT simetrik
8. Batuk nonproduktif
9. Nyeri dada pleuritik
10. Demam yang terus menerus
11. Dispnea
Resiko terjadinya sindroma fetal adalah 2% bila ibu menderita penyakit pada kehamilan antara 13 – 30 minggu ; dan 0.3% bila infeksi terjadi pada kehamilan kurang dari 13 minggu. Bila infeksi pada ibu terlihat dalam jangka waktu 3 minggu pasca persalinan maka resiko infeksi janin pasca persalinan adalah 24%. Bila infeksi pada ibu terjadi dalam jangka waktu 5 – 21 hari sebelum persalinan dan janin mengalami infeksi maka hal ini umumnya ringan dan “self limiting” Bila infeksi terjadi dalam jangka waktu 4 hari sebelum persalinan atau 2 hari pasca persalinan, maka neonatus akan berada pada resiko tinggi menderita infeksi hebat dengan mortalitas 30%.
2. Imunokompromise
a. Penyakit ringan  Acyclovir 5×800mg selama 7-10 hari
b. Penyakit sedang  Acyclovir IV 10mg/kgbb selama 7 hari atau lebih lama
c. Acyclovir resisten (AIDS)  Foscarnet IV 40mg/kgbb sampai penyakit teratasi

H. Komplikasi
Pada anak normal komplikasi jarang terjadi lebih sering pada orang dewasa berupa sepsis, meningitis, ensefalitis, glomerulonefretis, karditis, hepatitis, keratitis, konjungtivitis, arthritis, pnemonia.
Imunoglobulin varicella zoster (VZIG) harus diberikan pada neonatus dalam jangka waktu 72 jam pasca persalinan dan di isolasi. Plasenta dan selaput ketuban adalah bahan yang sangat infeksius.
Pada ibu hamil yang terpapar dan tidak jelas apakah sudah pernah terinfeksi dengan virus varicella zoster harus segera dilakukan pemeriksaan IgG. Bila hasil pemeriksaan tidak dapat segera diperoleh atau IgG negatif, maka diberikan VZIG dalam jangka waktu 6 minggu pasca paparan. Imunisasi varciella tidak boleh dilakukan pada kehamilan oleh karena vaksin terdiri dari virus yang dilemahkan. Varisela pada ibu hamil trimester pertama dapat menimbulkan kelainan kongenital sedangkan infeksi ibu hamil menjelang melahirkan dapat terjadi varisela congenital. Pada masa kehamilan angka kejadian Herpes Zoster tidak lebih sering terjadi dan bila terjadi maka tidak menimbulkan resiko terhadap janin. Bila serangan Herpes Zoster sangat dekat dengan saat persalinan maka varicella dapat ditularkan secara langsung pada janin sehingga hal ini harus dicegah. Untuk mengurangi risiko kerusakan akibat garukan, sebaiknya :
1. kulit dicuci sesering mungkin dengan air dan sabun menjaga kebersihan tangan
2. kuku dipotong pendek agar saat digaruk tidak terjadi infeksi
3. pakaian tetap kering dan bersih
4. diberi obat antibiotikan atau jika kasusnya berat diberi obat anti-virus asiklovir.
5. Isolasi untuk mencegah penularan
6. diet bergizi tinggi (tinggi kalori dan protein)
7. bila demam tinggi, kompres dengan air hangat
8. upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air mandi.
9. upayakan agar vesikel tidak pecah

II. TOXOPLASMOSIS
A. Defenisi
Toxoplasma gondii adalah spesies protozoa parasit pada genus Toxoplasma. T. gondii menyerang kucing, tetapi parasit dapat dibawa oleh semua mamalia. T. gondii menyebabkan penyakit toksoplasmosis.

Salah satu infeksi yang berbahaya bagi wanita hamil adalah infeksi dan berkembangnya parasit Toxoplasma gondii. Sesuai dengan nama parasit penyebabnya, ini juga disebut sebagai toksoplasmosis. Terutama pada ibu hamil, hasil positif atas pemeriksaan tokso ini perlu diperhatikan, karena berpotensi menyebabkan keguguran atau bayi cacat. Potensi penularan tokso terhadap janin selama masa kehamilan ini sangat tinggi, yaitu bisa mencapai 50%. Infeksi yang terjadi pada janin dan ibu (toksoplasmosis kongenital) ini berpotensi menyebabkan cacat bawaan terutama bila terjadi pada usia kehamilan awal (sampai usia janin 3 bulan), dan akan menurun potensinya pada usia kehamilan lanjut. Pemeriksaan toksoplasma ini seringkali dilakukan bersama dengan rubella, cytomegalovirus dan herpes simpleks, sehingga seringkali disebut sebagai pemeriksaan TORCH.

B. Penyebab
Penyakit ini bisa menular ke manusia akibat termakannya spora Toxoplasma gondii. Misalnya makan daging mentah yang mengandung telur (ookista) toksoplasma atau sayuran yang terkontaminasi telur ini. Parasit ini sendiri bisa berbiak di semua mamalia, seperti ternak atau hewan peliharaan (anjing, kucing dan burung). Sayangnya infeksi toksoplasma ini di sebagian besar kasus tidak menunjukkan gejala yang jelas. Oleh karenanya pemeriksaan laboratorium semacam TORCH sangat dianjurkan sebelum memulai kehamilan, atau minimal di saat awal kehamilan. Bila ditemukan hasil positif, harus dilakukan terapi sampai sembuh terlebih dahulu sebelum melanjutkan kehamilan.

C. Penanganan
Indikasi infeksi pada janin bisa diketahui dari pemeriksaan USG, yaitu terdapat cairan berlebihan pada perut (asites), perkapuran pada otak atau pelebaran saluran cairan otak (ventrikel). Sebaliknya bisa saja sampai lahir tidak menampakkan gejala apapun, namun kemudian terjadi retinitis (radang retina mata), penambahan cairan otak (hidrosefalus), atau perkapuran pada otak dan hati.
Pemeriksaan awal bisa dilakukan dengan pengambilan jaringan (biopsi) dan pemeriksaan serum (serologis). Umumnya cara kedua yang sering dilakukan. Pada pemeriksaan serologi akan dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui adanya reaksi imun dalam darah, dengan cara mendeteksi adanya IgG (imunoglobulin G), IgM, IgA, IgE. Pemeriksaan IgM untuk ini mengetahui infeksi baru. Setelah IgM meningkat, maka seseorang akan memberikan reaksi imun berupa peningkatan IgG yang kemudian menetap. IgA merupakan reaksi yang lebih spesifik untuk mengetahui adanya serangan infeksi baru, terlebih setelah kini diketahui lgM dapat menetap bertahun-tahun, meskipun hanya sebagian kecil kasus.
Sebenarnya sebagian besar orang telah terinfeksi parasit toksoplasma ini. Namun sebagian besar diantaranya telah membentuk kekebalan tubuh sehingga tidak berkembang, dan parasit terbungkus dalam kista yang terbentuk dari kerak perkapuran (kalsifikasi). Sehingga wanita hamil yang telah memiliki lgM negatif dan lgG positif berarti telah memiliki kekebalan dan tidak perlu khawatir terinfeksi. Sebaliknya yang memiliki lgM dan lgG negatif harus melakukan pemeriksaan secara kontinyu setiap 3 bulan untuk mengetahui secara dini bila terjadi infeksi.
Bila lgM dan lgG positif disarankan melakukan pemeriksaan ulang. Bila ada peningkatan lgG yang signifikan, diduga timbul infeksi baru. Meski ini jarang terjadi, tetapi adakalanya terjadi. Untuk lebih memastikan akan dilakukan juga pemeriksaan lgA. Pemeriksaan bisa juga dilakukan dengan PCR, yaitu pemeriksaan laboratorium dari sejumlah kecil protein parasit ini yang diambil dari cairan ketuban atau darah janin yang kemudian digandakan.
Bila indikasi infeksi sudah pasti, yaitu lgM dan lgA positif, harus segera dilakukan penanganan sedini mungkin. Terapi harus dilakukan terus sampai persalinan. Bahkan setelah persalinan akan dilakukan pemeriksaan pada bayi. Bila didapat lgM positif maka bisa dipakstikan bayi telah terinfeksi. Meski hasilnya negatif sekalipun, tetap harus dilakukan pemeriksaan berkala sesudahnya. Dengan pemeriksaan dan pengobatan secara dini penularan pada bayi akan bisa ditekan seminimal mungkin. Selain itu pengobatan dini yang tepat saat awal kehamilan akan menurunkan secara signifikan kemungkinan janin terinfeksi.
Penanganan khusus yang dapat dilakukan yaitu :
1. Konseling yang berkaitan dengan infeksi toksoplasma,resiko terhadap fungsi reproduksi dan hasil konsepsi.
2. Dapat dilakukan pengobatan secara rawat jalan.
3. Selama kehamilan ibu diterapi dengan spiramisin atau setelah kehamilan 14 minggu ibu diberi terapi dengan pirimehamin dan sulfonaida. Gabungan dari obat pirimetamin dan sulfonamide atau antibiotika spiramisin dapat menanggulangi infeksi dan menghambat kelanjutan proses anomaly congenital.
4. Evaluasi kondisi antigen dan titer immunoglobulin anti toxoplasma.
5. Upayakan persalinan pervaginam dan apabila terjadi disproporsi kepala panggul yang disebabkan oleh hidrosefalus, lakukan kajian ultrasonografi ketebalan korteks untuk pilihan penyelesaian persalinan.

BAB III
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU HAMIL

I. Varicella
A. Data Subjektif
Seorang ibu hamil dengan umur kehamilan 11-12 minggu mengeluh, merasa sedikit demam, nyeri kepala, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah. Serta adanya bintik-bintik merah berupa gelembung berisi cairan bening pada perut dan punggung.

B. Data Objektif
1. KU : baik Kesadaran : baik
2. Status emosional : stabil
3. Tanda vital
TD :120/70 mmHg Pernafasan : 20x/mnt\
Nadi : 78x/mnt Suhu : 380C

Kulit : Terlihat adanya lesi kulit yang khas, berupa : Lesi klasik berupa “air mata” berbentuk oval dengan kemerahan pada kulit bagian dasarnya, lesi kulit timbul dibagian perut dan punggung, Lesi yang terdapat di perut dan punggung terdiri atas lesi kulit yang tidak seragam (berbeda stadium erupsinya) dan penyebaran tidak merata.

C. Assesment
1. Diagnosa Kebidanan : Ny. “X ” umur 24 tahun G1P0A0H0 UK : 11- 12 minggu dengan Varicella.
2. Diagnosa Potensial : Ibu hamil dengan varicella berpotensi Resiko terjadinya sindroma fetal 0.3% bila infeksi terjadi pada kehamilan kurang dari 13 minggu, janin dapat meninggal.
3. Masalah : Ibu mengeluh merasa sedikit demam, nyeri kepala, pilek, cepat merasa lelah, lesu, dan lemah serta bintik-bintik pada perut dan punggung
4. Kebutuhan :
a. KIE tentang penyakit varicella dalam kehamilan.
b. KIE cara mencegah dan mengatasi timbulnya penyakit varicella.
Kebutuhan tindakan segera berdasarkan kondisi klien
1. Mandiri : Melakukan observasi pada klien
2. Kolaborasi : Pemeriksaan laboraturium dengan tes serologi IgM varicella zoster dan melalui pemeriksaan ELISA atau CFT, Pemeriksaan untuk menentukan imunitas seorang wanita dengan menggunakan FAMA -Fluorescent Antibody Membrane Antigen
3. Merujuk : Kerumah sakit untuk mendapatkan penanganan dan pengobatan lebih lanjut oleh dokter bagian obstetric dan ginekologi

D. Planning
1. Menjelaskan kepada ibu bahwa kondisi ibu saat ini baik.
2. Memberikan KIE mengenai penyakit varicella.
3. Menjelaskan pada ibu komplikasi bahaya penyakit varicella terhadap janin dan ibu,serta ibu harus selalu menjaga kebersihan diri dan pakaiannya.
4. Menjelaskan pada ibu gejala varicella antara lain : deman, sakit kepala, gatal-gatal, lemah, lesu.
5. Menganjurkan ibu untuk melakukan Pemeriksaan laboraturium lengkap.
6. Merujuk ibu ke rumah sakit atau klinik untuk mendapatkan pengobatan dan pelayanan dari dokter obstetric dan ginekologi dan mendapatkan penanganan lebih lanjut.
7. Menjelaskan kepada ibu untuk kunjungan ulang atau jika ada keluhan.

II. Toxoplasmosis
A. Data Subjektif
Seorang ibu hamil datang ke tempat praktek dengan usia kehamilan 11-12 minggu, ibu mengeluhkan ibu mudah lelah dan tidak nafsu makan. Kemudian dari hasil anamnesa ditemukan bahwa dari dahulu hingga sekarang ibu suka terhadap hewan kucing dan memeliharanya 3 ekor dirumahnya hingga saat ini,sedangkan sang suami memiliki peliharaan 2 ekor anjing.

B. Data Objektif
1. KU : baik Kesadaran : baik
2. Status emosional : stabil
3. Tanda vital
TD : 110/70 mmHg Pernafasan : 22x/mnt
Nadi : 80x/mnt Suhu : 37.30C
C. Asessment
1. Diagnosa Kebidanan : Ny. “Z ” umur 22 tahun G1P0A0H0 UK : 11-12 minggu dengan Toxoplasmosis.
2. Diagnosa Potensial : Ibu hamil dengan toxoplasmosis berpotensi Resiko terjadinya abortus kehamilan kurang dari 13 minggu, dan terjadinya hidrosefalus pada usia kehamilan lanjut.
3. Masalah : Ibu mengeluh merasa lelah dan kurang nafsu makan
4. Kebutuhan :
1. KIE tentang penyakit toxoplasmosis dalam kehamilan.
2. KIE cara mencegah dan mengatasi timbulnya penyakit toxoplasmosis.
Kebutuhan tindakan segera berdasarkan kondisi klien
1. Mandiri : Melakukan observasi pada klien
2. Kolaborasi : Pemeriksaan laboraturium yang lebih lengkap
3. Merujuk : Kerumah sakit untuk mendapatkan penanganan dan pengobatan lebih lanjut oleh dokter bagian obstetric dan ginekologi

D. Planning
1. Menjelaskan bahwa kondisi ibu sedang baik.
2. Memberikan KIE mengenai penyakit toxoplasmosis.
3. Menjelaskan pada ibu komplikasi bahaya penyakit plasmosis terhadap janin dan ibu.
4. Menganjurkan ibu untuk melakukan Pemeriksaan laboraturium yang lebih lengkap.
5. Merujuk ibu ke rumah sakit atau klinik untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut dari dokter obstetric dan ginekologi.
6. Menjelaskan kepada ibu untuk kunjungan ulang atau jika ada keluhan.




BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Varisela merupakan infeksi akut menular, disebabkan oleh virus varisela-zoster.
2. Dapat menyebabkan gangguan pada kehamilan ibu yang sedang hamil dan bahkan dapat menyeabkan janinnya meninggal.
3. Sedangkan Toksoplasmosis adalah infeksi dan berkembangnya parasit Toxoplasma gondii pada seorang ibu hamil yang mana parasit ini ditularkan melalui hewan ternak seperti kucing.
4. Ibu hamil yang terinfeksi parasit ini dapat menyebabkan terjadinya abortus pada usia kehamilan < 13 minggu dan hidrosefalus pada usia kehamilan lanjut.

B. Saran
Sebagai seorang calon tenaga bidan kita sebaiknya mengetahui dan memahi tentang infeksi yang terjadi oada kehamilan ini. Karena kehamilan dengan infeksi varisella ini 4 dari 336 kehamilan menyebabkan kecacatan pada bayi yang dilahirkannya. Sedangkan infeksi toksoplasmosis, potensi penularan tokso terhadap janin selama masa kehamilan ini sangat tinggi, yaitu bisa mencapai 50%.














DAFTAR PUSTAKA

Bari, saifuddin Abdul. 2001. Buku Acuan Nasional Peayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; Jakarta
Rabe, Thomas . 2002. Buku Saku Ilmu Kebidanan. Hipokrates ; Jakarta
Varney, Helen . 2001. Buku Saku Bidan. EGC ; Jakarta
http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/ varicella-zoster-dalam-kehamilan .html
http://bidanshop.blogspot.com/2009/12/varicella-dalam-kehamilan.html

Sabtu, 11 Juni 2011

INSPEKSI PAYUDARA DAN PALPASI AREA NODUS LIMFE

A. INSPEKSI PAYUDARA
Cara Pemeriksaan Inspeksi
1. Informasikan kepada pasien akan prosedur ini
2. Perintahkan pasien duduk
3. Selama pemeriksaan jaga privacy pasien
4. Inspeksi payu dara terhadap :
 Ukuran dan simetri
 Kontur
 Penampilan kulit.
5. Inspeksi puting :
• Bandingkan ukuran,bentuk dan arah puting
• Perhatikan setiap kemerahan,ulkus raba putting
• amati juga posisi kedua putting
6. . Lanjutkan inspeksi sejalan dengan pasien :
 Mengangkat kedua tangannya keatas kepala sekaligus memeriksa aksila apakah ditemukan kemerahan atau hidradenitis
 Tekankan tangannya terhadap pinggul
7. Selanjutnya pasien diperintahkan tidur dan lakukan palpasi untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan dan palpasi aksila apakah ada limpadenopati
8. Informasikan bila pemeriksaan telah selesai

Hasil Temuan
Yang perlu di perhatikan dalam inspeksi payudara yaitu terlebih dahulu kita harus mengetahui keadaan normal dari payudara tersebut. Adapun keadaan normal dari fisik payudara adalah :
1. Ukuran payudara yang tidak sama namun kontur sama.
2. Payudara dapat berukuran besar, kecil, atau menggantung.
3. Jaringan aksesoris payudara saja atau kombinasi dari putting susu, areola dan kelenjar parenkim ekstra.
4. Putting susu datar tidak retraksi atau menyimpang/deviasi.
5. Tidak teraba tonjolan.
6. Pada daerah melintang, agak nyeri bila ditekan, pada tepi kaud al payudara.
7. Terdapat benjolan – benjolan yang kasar di seluruh payudara terjadi selam fase pra menstruasi atau menstruasi pada siklus menstruasi.
Sedangkan temuan pada keadaan abnormal ditemukannya :
1. Kontur payudara asimetris, misalnya bentuk yang menonjol atau berlekuk.
2. Tanda – tanda retraksi misalnya cekungan pada kulit, lipatan dan kerutan.
3. Deviasi atau retraksi putting susu, dengan atau tanpa putting susu yang rata dan melebat.
4. Payudara mengecil atau menyusut.
5. Edema ; kulit ber warna orange dan terkelupas.
6. Delatasi vena subkutan pada wanita yang tidak sedang mengandung.
7. Pada wanita yang tidak dalam tahap pascapartum terjadi penungkatan suhu atau kemerahan pada kulit.
8. Terjadi perlukaan.
9. Ukuran payudara yang meningkat secara berlebihan dan asimetris pada pada saat terjadi kontraksi otot – otot dada.
10. Kelenjar / nodus dapat diraba.
11. Putting susu mengalami erosi, ulserasi, penebalan, atau kasar yang tidak lazim.
12. Putting susu kemerah – merahan pada wanita yang tidak menyusui atau putting telah di manupulasi secara seksual.
13. Pada wanita yang tidak hamil, pascapartum, atau menyusui, putting susu yang berkerak mengindikasikasikan adanya rabas kering.
14. Pada area setempat tampak benjolan – benjolan graunuler yang kasar.
15. Jaringan payudara atau putting susu kehilangan elastisitasnya, seiring dengan pengerasan atau penebalan tekstur kulit.
16. Adanya massa, perhatikan hal berikut :
a. Lokasi.
b. Ukuran.
c. Bentuk dan garis bentuknya/kontur.
d. Konsistensi.
e. Batasan (derajat ketajaman tepi – tepinya).
f. Mobilitas.

2. PALPASI AREA NODUS LIMFE
Langkah Pengkajian Hasil normal Hasil abnormal
1 Perawat duduk dihadapan klien
2 Menundukkan kepala klien sehingga dagu menempel ke dada dan menengadahkan kepala kebelakang, perhatikan dengan teliti area leher dimana nodus tersebar, membandingkan kedua sisi tersebut Nodus tidak nampak Adanya pembesaran nodus akibat infeksi
3 Klien menundukkan kepala sedikit atau mengarah kesisi perawat untuk merelaksasikan jaringan dan otot-otot
4.







5.
Palpasi lembut dengan 3jari tangan masing2 nodus limfe dgn gerakan memutar, memeriksa nodus dengan urut, yaitu: nodus oksipital pd dasar tengkorak, nodus aurikel posterior diatas mastiodeus, nodus preaurikular tepat di depan telinga, nodus tonsilar pd sudut mandibula, nodus submaksilaris dan nodus submental pd garis tengah di belakang ujung mandibula.
Tidak menggunakan tekanan bverlebihan saat mempalpasi karena nodus kecil dapat terlewati Nodus limfe tidak mudah teraba Nodus lemfe memebesar sehingga menandakan infeksi setempat. Nodus limfe kadang2 tetap membesar setelah adanya infeksi tetapi biasanya tidak nyeri


Referensi
Buku saku bidan.helen varney.2002. Penerbit buku Kedokteran EGC
http://nodus lmfe=pemeriksaanpayudara.cm

EROSI SERVIKS

BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Servik uteri adalah penghalang penting bayi masuknya ke dalam genetalia interna. Dalam hubungan ini seorang nulliparadalam keadaan normalkanalis servikalis bebas kuman, pada seorang multipara dengan ostium utero eksternum sudah lebih terbuka, batas ke atas dari daerah bebas kuman ialah ostium uteri internum.
Radang pada serviks uteri biasanya terdapat pada porsio uteri diluar ostium uteri eksternum dan/atau pada endoserviks uteri. Pada beberapa penyakit kelamin, seperti gonorea, sifilis, ulkus molle, dan granuloma inguinale, dan pada tuberculosis, dapat ditemukan radang pada serviks.
2. Permasalahan
Dalam makalah ini kami ingin membahas lebih lengkap tentang “erosi serviks”.
3. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan kami dalam membuat makalah ini adalah :
a. Tujuan umum : ingin mengetahui lebih dalam tentang erosi serviks.
b. Tujuan Khusus :
a. Ingin mengetahui tentang pengertian erosi serviks.
b. Ingin mengetahui etiologi erosi serviks.
c. Mengetahui tentang tanda gejala dan penanganan terhadap erosi serviks.


BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Erosi Porsio
Erosi Porsio ialah adanya sekitar ostiu uteri eksternum suatu berwarna merah menyala dan agak mudah berdarah. (Winkjosastro, Jakarta : 2005 Hal 167).
Sedangkan menurut www.geogle memahami Reproduksi wanita erosi porsio adalah pengisikan mulut rahim yang disebabkan oleh karena manipulasi atau keterpaparan oleh bendah yang dapat mengakibatkan menjadi radang dan lama – lama menjadi infeksi.
Kemudian menurut srwono Prawirohardjo erosi serviks dewasa ini telah sangat jarang sekali di pakai pada sumber kepustakaan, dan sekarang ini yang tampak adalah bahwa “erosi” sebenarnya ialah servisitis kronika.
Penyakit ini dijumpai pada sebagian besar wanita yang pernah melahirkan. Luka –luka kecil maupun besar pada serviks karena partus atau abortus memudahkan masuknya kuman –kuman ke dalam endoserviks dan kelenjar – kelenjarnya lalu menyebabkan infeksi menahun.
2. Etiologi Erosi Porsio
a. Keterpaparan suatu benda pada saat pemasangan AKDR. Pada saat pemasangan alat kontrasepsi yang digunakan tidak steril yang dapat menyababkan infeksi. AKDR juga mengakibatkan bertambahnya volume dan lama haid (darah merupakan media subur untuk berkembangbiaknya kuman) penyebab terjadi infeksi.
b. Infeksi pada masa reproduktif menyebabkan batas antara epitel canalis cervicalis dan epitel portio berpindah, infeksi juga dapat memyebabkan menipisnya epitel portio dan gampang terjadi erosi pada porsio (hubungan seksual).
c. Pada masa reproduktif batas berpindah karena adanya infeksi (cervicitis, kolpitis).
d. Rangsangan luar maka epitel gampang berapis banyak dan porsio mati dan diganti dengan epitel silinderis canalis servikalis. (Winkjosastro, Jakarta : 2005 Hal. 167).
3. Patofisiologi Terjadinya Erosi Porsio
Proses terjadinya erosi portio dapat disebabkan adanya rangsangan dari luar misalnya IUD. IUD yang mengandung polyethilien yang sudah berkarat membentuk ion Ca, kemudian bereaksi dengan ion sel sehat PO4 sehingga terjadi denaturasi / koalugasi membaran sel dan terjadilah erosi portio.
Bisa juga dari gesekan benang IUD yang menyebabkan iritasi lokal sehingga menyebabkan sel superfisialis terkelupas dan terjadilah erosi portio. Dari posisi IUD yang tidak tepat menyebabkan reaksi radang non spesifik sehingga menimbulkan sekresi sekret vagina yang meningkat dan menyebabkan kerentanan sel superfisialis dan terjadilah erosi portio.
Dari semua kejadian erosi portio itu menyebabkan tumbuhnya bakteri patogen, bila sampai kronis menyebabkan metastase keganasan leher rahim.
Selain dan personal hygien yang kurang IUD juga dapat menyebabkan bertambahnya volume dan lama haid darah merupakan medai subur untuk masuknya kuman dan menyebabkan infeksi, dengan adanya infeksi dapatmasuknya kuman dan menyebabkan infeksi.
Dengan adanya infeksi dapat menyebabkan Epitel Portio menipis sehingga mudah menggalami Erosi Portio, yang ditandai dengan sekret bercampur darah, metrorrhagia, ostium uteri eksternum tampak kemerahan, sekred juga bercampur dengan nanah, ditemukan ovulasi nabathi. (Winkjosastro, hanifa. Ilmu kandungan jilid I, YBPS-SP, Jakarta : 2005).
4. Tanda dan Gejala
a. Sekret bercampur darah setelah bersenggama
b. Dapat menimbulkan pendarahan kontak atau metrrrhagia.
c. Portio uterus disekitar ostium uteri eksternum tampah daerah kemerah-merahan yang sulit dipisahkan secara jelas dan Epitel Portio.
d. Sekret juga tidak dapat bercampur dengan nanah.
e. Pada Erosi sering di ketemukan ovula nobathii. (Winkjosastro, Jakarta : 2005 Hal 175).
5. Penanganan
Erosi dapat disembuhkan dengan obat keras seperti AgNO3 10% atau Albothyl yang menyebabkan nekrose Epitel silinderis dengan harapan bahwa kemudian diganti dengann Epitel gepeng berlapis banyak.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Erosi Porsio ialah adanya sekitar ostiu uteri eksternum suatu berwarna merah menyala dan agak mudah berdarah.
b. Penyebabnya yaitu : infeksi pada masa reproduktif, keterpaparan suatu benda pada sat pemasangan AKDR, dan rangsangan luar maka epitel gampang berapis banyak dan porsio mati dan diganti dengan epitel silinderis canalis servikalis.
c. Patofisiologinya : Proses terjadinya erosi portio dapat disebabkan adanya rangsangan dari luar misalnya IUD.
d. Tanda dan gejala nya yaitu : Sekret bercampur darah setelah bersenggama, dapat menimbulkan pendarahan kontak, portio uterus disekitar ostium uteri eksternum tampah daerah kemerah-, sekret kadang tidak bercampur dengan nanah, pada Erosi sering di ketemukan ovula nobathii.
e. Erosi dapat disembuhkan dengan obat keras seperti AgNO3 10% atau Al Bothyl.
2. Saran
Sebaiknya sebagai tenaga kesehatan kedepannya kita lebih hati – hati dan teliti dalam melakukan tindakan kebidanan terhadap pasien agar dapat meminimalkan angka inveksi dan kecacatan pada klien dan juga hendaknya kita bisa menjaga kebersihan diri kita sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

Prawihardjo sarwono.1994.Ilmu Kandungan.Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirahardjo:Jakarta
www.gooegle memahami Reproduksi wanita.
Winkjosastro, hanifa. Ilmu kandungan jilid I, YBPS-SP, Jakarta : 2005
Winkjosostro, Jakarta : 2003.

“PENYAKIT YANG MENYERTAI KEHAMILAN ”

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan suatu proses yang alamiah dan fisiologis, namun setiap ibu hamil menghadapi resiko yang bisa mengancam jiwanya, oleh karena itu ibu hamil harus mendapatkan pelayanan antenatal dari tenaga kesehatan yang professional, yakni seorang bidan untuk mengantisipasi resiko dan penyulit persalinan.
ANC atau pemeriksaan kehamilan antenatal adalah pemeriksaan kehamilan untuk mengoptialkan kesehatan mental dan fisik ibu hami sehingga mampu menghadapi persalinan, nifas, persiapan pemberian ASI, dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar.
Dalam setiap kehamilan tentu tidak selamanya aman dan sesuai dengan yang diharapkan, kadang adakalanya ibu hamil tersebut menderita suatu penyakit sehingga berpebgaruh besar terhadap kehamilan, persalinan, dan bahkan nifasnya. Sebenarnya tidak ada seorang pun wanita hamil yang menginginkan kehamilannya disertai dengan penyakit, namun dilapangan ini sering kita temui.
Dan penyakit penyerta kehamilan ini sering kali menjadi menyumbangkan angka kematian ibu dan bahkan bayi. Ada beberapa penyakit yang dapat menyertai kehamilan, da penyakit tersebut tidak main – main terhadap keselamatan ibu dan bayi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka kami tertarik untuk menjadi masalah ini dalammakalh ini, adapun rumusan masalah kami dalam makalah ini adalah “Kehamilan Dengan Penyakit Apa Yang Berbahaya Terhadap Kehamilan Tersebut”.
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan Umum : Mengetahui penyakit – penyakit apa saja yang berbahaya untuk kehamilan.
b. Tujuan Khusus :
• Diketahuinya defenisi dan maksud masing – masing penyakit
• Diketahuinya etiologi masing – masing penyakit
• Diketahuinya penatalaksanaan terhadap masing – masing penyakit
• Diketahuinya dampak masing – masing penyakit terhadap kehamilan
• Diketahuinya alternaif dan hal – hal yang dapat kita lakukan untuk meminimalisirdampak negative dari penyakit yang diderita oleh ibu hamil tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyakit Jantung
Pada kehamilan dengan jantung normal, wanita dapat menyesuaikan kerjanya terhadap perubahan- perubahan secara fisiologis. Perubahan tersebut disebabkan oleh :
1. Hipervolemia : dimulai sejak kehamilan 8 minggu dan mencapai puncaknya pada 28- 32 minggu
2. Jantung dan diafragma terdorong ke atas oleh karena pembesaran rahim..
Dalam kehamilan :
1. Denyut jantung dan nadi : meningkat
2. Volume darah : meningkat
3. Tekanan darah : menurun sedikit
Maka dapat dipahami bahwa kehamilan dapat memperbesar penyakit jantung bahkan dapat menyebabkan payah jantung (dekompensasi kordis ). Frekuensi penyakit jantung dalam kehamilan berkisar antara 1- 4%. Dinegara – Negara Atlantik utara 1- 3%, di Australia dan negara Asia selatan kurang dari 1 %. Penyakit yang paling banyak dijumpai adalah penyakit hipertensi, tirotoksikosis dan anemia.
1. Pengaruh kehamilan terhadap penyakit jantung saat yang berbahaya bagi penderita adalah:
a. Pada kehamilan 32 – 36 minggu, dimana volume darah mencapai puncaknya (hipervolumia)
b. Pada kala II, dimana wanita mengerahkan tenaga untuk mengedan dan memerlukan kerja jantung yang berat
c. Pada pasca persalinan dimana darah dari ruang intervilus plasenta yang sudah lahir, sekarang masuk ke dalam sirkulasi darah ibu.
d. Pada masa nifas, karena ada kemungkinan infeksi.
2. Pengaruh penyakit jantung terhadap kehamilan :
a. Dapat terjadi abortus.
b. Prematuritas : lahir tidak cukup bulan
c. Dismaturitas, lahir cukup bulan namun dengan bertat badan lahir rendah
d. Lahir dengan apgar rendah
e. Kematian janin dalam rahim (KJDR )
Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan :
Kelas I :
• Tanpa pembatasan kegiatan
• Tanpa gejala pada kegiatan biasa
Kelas II :
• Sedikiat dibatasi kegiatannya
• Waktu istirahat tidak ada keluhan
• Kegiatan fisik biasa menimbulkan gejala insufisiensi jantung
• Gejalanya adalah lelah, palpitasi, sesak nafas dan nyeri dada
Kelas III :
• Kegiatan fisik sangat dibatasi
• Waktu istirahat tidak ada keluhan
• Sedikit kegiatan fisik menimbulkan keluhan insufisiensi jantung
Kelas IV :
• Waktu istirahat dapat menimbulkan keluhan infusiensi jantung apalagi kerja fisik yang tidak berat
Kira- kira 80 % penderita adalah kelas I dan II serta kehamilan dapat meningkatkan kelas tersebut menjadi II, III, dan IV. Factor yang dapat mempengaruhi adalah umur, anemia, adanya aritema jantung dan hipertrofi ventrkuler dan pernah sakit jantung.
Diagnosis :
1) Anamnesis
 Pernah sakit jantung dan berobat pada dokter untuk penyakitnya
 Pernah demam rematik
2) Pemeriksaan : auskultasi/ palpasi
Empat kriteria (burwel dan Metcalfe )
 Adanya bising diastolic, presistolik, atau terus-menerus
 Pembesaran jantung yang jelas.
 Adanya bising jantung yang nyaring disertai thrill
 Aritmia yang berat
3) Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
Jika wanita hamil disangka menderita penyakit jantung, yang paling baik adalah dikonsultasikan kepada ahlinya. Keluhan dan gejala : mudah lelah, dispneu, palipitasi kordis, nadi tidak teratur, oedema/pulmonal, sianosis.

Penanganan
a. Dalam kehamilan
 Memberikan pengertian kepad ibu hamil untuk melaksanakan pengawasan antenatal yang teratur sesuai dengan jadwal yang ditentukan merupakan hal yang penting
 Kerjasam dengan ahli penyakit dalam atau kardialog, untuk penyakit jantung harus dibina sedini mungkin
 Pencegahan terhadap kenaikan berat badan dan retensi air yang berlebihan, jika terdapat anemia harus diobati
 Timbulnya hipertensi / hipotesi akan memberatkan kerja jantung, hal ini harus diobati
 Bila terjadi keluhan yang agak berat seperti sesak nafas, infeksi saluran pernafasan dan sianosis, penderita harus dirawat di rumah sakit untuk pengawasan dan pengobatan yang lebih intensif
 Skema kunjungan antenatal : setiap 2 minggu menjelang kehamilan 28 minggu dan 1 kali seminggu setelahnya
 Wanita hamil dengan penyakit jantung harus cukup istirahat, cukup tidur, diet rendah garam dan pembatasan jumlah cairan
 Sebaiknya penderita dirawat 1 sampai 2 minggu sebelum tafsiran persalinan
 Pengobatan khusus bergantung pada kelas penyakit :
 Kelas I : tidak memerlukan pengobatan tambahan
 Kelas II : biasanya tidak memrlukan terapi tambahan, mengurangi kerja fisik terutama antara kehamilan 28-36 minggu
 Kelas III : memerlukan digitalisasi atau obat lainnya, sebaiknya dirawat di rumah sakit sejak kehamilan 28-30 minggu
 Kelas IV : harus di rawat dirumah sakitdan di berikan pengobatan dan kerjasama dengan kardiaolog
b. Dalam persalinan
Penderita kelas I dan II biasanya dapat meneruskan kehamilan dan bersalin pervaginam, namun denagn p[engawasan yang baik serta kerjasama dengan ahli penyakit dalam
 membuat daftar his: daftar nadi,pernapasan,tekanan darah di awasi dan catat setiap 15 menit dalam kala 1 dan setiap 10 menit dalam kala 2,bila ada tanda payah jantung di obati dengan digitalis,memberikan sedilanit dosis awal 0,8mg dan di tambahkan sampai dosis 1,2 -1,6mg IV secara perlahan. Jika per
lu,suntikan dapat di ulang 1-2 kali dalam 2 jam. Dikamar bersalin harus tersedia tabung berisi oksigen,morfin,dan suntikan diuretikum
 kala 2 yaitu kala yang kritis bagi penderita bila tidak timbul tanda payah jantung persalinan dapat di tunggu,di awasi dan di tolong secra spontan. dalam 20-30 menit bila janin belum lahir kala 2 segera di perpendek dengan ekstrasi vakum dan forcep kalau di jumpai disproporsi chepalo pelvic maka di lakukan SC dengan local /lumbal/kaudal di bawah pengawasan beberapa ahli multi disiplin
 untuk menghilangkan rasa sakit boleh di berikan obat analgesic seperti petidin. Jangan di berikan barbiturate/morfin bila di taksir bayi lahir dalam beberapa jam
 kala2 biasanya berjalan sepeti biasa pemberian ergometrin dengan hati-hati,biasanya sentrometin IM aman
c. dalam paska persalinan dan nifas
 setelah bayi lahir penderita dapat tiba-tiba jatuh kolaps yang di sebabkan darah membanjiri tubuh ibu sehingga kerja jantung bertambah
 karena itu penderita harus tetap di awasi dan di rawat sekurang-kurangnya 2 minggu setelah bersalinan
d. penanganan secara umum
 penderita kelas 3 dan 4 tidak boleh hamil karena kehamilan sangat membahayakan jiwanya
 bila hamil sedini mungkin sbortus buatan medikalis hendaknya di pertimbangkan untuk di kerjakan
 pada kasus tertentu sangat di anjurkan untuk tidak hamil dengan tubektomi setelah penderita afebris,tidak anemis dan sedikit keluhan
 bila tidak mau sterilisasi,di anjurkan memakai kontara sepsi. Kontrasepsi yang baik adalah IUD
e. masa laktasi
 laktasi di perbolehkan pada wanita penyakit jantung kelas 1 dan 2 yang sanggup melkukan kerja fisik
 laktasi dilarang pada penderita kelas 3 dan 4
Prognosis
Bagi ibu : prognosis tergantung pada beratnya penyakit,umur,dan penyulit lain.pengawasan pengobatan,pimpinan persalinan,dan kerja sama dengan penderita serta kepatuhan dalam menaati larangan,ikut mengikuti prognosis
bagi bayi : bila penykit jantung tidak terlalu berat,tidak begitu mempengaruhi kematian perinatal, namun pada penyakit berat prognosis akan buruk karena terjadi gawat janin.
B. Diabetes Millitus
Diabetes Melitus pada kehamilan atau sering disebut Diabetes Melitus Gestasional, merupakan penyakit diabetes yang terjadi pada ibu ibu yang sedang hamil. Gejala utama dari kelainan ini pada prinsipnya sama dengan gejala utama pada penyakit diabetes yang lain yaitu sering buang air kecil (polyuri), selalu merasa haus (polydipsi), dan sering merasa lapar (polyfagi). Cuma yang membedakan adalah keadaan pasien saat ini sedang hamil. Sayangnya penemuan kasus kasus diabetes gestasional sebagian besar karena kebetulan sebab pasien tidak akan merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya selain kehamilan, dan gejala sering kencing dan banyak makan juga biasa terjadi pada kehamilan normal.
Seperti halnya penyakit kencing manis pada umumnya, pada pemeriksaan gula darah pun ditemukan nilai yang tinggi pada kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah makan serta bila dilakukan pemeriksaan kadar gula pada urine (air kencing) juga ditemukan reaksi positif. Pemeriksaan ini dapat diulang selama proses pengobatan dengan obat antidiabetes untuk memantau kadar gula darah.
Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien diabetes gestasional antara lain dengan tetap mengutamakan pengaturan diet diabetes, apabila kadar gula darah terlampau tinggi bisa dilakukan opname untuk regulasi dengan insulin baik intravena maupun suntikan subkutan. Jadi usahakan pada semua penderita hamil untuk memilih pengobatan dengan pengaturan diet bila tidak tercapai keadaan kadar gula darah yang normal baru disuntik dengan insulin. Obat tambahan lain bisa dengan vitamin vitamin untuk menjaga kondisi tubuh pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam pengaturan diet wanita hamil adalah kebutuhan kalori pada wanita hamil tidak sama dengan wanita normal sekalipun wanita hamil tersebut menderita kencing manis. Jumlah kalori untuk diet = berat badan ideal wanita hamil x (25-30)kalori + ekstra 200 – 300 kalori dengan perincian minimal 200 gr hidrat arang dan protein (1,5 – 2) gr/kg BB ideal.
Jika pada pemeriksaan berat badan bayi ditemukan bayinya besar sekali maka perlu dilakukan induksi pada minggu ke 36 – 38 untuk mencegah terjadinya komplikasi saat persalinan. Proses persalinan ini harus dalam pengawasan ketat oleh dokter spesialis kebidanan dan dokter spesialis penyakit dalam.
Diagnosis : Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya. Terutama dilakukan pada ibu dengan factor resiko berupa beberapa kali keguguran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi lebih dari 4000 gr, riwayat PE dan polyhidramnion. Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil.
Klasifikasi
a. Tidak tergantung insulin (TTI) – Non Insulin Dependent diabetes mellitus (NIDDN) yaitu kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
b. Tergantung insulin (TI) – Insulin dependent Diabetes Melitus yaitu kasus yan memerlukan insulin dalam mengembalikan kadar gula darah.
Komplikasi
a. Maternal : infeksi saluran kemih, hydramnion, hipertensi kronik, PE, kematian ibu
b. Fetal : abortus spontan, kelainan congenital, insufisiensi plasenta, makrosomia, kematian intra uterin.
c. Neonatal : prematuritas, kematian intra uterin, kematian neonatal, trauma lahir, hipoglikemia, hipomegnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, syndroma gawat nafas, polisitemia.
Penatalaksanaan : Prinsipnya adalah mencapai sasaran normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120 mg/dl, dan kadar HbA1c<6%. Selain itu juga menjaga agar tidak ada episode hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus normal. Pantau kadar glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila. Ajarka pasien memantau gula darah sendiri di rumah dan anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu sekali bahkan lebih sering lagi saat mendekati persalinan. Obat hipoglikemik oral tidak dapat dipakai saat hamil dan menyusui mengingat efek teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI, kenaikan BB pada trimester I diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya 0,5 kg /minggu, total kenaikan BB sekitar 10-12 kg.
Penatalaksanaan Obstetric : Pantau ibu dan janin dengan mengukur TFU, mendengarkan DJJ, dan secara khusus memakai USG dan KTG. Lakukan penilaian setiap akhir minggu sejak usia kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia pertumbuhan janin terhambat dan gawat janin merupakan indikasi SC. Janin sehat dapat dilahirkan pada umur kehamilan cukup waktu (40-42 minggu) dengan persalinan biasa.
Ibu hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali baik, namun harus selalu diperhatikan gerak janin (normalnya >20 kali/12 jam). Bila diperlukan terminasi kehamilan, lakukan amniosentesis dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila UK <38 minggu). Kehamilan dengan DM yang berkomplikasi harus dirawat sejak UK 34 minggu dan baisanya memerlukan insulin.
Biasanya setelah bayi lahir maka kadar gula darah akan kembali normal, apabila tidak, maka perlu dilanjutkan pemberian antidiabetes oral sampai jangka waktu tertentu.
C. Tuberkulosis Paru
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, BB menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit di dada. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan adanya ronkhi basal, suara caverne atau pleural effusion. Penyakit ini mungkin bentuknya aktif atau kronik, dan mungkin pula tertutup atau terbuka.
Pada penderita yang dicurigai menderita TBC Paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (puirified protein derivate) 5u, bila hasil positif dilanjutkan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X, pada penderita TBC Paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum BTA untuk membuat diagnosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan / uji sensitivitas. Pada janin dengan ibu TBC Paru jarang dijumpai TBC congenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui ibunya.
Penatalaksanaan : Penyakit ini akan sembuh dengan baik bila pengobatan yang diberikan dipatuhi oleh penderita, berikan penjelasan dan pendidikan kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat kronik sehingga diperlukan pengobatan yang lama dan teratur. Ajarkan untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk, bersin dan tertawa. Sebagian besar obat anti TBC aman untuk wanita hamil, kecuali streptomisin yang bersifat ototoksik bagi janin dan harus diganti dengan etambutol, pasien hamil dengan TBC Paru yang tidak aktif tidak perlu mendapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif dianjurkan untuk menggunakan dua macam obat atau lebih untuk mencegah timbulnya resistensi kuman, dan isoniazid (INH) selalu diikutkan karena paling aman untuk kehamilan, efektifitasnya tinggi dan harganya lebih murah.
Obat-obatan yang dapat digunakan
1. Isoniazid (INH) 300 mg/hari. Obat ini mungkin menimbulkan komplikasi pada hati sehingga timbul gejala-gejala hepatitis berupa nafsu makan berkurang, mual dan muntah. Oleh karena itu –perlu diperiksa faal hati sewaktu-waktu dan bila ada perubahan untuk sementara obat harus segera dihentikan.
2. Etambutol 15-20 mg/kg/hari. Obat ini dapat menimbulkan komplikasi retrobulber neuritis, akan tetapi efek samping dalam kehamilan sangat sedikit dan pada janin belum ada.
3. Streptomycin 1gr/hari. Obat ini harus hati-hati digunakan dalam kehamilan, jangan digunakan dalam kehamilan trimester I. Pengaruh obat ini pada janin dapat menyebabkan tuli bawaan (ototoksik). Disamping itu obat ini juga kurang menyenangkan pada penderita karena harus disuntikan setiap hari.
4. Rifampisin 600mg/hari. Obat ini baik sekali untuk pengobatan TBC Paru tetapi memberikan efek teratogenik pada binatang poercobaan sehingga sebaiknya tidak diberikan pada trimester I kehamilan.
Pemeriksaan sputum harus dilakukan setelah 1-2 bulan pengobatan, jika masih positif perlu diulang tes kepekaan kuman terhadap obat, bila pasien sudah sembuh lakukan persalinan secar biasa. Pasien TBC aktif harus ditempatkan dalam kamar bersalin terpisah, persalinan dibantu Ekstraksi Vacum atau Forcep. Usahakan pasien tidak meneran, berikan masker untuk menutupi mulut dan hidung agar kuman tidak menyebar. Setelah persalinan pasien dirawat di ruang observasi 6-8 jam, kemudian dapat dipulangkan langsung.
Pasien diberi obat uterotonika dan obat TBC tetap harus diteruskan. Penderita yang tidak mungkin pulang harus dirawat di ruang isolasi, karena bayi cukup rentan terhadap penyakit ini, sebagian besar ahli menganjurkan pemisahan dari ibu jika ibu dicurigai menderita TBC aktif, sampai ibunya tidak memperlihatkan tanda-tanda proses aktif lagi setelah dibuktikan dengan pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali yang selalu memperlihatkan hasil negatif.
Pasien TBC yang menyusui harus mendapat regimen pengobatan yang penuh. Semua obat anti TBC sesuai untuk laktasi sehingga pemberian laktasi dapat dengan aman dan normal. namun bayi harus diberi suntikan mantoux, mendapat profilaksis INH dan imunisasi BCG.
D. Ginjal
Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional dan anatomic ginjal dan saluran kemih yang sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium.perubahan natomi terdapat peningkatan pembuluh darah dan ruangan interstisial pada ginjal. Ginjal akan memanjang kurang lebih 1 cm dan kembali normal setelah melahirkan. Ureter juga mengalami pemanjangan, melekuk dan kadang berpindah letak ke lateral dan akan kembali normal 8-12 minggu setelah melahirkan.
Selain itu juga terjadi hiperlpasia dan hipertrofi otot dinding ureter dan kaliks, dan berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih karena pengaruh kehamilan.
Akibat pembesaran uterus hiperemi organ-organ pelvis dan pengaruh hormonal terjadi perubahan pada kendung kemih yang dimulai pada kehamilan 4 bulan. Kandung kemih akan berpindah lebih anterior dan superior. Pembuluh-pembuluh di daerah mukosa akan membengkak dan melebar. Otot kandung kemih mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen. Kapasitas kandung kemih meningkat sampai 1 liter karena efek relaksasi dari hormon progesterone.
Perubahan Fungsi : Segera sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma (Renal Plasma flow) dan tingkat filtrasi gomerolus (Gomerolus Filtration Rate). Sejak kehamilan trimester II GFR akan meningkat 30-50 %, diatas nilai normal wanita tidak hamil. Akibatnya akan terjadi penurunan kadar kreatinin serum dan urin nitrogen darah, normal kreatinin serum adalah 0,5-0,7 mg/100 mll dan urea nitrogen darah 8-12 mg/100 mll.
E. Asma
Asma Bronkiale merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya asma tidak sama pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangannya tak sama pada kehamilan pertama dan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai UK 24-36 minggu dan pada akhir kehamilan jarang terjadi serangan.
Komplikasi : Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen atau hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin dan sering terjadi keguguran, partus premature dan gangguan petumbuhan janin.
Manifestasi Klinis : Factor pencetus timbulnya asma antara lain zat-zat alergi, infeksi saluran nafas, pengaruh udara dan factor psikis. Penderita selama kehamilan perlu mendapat pengawasan yang baik, biasanya penderita mengeluh nafas pendek, berbunyi, sesak, dan batuk-batuk. Diagnosis dapat ditegakkan seperti asma diluar kehamilan.
Penatalaksanaan
1. Mencegah timbulnya stress
2. Menghindari factor resiko/pencetus yang sudah diketahui secara intensif
3. Mencegah penggunaan obat seperti aspirin dan semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan
4. Pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obat local yang berbentuk inhalasi, atau peroral seperti isoproterenol
5. Pada keadaan lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat dihilangkan dengan 1 atau lebih dari obat dibawah ini :
a. Epinefrin yang telah dilarutkan (1:1000), 0,2-0,5 ml disuntikan SC
b. Isoproterenol (1:100) berupa inhalasi 3-7 hari
c. Oksigen
d. Aminopilin 250-500 mg (6mg/kg) dalam infus glukosa 5 %
e. Hidrokortison 260-1000 mg IV pelan-pelan atau per infus dalam D10%
Hindari penggunaan obat-obat yang mengandung iodium karena dapat membuat gangguan pada janin, dan berikan antibiotika kalau ada sangkaan terdapat infeksi. Upayakan persalinan secara spontan namun bila pasien berada dalam serangan, lakukan VE atau Forcep. SC atas indikasi asma jarang atau tak pernah dilakukan. Jangan berikan analgesik yang mengandung histamin tapi pilihlah morfin atau analgesik epidural.
Dokter sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi ASI. Aminopilin dapat terkandung dalam ASI sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan, gelisah, dan ganggguan tidir. Namun obat anti asma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam ASI sangat kecil.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
a. Ada 5 penyakit yang sering kali terjadi dalam kehamilan yaitu : jantung, DM, TB paru, ginjal, dan asma.
b. Kelima jenis penyakit ini berpengaruh besar terhadap kehamilan baik it terhadap ibu, fetal maupun neonatusnya.
c. Kelima jenis penyakit yang sering dijumpai dengan kehamilan ini sangat berbahaya dan bahkan berlanjut sampai pada persalinan , dan bahkan nifas.
B. Saran
Hendaknya kita sebagai tenaga kesehatan mengetahui dan dapat melakukan monitoring dini dan penatalaksanan awal terhadap pasien dengan kehamilan yang disertai oleh penyakit ini. Baik dalam pemeriksaan kehamilan dan menolong persalinan maka kita sebagai tenga kesehatan diminta kehati – hatian dan ketelitian agar kita ataupun orang lain (termasuk keluarga klien) tidak terkena tularan penyakit tersebut (jika penyakit tersebut menular).


DAFTAR PUSTAKA

FK UNPAD, 2007
Obstetri Fisiologi.Bandung

Manuaba, 2009
Obstetri, Ginekologi, dan Keluarga Berencana beserta Komplikasi dan pengananya.Jakarta

Prawirorahadjo, sarwono, 2008
Ilmu Kebidanan.Jakarta

http://ASKEB=Macam=macam=Penyakit=yang=Menyertai=Kehamilan=dan=Persalinan=Ibu=Hamil=Smart Click

“MONITORING DAN EVALUASI KEGIATAN PELAYANAN KEBIDANAN DI KOMUNITAS dan MELAKUKAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN DI KOMUNITAS”

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan di masyarakat dilakukan melalui kegiatan pengawasan, pengendalian, dan penilaian yang meliputi pencatatan, pelaporan, monitoring, dan evaluasi. Pencatatan dan pelaporan adalah indicator keberhasilan suatu kegiatan.
Tanpa adanya pencatatan dan pelaporan, kegiatan atau program apapun yang dilaksanakan tidak akan terlihat wujudnya. Output dari pencatatan dan pelaporan ini adalah sebuah data dan informasi yang berharga serta bernilai bila menggunakan metode yang tepat dan benar. Seperti sebuah ungkapan “ catat apa yang dikerjakan dan kerjakan apa yang dicatat ”. jadi data dan informasi ini merupakan sebuah unsure terpenting dalam sebuah organisasi, karena data dan informasilah yang berbicara tentang keberhasilan atau perkembangan organisasi tersebut.
Kemudian sebagai bidan komunitas kita perlu rasanya mengetahui tentang kohort, baik itu kohort ibu, bayi maupun balita. Karena dengan kohort tersebut yang dapat mempermudah kita dalam membuat laporan dalam tiap bulannya dan membantu kita dalam mengetahui apakah program kita di daerah tersebut mencapai target atau tidak.
B. Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka kami tertarik untuk mengetahui lebih dalam lagi dan mengkaji lebih jauh mengenai pelaporan, pencatatan dalam pendokumentasian dan kohort ibu daan balita.
Yang ingin kami bahas dalam makalah ini adalah “bagaimana pendokumentasian dalam komunitas dan kohort ibu dan balita”.
C. Tujuan Penulisan
a. Tujuan umum : Mengetahui tentang pendokumensatian dalam Komunitas dan kohort ibu dan balita.
b. Tujuan Khusus :
• Diketahuinya tentang pengertian pencatatan dan pelaporan dalam Komunitas
• Diketahuinya prosedur pencatatan dan pelaporan pada pendokumentasian komunitas.
• Diketahuinya proses dan prosedur pencatatan dan pelaporan
• Diketahuinya mengenai kohort ibu.
• Diketahuinya tentang kohort balita.














BAB II
ISI
I. Monitoring Dan Evaluasi Kegiatan Pelayanan Kebidanan Di Komunitas
A. Pengertian
Register kohort adalah sumber data pelayanan ibu hamil, ibu nifas, neonatal, bayi dan balita.
B. Tujuan
Untuk mengidentifikasi masalah kesehatan ibu dan neonatal yang terdeteksi di rumah tangga yang teridentinfikasi dari data bidan.
C. Jenis Register Kohort
1. Register kohort ibu
Register kohort ibu merupakan sumber data pelayanan ibu hamil dan bersalin, serta keadaan/resiko yang dipunyai ibu yang di organisir sedemikian rupa yang pengkoleksiaannya melibatkan kader dan dukun bayi diwilayahnya setiap bulan yang mana informasi pada saat ini lebih difokuskan pada kesehatar ibu dan bayi baru lahir tanpa adanya duplikasi informasi.
2. Register kohort bayi
Merupakan sumber data pelayanan kesehatanbayi, termasuk neonatal.
3. Register kohort balita
Merupakan sumber data pelayanan kesehatan balita, umur 12 bulan sampai dengan 5 tahun
Pendataan suatu masyarakat yang baik bilamana dilakukan oleh komponen yang merupakan bagian dari komunitas masyarakat bersangkutan, karena merekalah yang paling dekat dan mengetahui situasi serta keadaan dari masyarakat tersebut. Sumber daya masyarakat itu adaIah Kader dan dukun bayi serta Tokoh masyarakat.
Bersama-sama dengan Bidan desa, pendataan ibu hamil, ibu bersalin, neonatal, bayi dan balita dapat diIakukan. Dengan mendata seluruh ibu hamil yang ada di suatu komunitas tanpa terIewatkan yang dilakukan oleh kader dan dukun bayi kemudian bidan desa memasukan seluruh data ibu hamil ke dalam kohort yang telah disediakan di Pusesmas, sehingga data yang ada di desa pun dimiliki puskesmas.
Dengan Puskesmas juga memiliki data dasar, bidan desa dan Puskesmas dalam hal ini bidan puskesmas dan timnya dapat memonitor dan mengikuti setiap individu yang ada didaerah tersebut.
Dengan puskesmas memiliki seluruh data ibu hamil dan bidan desa memberikan pemeriksaan seluruh ibu hamil tanpa melihat apakah ibu hamil lersebut mempunyai faktor resiko atau tidak, sehingga dapat menyelamatkan jiwa ibu dan anak yang dikandung.
D. CARA PENGISIAN KOHORT
a. Ibu
Kolom 1. Diisi nomor urut, 2. Diisi nomor indeks dari famili folder, 3. Diisi nama ibu hamil, 4. Diisi nama suami ibu hamil, 5. Diisi alamat ibu hamil, 6. Diisi umur ibu hamil, 7. Diisi umur kehamilan pada kunjungan pertama dalam minggu/tanggal HPL, 8. Faktor resiko : diisi v ( rumput) untuk umur ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, 9. Paritas diisi Gravidanya, 10. Diisi bila jarak kahamilan < 2 tahun, 11. Diisi bila BB ibu < 45 kg, lila < 23,5 cm, 12. Diisi bila TB ibu < 145 cm, 13. sd 17 Resiko tinggi : diiisi dengan tanggal ditemukan ibu hamil dengan resiko tinggi, HB diperiksa dan ditulis hasil pemeriksaannya, 18. Pendeteksian faktor resiko : diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan resiko tinggi oleh tenaga kesehatan, 19. Diisi diisi tanggal ditemukan ibu hamil dengan resiko tinggi oleh Non NAKES, 20. sd 22 diisi tanggal immunisasi sesuai dengan statusnya. 23. sd 34 diisi umur kehamilan dalam bulan kode pengisian sebagai berikut : K I :Kontak pertama kali dengan tenaga kesehatan dimana saja pada kehamilan I s/d 5 bulan dengan rambu-rambu O dan secara langsung juga akses dengan rambu-rambu ◙. K4 : Kunjungan ibu hamil yang keempat kalinya. Untuk memperoleh K4 dapat memakai rumus 1-1–2 atau 0-2-2 dengan rambu-rambu Δ Perhatian : K4 tidak boleh rada usia kehamilan 7 bulan Pada ibu hamil pertama kali kunjungan pada usia kehamilan 5 bulan pada bulan berikutnya yaitu 6 bulan harus berkunjung atau dikunjungi agar tidak kehilangan K4. Pada ibu hamil yang awalnya periksa diluar kota, dan pada akhir kehamilannya periksa di wilayah kita karena untuk melahirkan dan penduduk setempat bisa mendapatkan K1, K4 dan sekaligus Akses apabila ibu tersebut dapat menunjukan pemeriksaan dengan jelas Akses :Kontak pertama kali dengan tenaga kesehatan tidak memandang usia kehamilan dengan rambu-rambuΟ 35. Penolong Persalinan, diisi tanggal penolong persalinan tenaga kesehatan 36. Diisi tanggal bila yang menolong bukan nakes. 37. Hasil akhir Kehamilan : Abortus diisi tanggal kejadian abortus 38. Diisi lahir mati 39. Diisi BB bila BBL < 2500 gram 40. Diisi BB bila BBL > 2500 gram, 41. Keadaan ibu bersalin,di beri tanda v bila sehat, 42. Dijelaskan sakitnya, 43. Diisi sebab kematiaannya, 44. Diisi v (rumput), 45. Diisi apabila pindah, atau yang perlu diterangkan
b. Bayi
Kolom 1. Diisi nomor urut. Sebaiknya nomor urut bayi disesuaikan dengan nornor urut ibu pada register kohort ibu. 2. Disi nomor indeks dari Family Folder. 3. sd 7 jelas. 8. Diisi angka berat bayi lahir dalam gram sd 10 diisi tanggal pemeriksaan neonatal oleh tenaga kesehatan. 11. Diisi tanggal pemeriksaan post neonatal oleh petugas kesehatan. 12. sd 23 Diisi hasil penimbangan bayi dalam kg dan rambu gizi yaitu : N = naik, T = turun, R = Bawah garis titik¬ – titik (BGT), BGM = Bawah garis merah. 24. sd 35 Diisi tanggal bayi tersebut mendapat immunisasi. 36. Diisi tanggal bayi ditemukan meninggal. 37. Diisi penyebab kematian bayi tersebut. 38. Diisi bila bayi pindah atau ada kolom yang perlu keterangan.
c. Balita
Kolom 1. Diisi nomor urut. Sebaiknya nomor urut bayi disestiaikan dengan nomor urut ibll pada register kohort ibu. 2. Disi nomor indeks dari Family Folder. 3. sd 7 jelas. 8. sd 31 dibagi 2, diisi hasil penimbangan dalam kg dan rambu gizi 32 sd 35 diisi tanggal pcmberian vit A bulan februari dan Agustus. 36. Diisi tanggal bila ditemkan sakit. 37. Diisi penyebab sakit. 38. Diisi tanngal meninggal. 39. Diisi sebab meninggal. 40. Diisi tanggal bila ditemukan kelainan tumbuh kembang. 41. Diisi jenis kelainan tumbuh kembang. 42. Diisi bila ada kcterangan penting tentang balita tersebut.
Setiap bulan data di kohort di rekap kedalam suatu laporan yang disebut dengan PWS KIA atau Pemantauan wilayah setempat yaitu alat manajemen program KIA untuk memantau cakupan pelayanan KIA di suatu wilayah (puskesmas kecamatan) secara terus menerus agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat terhadap desa yang cakupan pelayanan KIA nya masih rendah.
Penyajian PWS-KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi dan komunikasi kepada sektor terkait, khususnya Pamong setempat yang berperan dalam pendataan dan penggerakan sasaran agar mendapatkan pelayanan KIA dan membantu memecahkan masalah nonteknis, sehingga semua masalah ibu hamil dapat tertangani secara memadai, yang pada akhimya AKI dan AKB akan turun sesuai harapan.


II. Melakukan Pendokumentasian Asuhan Kebidanan Di Komunitas
A. Pengertian pencatatan dan pelaporan
Pencatatan ( recording ) dan pelaporan ( reporting ) berpedoman kepada Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP). Beberapa pengertian dasar dari SP2TP menurut Depkes RI (1992) adalah sebagai berikut :
a. System Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas adalah kegiatan pencatatan dan pelaporan data umum, sarana, tenaga dan upaya pelayanan kesehatan di puskesmas termasuk puskeamas pembantu, yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 63/Menkes/SK/II/1981.
b. System adalah satu kesatuan yang terdiri atas beberapa komponen yang saling berkaitan, berintegrasi, dan mempunyai tujuan tertentu.
c. Terpadu merupakan gabungan dari berbagai macam kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas, untuk menghindari adanya pencatatan dan pelaporan lain yang dapat memperberat beban kerja petugas puskesmas.
Sedangkan batasan dari pencatatn dan pelaporan kegiatan adalah sebagai berikut :
a. Pencatatn dan pelaporan penyelenggaraan tiap kegiatan bagi tenaga kesehatan adalah melakukan pencatatan data penyelenggaraan tiap kegiatan bagi tenaga kesehatan dan melaporkan data tersebut kepada instansi yang berwenang berupa laporan lengkap pelaksanaan kegiatan dengan menggunakan format yang ditetapkan.
b. Pencatatan dan pelaporan rekapitulasi kegiatan tiapt riwulan adalah melakukan pencatatan data pada semua kegiatan dalam satu triwulan berjalan dan melaporkan data tersebut dalam rekapitulasi kegiatan triwulan kepada instansi yang berwenang dengan menggunakan format yang ditetapkan.
c. Pencatatan dan pelaporan rekapitulasi kegiatan yang diselenggarakan setiap triwulan dan tiap tahun adalah pencatatan data untuk semua kegiatan dalam satu triwulan dan satu tahun berjalan, serta melaporkan data tersebut dalam bentuk rekapitulasi data kegiatan triwulan dan tahunan kepada instansi yang berwenang dengan menggunakan format yang telah ditetapkan.
B. Manfaat Pencatatan dan Pelaporan
Adapun Manfaat dari dilakukannya pencatatan dan pelaporan ini adalah :
a. Memudahkan dalam mengelola informasi kegiatan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
b. Memudahkan dalam memperoleh data untuk perencanaan dalam rangka pengembangan tenaga kesehatan.
c. Memudahkan dalam melakukan pembinaan tenaga kesehatan.
d. Memudahkan dalam melakukan evaluasi hasil.
C. Tujuan Pencatatan dan Pelaporan
Sedangkan tujuan dilakukannya pencatatan dn pelaporan iniadalah :
a. Tujuan umum
System Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) bertujuan agar semua hasil kegiatan puskesmas (di dalam dan di luar gedung) dapat di catat serta dilaporkan ke jenjang selanjutnya sesuai dengan kebutuhan secara benar, berkala dan teratur, guna menunjang pengelolaan upaya kesehatan masyarakat.
b. Tujuan khusus
• Tercatatnya semua data hasil kegiatan puskesmas sesuai kebutuhan secara benar, berkelanjutan dan teratur.
• Terlaporkannya data ke jenjang administrasi berikutnya sesuai kebutuhan dengan menggunakan format yang telah ditetapkan secara benar, berkelanjutan dan teratur.
D. Ruang Lingkup Pencatatan dan Pelaporan
Ruang lingkup pencatatan dan pelaporan, meliputi jenis data yang dikumpulkan, dicatat, dan dilaporkan puskesmas. Jenis data tersebut mencakup :
• Umum dan demografi.
• Sarana fisik.
• Ketenagaan.
• Kegiatan pokok yang dilakukan di dalam dan di luar gedung.
E. Pengelolaan
1. Pencatatan
Semua kegiatan pokok baik di dalam maupun di luar gedung, puskesmas, puskesmas pembantu, dan bidan di desa harus dicatat. Untuk memudahkan dapat menggunakan formulir standar yang telah ditetapkan dalam ST2TP. Jenis formulir standar yang digunakan dalam pencatatan adalah sebagai berikut :
a. Rekam Kesehatan Keluarga (RKK)
Rekam kesehatan keluarga atau family folder adalah himpunan kartu-kartu individu suatu keluarga yang memperoleh pelayanan kesehatan di puskesmas. Kegunaan dari RKK adalah untuk mengikuti keadaan kesehatan dan gambaran penyakit di suatu keluarga.
Pengguna RKK diutamakan pada anggota keluarga yang mengidap salah satu penyakit/kondisi, mkisalnya penderita TBC paru, kusta, keluarga resiko tinggi yaitu ibu hamil resiko tinggi, neonates resiko tinggi (BBLR), balita kurang energy kronis (KEK).
Dalam pelaksanaanya keluarga yang menggunakan RKK diberi alat bantu Kartu Tanda Pengenal Keluarga (KTPK) untuk memudahkan pencarian berkas pada saat melakukan kunjungan ulang.
b. Kartu Rawat Jalan
Kartu rawat jalan atau kartu rekam medik pasien merupakan alat untuk mencatat identitas dan status pasien rawat jalan yang berkunjung ke puskesmas.
c. Kartu Indeks Penyakit
Merupakan alat bantu untuk mencatat identitas pasien, riwayat, dan perkembangan penyakit. Kartu indeks penyakit diperuntukkan khusus penderita penyakit TBC paru dan kusta.
d. Kartu Ibu
Kartu ibu merupakan alat bantu untuk mengetahui identitas, status kesehatan, dan riwayat kehamilan sampai kelahiran.
e. Kartu Anak
Kartu anak adalah alat bantu untuk mencatat identitas, status kesehatan, pelayanan preventif-promotif-kuratif-rehabilitatif yang diberikan kepada balita dan anak prasekolah.
f. KMS Balita, Anak Sekolah
Merupakan alat bantu untuk mencatat identitas, pelayanan, dan pertumbuhan yangt telah diperoleh balita dan anak sekolah.
g. KMS Ibu Hamil
Merupakan alat untuk mengetahui identitas dan mancatat perkembangan kesehatan ibu hamil dan pelayanan kesehatan yang diterima ibu hamil.
h. KMS Usia Lanjut
Merupakan alat untuk mencatat kesehatan usia lanjut secara pribadi baik fisik maupun psikososial, dan digunakan untuk memantau kesehatan, deteksi dini penyakit, dan evaluasi kemajuan kesehatan usila.
i. Regiser
Merupakan formulir untuk mencatat atau merekap data kegiatan di dalam dan di luar gedung puskesmas, yang telah dicatat di kartu dan catatan lainnya.
Ada beberapa jenis register :
o Nomor Indeks Pengunjung Puskesmas
o Rawat Jalan
o Register Kunjungan
o Register Rawat Inap
o Register KIA dan KB
o Register Kohort Ibu dan Balita
o Register Deteksi Dini Tumbuh Kembang dan Gizi
o Register Penimbangan Batita
o Register Imunisasi
o Register Gizi
o Register Kapsul Beryodium
o Register Anak Sekiolah
o Sensus Harian : Kunjungan, Kegiatan KIA, Imunisasi, dan Penyakit
Mekanisme Pencatatan
Pencatatan dapat dilakukan di dalam dan di luar gedung. Di dalam gedung, loket memegang peranan penting bagi seorang pasien yang berkunjung pertama kali atau yang melakukan kunjungan ulang mendapatkan Kartu Tanda Pengenal. Kemudian pasien disalurkan pada unit pelayanan yang akan dituju. Apabila diluar gedung pasien dicatat dalam register sesuai dengan pelayanan yang diterima.
2. Pelaporan
Sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat No.n590/BM/DJ/Info/V/96, pelaporan puskesmas menggunakan tahun kalender yaitu dari bulan januari sampai dengan desember dalam tahun yang sama. Formulir pelaporan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan/beban kerja di puskesmas.
Formulir Laporan dari Puskesmas ke Dati II
1. Laporan Bulanan
• data kesakitan (LB 1)
• data obat-obatan (LB 2)
• data kegiatan gizi, KIA/KB, dan imunisasi termasuk pengamatan penyakit menular (LB 3)
• data kegiatan puskesmas (LB 4)
2. Laporan Sentinel, bentuk-bentuk laporan sentinel:
• Laporan Bulanan Sentinel (LB 1S)
laporan yang memuat data penderita penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), dan diarem menurut umur dan status imunisasi. Puskesmas yang memuat LB 1S adalah puskesmas yang ditunjuk yaitu satu puskesmas dari setiap Dati II dengan periode laporan bulanan serta dilaporkan ke Dinas Kesehatan Dati II, Dinas Kesehatan Dati I dan PUsat (Ditjen PPM dan PLP).
• Laporan Bulanan Sentinel (LB 2S)
Dalam laporan ini memuat data KIA, gizi, tetanus neinatorum, dan penyakitbakibat kerja. Laporan bulanan sentinel hanya diperuntukkan bagi puskesmas rawat inap. Laporan ini dilaporkan ke Dinas Kesehatan Dati I,, II, dan, Pusat (Ditjen Binkesmas).
3. Laporan Tahunan, lapora tahunan meliputi:
• Data dasar puskesmas (LT-1)
• Data kepegawaian (LT-2)
• Data peralatan (LT-3)
Alur Laporan
Laporan dari Dati II dikirimkan ke Dinas Kesehatan Dati I dan Kanwil Departemen Kesehatan Provinsi serta Pusat (Ditjen Pembinaan Kesehatan Masyarakat) dalam bentuk rekapitulasi dari laporan tersebut meliputu :
1. Laporan Triwulan
• Hasil entri data/rekapitulasi laporan LB 1
• Hasil entri data/rekapitulasi laporan LB 2
• Hasil entri data/rekapitulasi laporan LB 3
• Hasil entri data/rekapitulasi laporan LB 4
2. Laporan Tahunan
• Hasil entri data/rekapitulasi laporan LT-1
• Hasil entri data/rekapitulasi laporan LT-2
• Hasil entri data/rekapitulasi laporan LT-3
Frekuensi Laporan
1. Laporan Triwulan
Laporan triwulan dikirim paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya dari triwulan yang dimaksud (contoh: laporan triwulan pertama tanggal 20april 2009, maka laporan triwulan berikutnya adalah tanggal 20mei 2009). Laporan ini diberikan kepada dinas-dinas terkait :
a. Kepala Dinas Kesehatan Dati I
b. Kepala Kantor Wilayah Depkes Provinsi
c. Depkes RI Ditjen Binkesmas
2. Laporan Tahunan
Dikirim paling lambat akhir bulan februari di tahun berikutnya dan diberikan kepada dinas-dinas terkait :
a. Kepala Dinas Kesehatan Dati I
b. Kepala Kantor Wilayah Depkes Provinsi
c. Depkes RI Ditjen Binkesmas
Mekanisme Pelaporan
a. Tingkat Puskesmas
1. Laporan dari puskesmas pembantu dan bidan di desa disampaikan ke pelaksana kegiatan di puskesmas.
2. Pelaksana kegiatan merekapitulasi data yang dicatat baik di dalam maupun di luar gedung serta laporan yang diterima dari puskesmas pembantu dan bidan di luar desa.
3. Hasil rekapitulasi pelaksanaan kegiatan dimasukkan ke formulir laporan sebanyak 2 rangkap, untuk disampaikan kepada coordinator SP2TP.
4. Hasil rekepitulasi pelaksanaan kegiatan diolah dan dimanfaatkan untuk tindak lanjut yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja kegiatan.

b. Tingkat Dati II
1. Pengolahan data SP2TP di Dati II menggunakan perangkat lunak yang ditetapkan oleh Depkes
2. Laporan SP2TP dari puskesmas yang diterima Dinas Kesehatan Dati II disampaikan kepada pelaksana SP2TP untuk direkapitulasi/entri data.
3. Hasil rekapitulasi dikoreksi, diolah, serta dimanfaatkan sebagai bahan untuk umpan balik, bimbingan teknis ke puskesmas dan tindak lanjut untuk meningkatkan kinerja program.
4. Hasil rekapitulaasi data setiap 3 bulan dibuat dalam rangkap 3 (dalam bentuk soft file) untuk dikirimkan ke Dinas Kesehatan Dati I, Kanwil Depkes Provinsi, dan DEpartemen Kesehatan.
c. Tingkat Dati I
1. Pengolahan dan pemanfaatan data SP2TP di Dati I mempergunakan perangkat lunak sama dengan Dati II.
2. Laporan dari Dinkes Dati II, diterima oleh Dinkes Dati I dan Kanwil Depkes dalam bentuk soft file diteruskan ke pelaksana untuk dikompilasi/direkapitulasi.
3. Hasil rekapitulasi disampaikan ke pengelola program Dati I untuk diolah dan dimanfaatkan serta dilakukan tindak lanjut, bimbingan dan pengendalian.
d. Tingkat Pusat
Hasil olahan yang dilaksanakan Ditjen Binkesmas paling lambat dua bulan setelah berakhirnya triwulan tersebut disampaikan kepada pengelola program terkait dan Pusat Data Kesehatan untuk dianalisis dan dimanfaatkan sebagai umpan balik, kemudian dikirimkan ke Kanwil Depkes Provinsi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
a. Kohort adalah
b. Kegunaan kohort adalah
c. System Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas adalah kegiatan pencatatan dan pelaporan data umum, sarana, tenaga dan upaya pelayanan kesehatan di puskesmas termasuk puskeamas pembantu, yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 63/Menkes/SK/II/1981.
d. Manfaat dari dilakukannya pencatatan dan pelaporan ini adalah : Memudahkan dalam mengelola informasi kegiatan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota, memudahkan dalam memperoleh data untuk perencanaan dalam rangka pengembangan tenaga kesehatan, memudahkan dalam melakukan pembinaan tenaga kesehatan, dan memudahkan dalam melakukan evaluasi hasil.

B. Saran
Seorang bidan komunitas harus mampu menggunakan kohort, karena kohort tersebut yang dapat membantu kita dalam menjalankan program dan melihat apakah program yang telah kita programkan berhasil berjalan dengan baik atau tidak.
Sebagai seorang bidan apalagi yang ditempatkan di komunitas hendaknya kita dapat dan harus melakukan pencatatan dan pelaporan untuk membatu kita dalam mempertanggungjawabkan program kita.


DAFTAR PUSTAKA
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/2011/04/melakukan-monitoring-dan-evaluasi.html
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/2011/04/pendokumentasian+asuhan+kebidanan+Komunitas+2010.html
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/2011/04/pencatatan+dan+pelaporan.html
http://blognyabidan.blogspot.com/2010/10/pencatatanpelaporan.html