Rabu, 09 Juni 2010

Guru dan Bimbel Jangan Memberikan Cita-cita Yang Salah Pada Siswa (Inspirasi Sukses dari Lingkungan)

Guru dan Bimbel Jangan Memberikan Cita-cita Yang Salah Pada Siswa
Oleh : Marjohan, M.Pd
Guru SMAN 3 Batusangkar

Sekolah dan pendidikan itu sangat penting. Umumnya orang telah menyadari perananan dan manfaat pendidikan. Sehingga tiap tahun orang tua memilihkan pendidikan dan sekolah yang terbaik buat anak mereka. Namun sikap sebahagian orang tua, begitu anak memperoleh sekolah idaman mereka berlepas tangan dan menyerahkan urusan pendidikan pada sekolah. Paradigma ini tentu saja tidak tepat dan harus segera diobah.

Karena sikap sebahagian orang tua yang menyerahkan urusan pendidikan anak pada guru dan mereka hanya mendorong anak untuk belajar keras. Begitu anak bekerja dan belajar keras hanya untuk meraih keberhasilan akademik namun lupa untuk memupuk semangat entrepreneurship (kewirausahaan) maka sering kekecewaanlah yang mereka peroleh. Sering dijumpai bahwa anak-anak yang cuma hanya rajin dalam belajar, tetapi memiliki wawasan dan keterampilan hidup (life skill) yang terbatas, maka setelah belajar selama bertahun-tahun di SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi maka pintar mereka cuma sebatas menulis lamaran pekerjaan kalau gagal, ya harus menjadi penganggur.

Memang itulah realita kehidupan sekarang. Menanamkan semangat entrepreneurship (melakukan kegiatan berwirausaha) untuk anak didik belum begitu jadi prioritas, yang jadi prioritas adalah melatih anak didik agar lulus Ujian Nasional dengan skor yang tinggi. Namun orang orang yang sukses pada mulanya juga merasakan hal yang demikian. Pekerjaan (cita-cita) yang diperkenalkan di sekolah cuma pekerjaan yang bersifat formal seperti menjadi dokter, polisi, PNS, BUMN, pegawai swasta, tetapi jarang yang mengajak anak didik untuk menjadi pionir sebuah wirausaha baru.

Anak didik umumnya sangat percaya tentang karir (cita-cita) yang dipilihkan oleh guru di sekolah atau karir yang disodorkan oleh instruktur lembaga bimbel (Bimbingan Belajar). “Wah passing grademu belum cukup, masuk sajalah ke fakultas hukum”, demikian anjuran instruktur Bimbel. Ini bisa jadi suatu salah kaprah.

Seorang teman penulis yang telah bersusah payah merintis usaha “optikal” di Payakumbuh berharap anak tertuanya bisa meneruskan usaha yang telah dirintisnya. Namun apa yang bisa dikatakan, sang anak malah bermimpi untuk memilih karir yang dikenal lewat majalah. Sedangkan dia sendiri bingung untuk meraihnya. Ia tertarik untuk menjadi diplomat. Sementara faktor penguasaan bahasa Asing, keberanian dan leadership yang besar untuk menjadi diplomat belum dimiliki.

“Apa mimpi mu tamat SMA ?”. Umumnya siswa bingung terhadap cita-cita masa depan mereka. Guru di sekolah cuma melihat referensi berdasarkan nilai rapor. Begitu nilai sains anak bagus maka mereka akan memberi komentar “Oh lebih baik kamu pilih kedokteran atau tekhnik”. Bila nilai sosial anak yang bagus maka sang guru menganjurkan agar mereka mengambil perbankan saja. Pada hal bertahun-tahun setelah itu sang anak “luntang lantung” menenteng ijazah dan surat lamaran. Sementara mereka sendiri berasal dari keluarga yang cukup mapan perekonomian ,orangtua mereka sebagai “pedagang besar di kota, pemilik bisnis restoran, pemilik optic, pemilik usaha perikanan, pemilik usaha rice milling, pemilik usaha home industry”. Namun mengapa tidak tertarik dalam melanjutkan karir tersebut.

Penyebabya adalah karena orang tua sendiri kurang melibatkan anak dalam usaha bisnis yang telah mereka rintis. Kemudian, guru di sekolah juga kurang punya referensi tentang profil dan profesi orang. Selanjutnya lembaga Bimbel (Bimbingan Belajar) yang telah dibayar mahal memberikan test, kemudian memberi tahu tentang passing grade. “Passing grade kamu cukup bagus dan cocok untuk kuliah di universitas terkenal di pulau Jawa dan setelah itu berkarir di bidang perminyakan atau Industry”. Pada hal di belakang itu sang anak sudah memiliki orang tua yang memiliki usaha yang cukup mapan, memiliki toko elektronik atau industry meubel, sebagai contoh, tetapi malah tidak peduli dengan karir ayah dan ibunya.

Ada harapan kepada pihak sekolah dan pengelola bimbel agar tidak buru buru memberi pilihan karir yang salah buat siswa. Apalagi umumnya siswa kelas 12 SMA/ SLTA rata-rata diliputim oleh penuh kebimbangan dan kebingungan. Lihatlah dulu profil orang tua mereka. Manakala orang tua mereka memiliki karir dan wirausaha yang cukup mapan (punya restoran, toko elektronik, toko bangunan, usaha poultry, rice milling, dlll), maka doronglah mereka untuk menekuni wirausaha yang telah dirintis oleh ayah dan ibu mereka.

Berbicara tentang wirausaha (magi mereka yang belum kenal dengan spirit wirausaha) maka lebih baik belajar dari alam, yaitu dari tokoh-tokoh sukses yang ada di seputar kita dan tokoh sukses yang juga bisa kita akses lewat internet atau dari bacan lain- buku biografi, surat kabar dan majalah. Berikut ini adalah beberapa kisah-kisah bagaimana seseorang bisa meraih sukses.

1. Sudono Salim

Siapa yang tidak kenal dengan Indofood, Indomobil, Indocement, Indosiar, Bogasari, Bank Central Asia. Ini semua adalah perusahaan besar milik Sudono Salim atau Liem Soei Liong. Ia adalah usahawan sukses orang Indonesia berkaliber kelas dunia. Apa rahasianya, hingga bisa jadi pengusaha besar?

Pertama, Sudono Salim punya bakat dan naluri bisnis yang kuat. Ia punya karakter seperti “tidak suka berpangku tangan saja, suka bekerja habis-habisan, efektif dalam menggunakan waktu, tidak suka menyerah pada kesulitan. “Kalau Anda mudah putus asa, sebaiknya jadi pekerja saja, jangan jadi usahawan. Menjadi pengusaha harus banyak akal, tapi, jangan curang, dan tidak mengambil milik orang lain”.

2. Li Ka Shing
Hongkong adalah Negara kecil dan penduduknya padat, hampir dipastikan bahwa tidak ada orang Hongkong yang memiliki sawah dan lading yang begitu luas, sebagaimana petani di Indonesia. Lantas mengapa orang Hongkong bisa maju dan mengapa Li Ka Shing bisa menjadi penguasa sukses.

Li Ka Shing mempunyai karakter yang suka melakukan akfitas dengan penuh ketekunan dan kesabaran, plus daya juang luar biasa. Ia memulai bisnis dengan menjual bunga plastik dengan penuh "keterpaksaan". Ia berasal dari sebuah keluarga miskin yang oleh karena perang, harus pindah dari China ke Hong Kong. Saat itu, ia tinggal di rumah pamannya yang lebih kaya. Karena dianggap remeh oleh keluarga pamannya bertekad kuat untuk bisa mandiri.

Mula-mula ia menjadi buruh di sebuah pabrik plastik. Kemudian ia membuka usaha sendiri lewat pinjaman modal dari relasi-di bisnis plastik. Ia berhasil mendapat banyak keuntungan di bisnis bunga plastik yang diekspor ke negara barat. Kemudian bisnisnya berkembang ke bidang real estat hingga mencakup bisnis telekomunikasi.

Sukses berbisnis tidak hanya bisa dilakukan di Singapura, Amerika, Jepang atau Eropa, namun juga bisa dilakukan di daerah yang dianggap orang daerah miskin seperti India. Ini dialami oleh Azim Premji dari India. Azim Premji adalah orang yang rendah hati. Ia kadang-kadang juga berjalan kaki seperti orang kebanyakan dan tidak merasa malu atau gengsian kalau pun naik kendaraan umum atau taksi saat hendak bepergian. Ketika datang ke dari bandara, ia juga tak harus dijemput oleh pegawai atau karyawannya, pada hal ia sendiri adalah seorang multimilioner dari India.

Ia menjadi pengusaha karena sebuah faktor keterdesakan. Sang ayah yang memiliki usaha minyak goreng meninggal saat Azim masih berusia 21 tahun dan ia . Ketika itu, ia yang baru lulus dari Universitas Stanford Amerika segera dipanggil pulang ke India untuk menggantikan posisi ayahnya. Azim meneruskan usaha keluarga yang sudah cukup berkembang kala itu. Kemudian, ia juga memutar haluan core business usahanya dari usaha minyak goreng menjadi usaha berbasis teknologi informasi (TI). Sebab, dari pengalamannya menimba ilmu di Amerika, Azim menemukan bahwa TI akan menjadi unit usaha yang sangat menguntungkan di masa depan.

Semua itu, menurut Azim bisa dicapai karena kerja tim. Karena itu, Azim sangat peduli pada pengembangan SDM bagi karyawannya. Meski memiliki kekayaan mencapai USD18.5 miliar atau sekitar Rp170 triliun, Azim tetap bersikap sederhana dan rendah hati. Ia bahkan tak pernah meminta diistimewakan, meski di perusahaannya sendiri.

3. Tokoh Sukses di Seputar Kita
Tokoh sukses juga cukup berlimpah di seputar kita. Berbagi pengalaman tentang kisah sukses mereka sangat berharga untuk kita dengar. Kalau sebuah sekolah tiap tahun selalu meluluskan puluhan atau ratusan generasi yang frustasi, bingung memikirkan karir masa depan mereka, maka sebelum karakter ini berkembang biak maka undanglah para tokoh sukses di seputar kita untuk berbagi kisah sukses dengan siswa yang lagi kebingungan.

Naluri bisnis Rita (bukan nama sebenarnya) seorang kenalan penulis membuat dia memutuskan untuk berhenti sebagai PNS dan berkolaborasi dengan suaminya untuk mengelola bisnis propesrti. Mereka mencari tahu tanah tanah yang tidak produktif dalam kota dan menggodoknya menjadi tanah untuk bisnis perumahan. Tanah tersebut dibeli lebih murah, setelah ditata, dikavling, dan diberi jalan (akses) maka harga jual melambung tinggi hingga memperoleh keuntungan milyaran rupiah. Bisnis tanah juga digeluti oleh teman penulis yang lain. “Harga tanah makin lama makin tinggi”, demikian komentar teman penulis yang sempat mempunyai tanah legal pada beberapa titik dan selalu memperoleh keuntungan saaat transaksi.

Seorang pemuda yang mempunyai nama samaran “Abdul”. Setelah lulus SLTA sempat kebingungan hendak mau kuliah kemana, itu karena ia berasal dari keluarga dengan ekonomi sulit. Maka ia memberanikan diri untuk menyewa sebidang tanah yang dialiri irigasi di desanya. Dengan mencari dukungan modal kecil-kecilan ia membuka usaha perikanan dan ayam telur, mula-mula secara kecil-kecilan. Kemudian usahanya bisa berkembang. Ia kemudian membutuhkan karyawan untuk pemeliharaan kebersihan dan mengelola usahanya.

Keuntungan bisa ditabung dan lewat pinjaman ringan ia kemudian membeli lahan dan memperbesar usaha perikanan dan peternakan ayam. Ia mampu menghidupi beberapa orang remaja pengangguran menjadi produktif. Kisah kisah seperti ini dapat di jumpai di daerah pedesaan yang memiliki persediaan air tawar yang bagus di daerah dekat Payakumbuh.

Kisah sukses lain adalah dari Arief, sebagai pebisnis bahan bangunan. Diawali dengan tekad untuk mengubah nasib. Ternyata untuk sukses juga bisa dengan modal semangat alias modal dengkul.

Berbekal naluri bisnis dan sebidang tanah yang agak luas di pinggir jalan, ia mengontak berbagai pembuat batu bata, penggali pasir dan kerikil yang selalu dibutuhkan orang dalam membuat sebuah rumah. Kemudian ia mencari tahu bagaimana bisa untuk mendatangkan kayu, semen, besi, cat, dan bahan-bahan yang diperlukan dalam membuat gedung atau rumah. Ia kemudian mengurus izin dan berdirilah sebuah usaha dagang kebutuhan rumah, yang nyaris dimulai dengan modal dengkul dan berkembang pesat di sebuah kota di Sumatera Barat.

Lantas mengapa orang menyerbu kota dan meninggalkan kampong halaman yang subur. Atau mengapa musti seorang yang mengaku sarjana Cuma pintar mengirim lamaran demi lamaran dan selalu ditolak. Mengapa musti harus patah hati atau juga berfikir bunuh diri. Apa yang salah ?. Kalau seseorang sudi untuk membuka hati dan membuka diri dan menumbuhkan keberanian untuk mencoba maka tidak ada yang perlu disalahkan. Solusi yang terbaik untuk mengatasi kesulitan hidup atau mengantusipasi keslitan hidup adalah- tumbuhkan jiwa wirausaha.

Sesuai dengan judul artikel ini “guru-guru dan instruktur bimbingan belajar jangan memberikan cita-cita yang salah pada siswa”, maka mereka perlu untuk mengenal latar belakang perekonomian orang tua anak. Kemudian karena fenomena pengangguran dan lemah jiwa mandiri, maka mereka/kita perlu memperkenalkan kisah-kisah sukses pada anak didik. Umumnya orang bisa sukses adalah karena punya karakter seperti “tidak suka berpangku tangan, suka bekerja habis-habisan, efektif dalam menggunakan waktu, tidak suka menyerah pada kesulitan. Kemudian memiliki karakter yang suka melakukan akfitas dengan penuh ketekunan dan kesabaran, plus daya juang luar biasa. Juga perlu memiliki karakter rendah hati- tidak merasa malu atau gengsian dengan aktivitas dalam menyinsing lengan baju (ikut terlibat bekerja), dan juga perlu membuka mata hati untuk melihat cerita sukses orang-orang sekitar, menjadikan pengalaman sukses mereka sebagai pengalaman kita sendiri.

Tidak ada komentar: